Apa saja batasan dan ruang lingkup pengadilan Hak Asasi Manusia?

Pengadilan Hak Asasi Manusia (disingkat Pengadilan HAM) adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

Apa saja batasan dan ruang lingkup pengadilan Hak Asasi Manusia ?

Batasan-batasan dalam pengadilan Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut :

  1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap organisasi demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. (Pasal 1 butir / angka ke-1 UU No.26 Tahun 2000).

  2. Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 1 butir / angka ke-3 UU No.26 Tahun 2000)

  3. Pelanggaran HAM yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 butir 2 UU No.26 Tahun 2000)

  4. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan diatur dalam UU ini (Pasal 1 butir 5 UU No.26 Tahun 2000).

Ruang Lingkup pengadilan Hak Asasi Manusia adalah :

  1. Pengadilan HAM Permanen
  2. Pengadilan HAM Ad Hoc (Pasal 43 UU No.26 Tahun 2000)

Pasal 2 UU No.26 Tahun 2000 : Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

Pasal 4 UU No.26 Tahun 2000 : Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Pasal 5 UU No. 26 Tahun 2000 : Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia.

Pasal 6 UU No.26 Tahun 2000 : Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus pelanggaran yang berat yang dilakukan oleh seseorang dibawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.

Penjelasan :

merupakan kewenangan dari Pengadilan.

Pasal 49 UU No. 26 Tahun 2000
Ketentuan mengenai Kewenangan Atasan yang Berhak Menghukum dan Perwira Penyerah Perkara dalam Pasal 74 dan Pasal 123 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak berlaku dalam pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat menurut UU ini.

Pasal 50 UU No.26 Tahun 2000
Perpu No.1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 47 ayat (1) UU No.26 Tahun 2000
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dapat menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU ini.

Pasal 43 UU No.26 Tahun 2000 :

  1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannnya UU ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM Ad Hoc.
  2. Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul DPR RI berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
  3. Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di lingkungan Peradilan Umum.

Kompetensi Relatif

Pasal 45 UU No.26 Tahun 2000 (merupakan ketentuan peralihan) :

  1. Untuk pertama kali Pengadilan HAM dibentuk di Jakarta Pusat, Surabaya, Medan dan Makasar (lihat ayat (1) pasal tersebut).

  2. Daerah hukum Pengadilan HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) berada pada Pengadilan Negeri di :

    • Jakarta Pusat yang meliputi wilayah DKI Jakarta, Prov., Jabar, Banten, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Kalbar dan Kal. Tengah.
    • Surabaya yang meliputi wilayah Prov. Jatim, Jateng, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Kal. Sel, Kaltim, NTB dan NTT.
      Makasar yang meliputi wilayah Prov. Sulsel, Sultenggara, Sul.Tengah, Sulut, Maluku, Maluku Utara, dan Irian Jaya.
    • Medan yang meliputi wilayah Prov. Sumut, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi dan Sumbar.

PERBUATAN / TINDAK PIDANA DASAR PERADILAN

Menurut:

Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 :
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi :

  • Kejahatan genosida
  • Kejahatan terhadap kemanusiaan

Adapun Perbuatan-perbuatan/Tindak Pidana yang Merupakan Kompetensi Absolut dari Pengadilan HAM sbb:

1. Pasal 8 UU No.26 Tahun 2000:

Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnis, kelompok agama, dengan cara :

  • Membunuh anggota kelompok ;
    Penjelasan : yang dimaksud dengan “anggota kelompok” adalah seorang atau lebih anggota kelompok.
  • Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  • Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  • Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  • Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

2. Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000 :

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Psl.7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung tidak penduduk sipil, berupa:

  • Pembunuhan;
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “pembunuhan” adalah sebagaimana tercantum dalam Psl. 340 KUHP.

  • Pemusnahan;
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “pemusnahan” meliputi perbuatan dengan sengaja, antara lain berupa perbuatan menghambat pemasokan barang makanan dan obat-obatan yang dapat menimbulkan pemusnahan pada sebagian penduduk.

  • Perbudakan;
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “perbudakan” dalam ketentuan ini termasuk perdagangan manusia, khususnya perdagangan wanita dan anak-anak.

  • Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa” adalah pemindahan orang-orang secara paksa dengan cara pengusiran atau tindakan pemaksaan yang lain dari daerah dimana mereka bertempat tinggal secara sah, tanpa didasari alasan yang diizinkan oleh hukum internasional.

  • Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.

  • Penyiksaan ;
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “penyiksaan” dalam ketentuan ini adalah dengan sengaja dan melawan hukum, menimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat, baik fisik maupun mental, terhadap seorang tahanan atau seseorang yang berada dibawah pengawasan.

    Dalam Penjelasan Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000 dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan “serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil” adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap pemduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi

  • Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;

  • Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

  • Penghilangan orang secara paksa, atau
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “penghilangan orang secara paksa” yakni penangkapan, penahanan atau penculikan seseorang oleh atau dengan kuasa, dukungan atau persetujuan dari negara atau kebijakan organisasi, diikuti oleh penolakan untuk mengakui perampasan kemerdekaan tersebut atau untuk memberikan informasi tentang nasib atau keberadaan orang tersebut, dengan maksud untuk melepaskan dari perlindungan hukum dalam jangka waktu yang panjang.

  • Kejahatan apartheid
    Penjelasan : Yang dimaksud dengan “kejahatan apartheid” adalah perbuatan tidak manusiawi dengan sifat yang sama dengan sifat-sifat yang disebutkan dalam Pasal 8 yang dilakukan dalam konteks suatu rezim kelembagaan berupa penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok rasial atas suatu kelompok atau kelompok-kelompok ras lain yang dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan rezim itu.

3. Perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (1) dan (2) UU No. 26 Tahun 2000

  • Pasal 42 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000
    Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada dibawah komando dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu :

    • Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan

    • Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

  • Pasal 42 ayat (2) UU No.26 Tahun 2000;
    Seorang atasan, baik polisi maupun sipil, bertanggungjawab secara pidana terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh bawahannya yang berada dibawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar, yakni :

    • Atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan

    • Atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

4. Percobaan, Permufakatan Jahat atau Pembantuan

Percobaan, permufakatan jahat atau pembantuan perbuatan dalam Pasal 8 atau Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000 dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40.25

SANKSI PIDANA YANG DAPAT DIJATUHKAN

Adapun Ancaman Pidana terhadap Perbuatan yg Merupakan Pelanggaran HAM yang Berat

  1. Pasal 36 UU No.26 Tahun 2000
    Perbuatan dalam Pasal 8 huruf a, b, c, d atau e dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun.

  2. Pasal 37 UU No.26 Tahun 2000
    Perbuatan dalam Pasal 9 huruf a, b, d, e atau j dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan paling singkat 10 tahun.

  3. Pasal 38 UU No.26 Tahun 2000
    Perbuatan dalam Pasal 9 hurudf c dipidana dengan pidana penjara paling 15 tahun dan paling singkat 5 tahun.

  4. Pasal 39 UU No.26 Tahun 2000
    Perbuatan dalam Pasal 9 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 5 tahun.

  5. Pasal 40 UU No.26 Tahun 2000
    Perbuatan dalam Pasal 9 huruf g, h, i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 10 tahun.

  6. Pasal 41 UU No.26 Tahun 2000 :
    Percobaan, permufakatan jahat atau pembantuan perbuatan dalam Pasal 8 atau Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40.

  7. Pasal 42 ayat (3) UU No. 26 Tahun 2000 :
    Perbuatan dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) diancam dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40.

Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro