Apa saja Bentuk-Bentuk BLBI?

Bentuk-Bentuk BLBI

BLBI adalah fasilitas Bank Indonesia yang digunakan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sektor perbankan.

Apa saja Bentuk-Bentuk BLBI ?

1 Like

Istilah BLBI dikenal sejak ditegaskan pemerintah dalam Letter of Intent (LoI) dengan International Monetary Fund (IMF), pada tanggal 15 Januari 1998, yang isinya antara lain pentingnya penyediaan bantuan likuiditas ( liquidity support ) antara Bank Indonesia kepada Perbankan sebagai salah satu upaya mempertahankan sistem perbankan. Istilah BLBI secara resmi baru dipergunakan oleh Bank Indonesia dalam bulan Maret 1998.

BLBI adalah fasilitas Bank Indonesia yang digunakan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sektor perbankan agar tidak terganggu karena ketidakseimbangan ( mismatch ) antara penerimaan dan penarikan dana pada bankbank, baik jangka pendek maupun panjang.

Bentuk-Bentuk BLBI


Fasilitas likuiditas Bank Indonesia kepada Perbankan, secara keseluruhan meliputi 15 jenis yang dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu :

  1. Fasilitas dalam rangka mempertahankan kestabilan sistem pembayaran yang bisa terganggu karena adanya mismatch atau kesenjangan antara penerimaan dan penarikan dana perbankan, baik dalam jangka pendek disebut fasilitas diskonto atau fasdis I dan yang berjangka lebih panjang, disebut fasdis II. Fasdis I merupakan bantuan likuiditas berjangka waktu dua hari, dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing selama satu hari. Batas maksimum Fasdis I adalah 5% dari dana pihak ketiga (DPK) dalam rupiah, dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga pasar uang. Fasilitas tersebut tidak berlaku lagi sejak 6 Maret 1998. Fasilitas Diskonto I Repo, yaitu fasilitas yang diberikan untuk membantu bank sehat yang memiliki Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tetapi mengalami masalah likuiditas yang disebabkan krisis moneter, sehingga melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum dan bersaldo giro negatif. Jangka waktu fasilitas ini adalah 7 hati dengan tingkat suku diskonto 28%. Jaminan yang diberikan berupa promes atau wesel yang telah disahkan atau diendors bank lain. Fasdis II merupakan bantuan likuiditas berjangka waktu 90 hari, dan dapat diperpanjang paling banyak dua kali, masing-masing 30 hari untuk setiap kali perpanjangan. Batas maksimum Fasdis II adalah 3% dari dana pihak ketiga dalam rupiah, dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga deposito berjangka satu tahun. Fasilitas tersebut tidak berlaku lagi sejak 6 Maret 1998. New Fasdis diberlakukan dengan berjangka waktu 1 bulan dengan tingkat suku bunga 125% dari rata-rata Jakarta Inter Bank Offered Rate (JIBOR) Overnight selama 1 bulan sebelumnya.

  2. Fasilitas dalam rangka operasi pasar terbuka (OPT) sejalan dengan program moneter dalam bentuk SPBU lelang maupun bilateral. Fasilitas ini merupakan bantuan dana berjangka waktu 3-18 bulan, dengan tingkat diskonto 27% per tahun yang dibebankan di muka. Fasilitas ini hanya diberikan satu kali pada akhir Desember 1997, dan merupakan pengalihan dari saldo giro negatif, fasdis I, Fasdis I Repo, dan Fasdis II.

  3. Fasilitas dalam rangka penyehatan ( nursing atau rescue ) bank dalam bentuk kredit likuiditas darurat (KLD) dan kredit subordinasi (SOL).

  4. Fasilitas untuk menjaga kestabilan sistem perbankan dan sistem pembayaran sehubungan dengan adanya penarikan dana perbankan secara besar-besaran (bank run atau rush) dalam bentuk penarikan cadangan wajib (GWM) atau adanya saldo negatif atau saldo debet atau overdraft rekening bank di Bank Indonesia. Dalam pemberian fasilitas ini, Bank Indonesia berfungsi sebagai lender or the last resort . Fasilitas ini berupa pemberian izin penarikan dana giro cadangan wajib atau Giro Wajib Minimum (GWM), saldo negatif atau saldo debet atau mendraft rekening di BI. Terjadinya saldo negatif rekening bank-bank di Bank Indonesia, sebagian besar karena kekalahan bank dalam perhitungan kliring. Kliring merupakan pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank, atas nama bank maupun nasabah, yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Hasil akhir perhitungan kliring, kalah atau menang ( netting ), secara otomatis dibukukan pada masing-masing bank peserta kliring. Bank kalah kliring bila jumlah nominal warkat kewajiban yang dikliringkan lebih besar dari jumlah nominal wakat tagihannya. Bila kalah kliring itu dalam jumlah yang jauh lebih besar dari dananya yang tersedia (saldo kredit) pada rekening gironya di Bank Indonesia, rekening giro bank tersebut menjadi bersaldo negatif, istilahnya overdraft . Pada prinsipnya, rekening giro bank pada bank sentral dilarang bersaldo minus. Bila itu terjadi, bank bersangkutan harus dapat menutup kekurangannya sebelum kliring berikutnya dimulai. Sesuai ketentuan, bank yang tidak dapat menutup saldo giro negatifnya, dapat dihentikan sementara sebagai peserta kliring. Dengan kata lain, bank tadi dikenai skorsing. Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak pertengahan 1997, menyebabkan banyak rekening giro bank umum di Bank Indonesia mengalami saldo negatif. Bank-bank tadi, pada saat itu diberi kesempatan menutup saldo negatifnya melalui sumber dana pasar uang antar bank. Namun, dengan kondisi pasar uang antar bank yang semakin buruk, banyak bank tidak mampu menutup saldo minusnya tersebut. Bila bank-bank bersaldo negatif itu diskors kliring, dikhawatirkan akan banyak bank-bank yang terpaksa ditutup. Dikhawatirkan, tindakan ini berdampak menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas sistem perbankan dan sistem pembayaran. Atas dasar hal tersebut Bank Indonesia memperkenankan bank-bank bersaldo negatif dibolehkan ikut serta dalam kliring.

  5. Fasilitas untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat pada perbankan dalam bentuk dana talangan untuk membayar kewajiban yang timbul dari pelaksanaan janji pemerintah memperhatikan kepentingan deposan, dimulai dengan deposan kecil dan kemudian keseluruhan deposan dan kreditor bank dalam system penjaminan menyeluruh ( blanket guarantee ) dan membayar kewajiban luar negeri bank dalam rangka perjanjian Frankfurt.