Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson (1990), partisipasi politik dapat terwujud dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
-
Kegiatan pemilihan, mencakup bukan hanya suara akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakannya bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.
-
Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.
-
Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utamanya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi yang demikian dapat memusatkan usaha-usahanya dalam kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau dapat mengarahkan perhatiannya kepada persoalan- persoalan umum yang beraneka ragam.
-
Mencari koneksi (contacting), merupakan tindakan perorangan yang ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.
-
Tindakan kekerasan (violence) juga dapat merupakan bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisis ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai satu kategori tersendiri, artinya sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Berbagai bentuk partisipasi pada praktiknya tidak selalu berjalan lancar. Selain disebabkan kapasitas individu atau kelompok dalam masyarakat yang berbeda, misalnya kesadaran politik atau faktor-faktor lain yang berpengaruh kepada kesadaran politik tersebut, juga seringnya muncul kekhawatiran dari penguasa (elite politik) akan lahirnya partisipasi politik yang kurang atau tidak sehat.
Menurut Robert Lane sebagaimana dikutip Michael -Rush dan Phillip Althoff (1990) dalam studinya mengenai keterlibatan politik, mempersoalkan bahwa partisipasi politik dapat memenuhi empat macam fungsi sebagai berikut:
- Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis.
- Sebagai sarana untuk memenuhi suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial.
- Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus.
- Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu.
Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitas. Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Menurut pengamatan, jumlah orang yang mengikuti kegiatan yang tidak intensif yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan biasanya berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, jumlah orang yang aktif sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik adalah kecil sekali. Dan kelompok dari orang- orang tersebut dikatakan sebagai aktivis politik, antara lain sebagai pimpinan partai politik atau kelompok kepentingan.
Gambar Piramida partisipasi politik. Sumber : David F. Roth dan Frank L. Wilson, 1980
Michael Rush dan Phillip Althoff (1990) mengemukakan beberapa tipe atau bentuk dari partisipasi politik dalam suatu hierarki, sebagai berikut:
Gambar Bentuk hierarki dari partisipasi politik
Lain halnya dengan Milbrath M.L. Goel, ia memasukkan segala aksi atau bentuk aktivitas yang berhadapan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan kepada partisipasi politik, dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, dari bentuk-bentuk yang mengedepankan kondisi damai sampai tindakan-tindakan kekerasan. Bentuk-bentuk tersebut diidentifikasikan pada tujuh bentuk aksi politik individual:
-
Aphatetic Inactives : tidak beraktivitas yang partisipatif, tidak pernah memilih;
-
Passive Supporters : memilih secara regular/teratur, menghadiri parade patriotic, membayar seluruh pajak, ―mencintai negara‖;
-
Contact Specialist : pejabat menghubungi lokal (daerah) , provinsi dan nasional dalam masalah-masalah tertentu;
-
Communicators : mengikuti informasi-informasi politik, terlibat dalam diskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat kabar, mengirim pesan- pesan dukungan dan protes terhadap pimpinan-pimpinan politik;
-
Party and campaign workers : bekerja untuk partai politik atau kandidat, meyakinkan orang lain tentang bagaimana memilih, menghadiri pertemuan-pertemuan, menyumbangkan uang pada partai politik atau kandidat, bergabung dan mendukung partai politik, dipilih menjadi kandidat partai politik;
-
Community activists : bekerja dengan orang-orang lain berkaitan dengan masalah-masalah lokal, membentuk kelompok untuk menangani masalah-masalah lokal, keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan, melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenaan dengan isu-isu sosial;
-
Protester ; bergabung dengan demontrasi-demontrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu, melakukan protes keras bila pemerintah melakukan sesuatu yang salah, menghadapi pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi aturan.
Berkenaan dengan beragamnya bentuk dan tingkatan partisipasi politik di atas, Gabriel A. Almond telah membedakan partisipasi politik menjadi dua bentuk aksi, yaitu partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. Sementara bentuk nonkonvensional adalah kegiatan ilegal dan bahkan penuh kekerasan ( violence ) dan revolusioner (Mochtar Mas’oed dan MacAndrew, 1995). Adapun bentuk-bentuknya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Konvensional |
Non-Konvensional |
Pemberian Suara |
Pengajuan petisi |
Diskusi Politik |
Berdemontrasi/unjuk rasa |
Kegiatan kampanye |
Konfrontasi |
Membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan |
Mogok |
Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrasi |
Tindak kekerasan politik terhadap harta benda (perusakan, pemboman, pembakaran) |
|
Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan) |
|
Perang Gerilya |
Sumber: Gabriel A. Almond dalam Mas’oed dan MacAndrews, 1993.
Untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu, yang merupakan bagian dari partisipasi politik dapat diperoleh melalui pengrekrutan politik yang di dalamnya meliputi dua cara yang khusus, yaitu seleksi pemilihan melalui ujian dan seleksi pemilihan melalui latihan. Pada puncak hierarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam sistem politik, baik pemegang jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka itu dibedakan dari partisipasi-partisipasi politik yang lainnya, dalam hal ini bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan dengan pelaksanaan kekuasaan yang sesungguhnya, atau pelaksanaan pengaruh oleh individu-individu atau kelompok-kelompok lain dalam sistem politik.
Di bawah para pemegang atau pencari jabatan di dalam sistem politik, terdapat mereka yang menjadi anggota dari berbagai tipe organisasi politik atau semua politik. Hal ini terdapat dalam semua tipe dari sistem politik dan kelompok kepentingan. Dari sudut pandang sistem politik terdapat persamaan antara kelompok kepentingan dengan partai politik, keduanya dapat dinyatakan sebagai agen-agen mobilisasi politik yaitu suatu organisasi yang di dalamnya anggota masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik antara lain berupa usaha untuk mempertahankan gagasan, posisi, situasi, orang atau kelompok-kelompok tertentu, melalui sistem yang ada dalam organisasi tersebut.
Selain terdapat persamaan juga terdapat perbedaan yang mendasar antara partai politik dengan kelompok kepentingan, yaitu dalam hal sikap, kelompok kepentingan adalah organisasi yang berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili spektrum yang lebih luas dari pada sikap, selain itu golongan kelompok kepentingan mempunyai tujuan yang terbatas seperti pencabutan atau modifikasi (perubahan) terhadap undang-undang atau peraturan tertentu, dan perlindungan terhadap interest suatu kelompok masyarakat, dan kelompok kepentingan berhenti beroperasi apabila tujuannya telah tercapai.
Mengenai jenis-jenis partisipasi politik, Jeffery M. Paige mengemukakan empat macam partisipasi politik yang kemudian dikutip oleh Alfian (1986), sebagai berikut:
-
Tipe partisipasi yang pertama kalau pengetahuan/kesadaran politik masyarakat tinggi dan kepercayaan mereka terhadap sistem politik juga tinggi, maka mereka akan berpartisipasi secara aktif. Partisipasi mereka itu sehat karena mereka loyal dan mendukung sistem politik yang ada.
-
Tipe partisipasi yang kedua terjadi kalau pengetahuan/kesadaran politik yang tinggi dibarengi oleh kepercayaan rendah terhadap sistem politik yang berlaku. Suasana ini mengundang adanya sikap dan tingkah laku yang tampak membangkang (dessident), disertai sikap kurang atau tidak responsif dari mereka yang berkuasa dalam sistem politik itu.
-
Tipe mereka yang berkuasa dalam sistem politik ketiga terjadi bila pengetahuan/kesadaran politik yang rendah berkaitan dengan kepercayaan yang tinggi terhadap sistem politik. Dalam suasana seperti ini, masyarakat memang tidak aktif berpolitik, tetapi secara diam-diam mereka dapat menerima sistem politik yang berlaku. Tipe ini biasanya terjadi dalam sistem politik yang tradisional.
-
Macam partisipasi politik yang keempat muncul bilamana pengetahuan/kesadaran politik yang rendah bertalian dengan kepercayaan yang rendah pula terhadap sistem politik. Dalam hal ini, walaupun masyarakat bersikap pasif namun dalam kepasifannya itu mereka tertekan, terutama oleh karena perlakuan yang mereka anggap sewenang-wenang dari penguasa.
Berdasarkan tipe-tipe partisipasi politik tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik sesuai dengan intensitas kegiatan yang dilakukan dalam masalah politik. Akan tetapi banyaknya tingkatan partisipasi dalam setiap sistem politik adalah tidak sama, beberapa tingkatan partisipasi politik mungkin tidak terdapat dalam beberapa sistem politik. Tidak semua sistem politik memiliki sistem pemilihan, beberapa sistem sangat membatasi dan melarang rapat-rapat umum serta demonstrasi, dan sebagainya.
Partisipasi politik itu sangat bervariasi. Mengenai hal ini Milbrath mengemukakan empat faktor yang berkaitan dengan variasi dari partisipasi politik yang dikutip oleh Michael Rush dan Phillip Althoff (1990), sebagai berikut:
- Sejauh mana orang menerima perangsang politik.
- Karakteristik pribadi seseorang.
- Karakteristik sosial seseorang.
- Keadaan politik/lingkungan politik dalam mana seseorang dapat menemukan dirinya sendiri.
Semakin peka atau terbuka seseorang terhadap perangsang politik lewat kontak pribadi, organisator, atau lewat media massa, maka besar kemungkinannya orang tersebut untuk ikut serta dalam kegiatan politik.
Sumber : Prof.Dr. Aim Abdulkarim, M.Pd, Dra. Neiny Ratmaningsih, M.Pd, Budaya Politik,Partisipasi Politik dan Demokrasi Sebagai Sistem Sosial Politik Indonesia