Apa saja aspek dan faktor dari Moralitas?

moralitas

Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral adalah adanya keterampilan afektif itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan orang di sekitarnya.

Apa Saja Aspek dan Faktor Moralitas ?

Berdasarkan pendapat para ahli (Zubair, 1981; Kohberg, 1995; Simanjuntak, 1984 dalam Alfisah, 2004) bahwa aspek moral adalah:

  • Keinginan untuk bertanggung jawab
    Zubair (dalam Alfisah, 2004) mengatakan bahwa tanggung jawab adalah menanggung perbuatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Keinginan bertanggung jawab berarti seseorang telah menentukan, memastikan bahwa perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan karena itulah perbuatan yang dilakukannya. Dengan kata lain keinginan untuk bertanggung jawab adalah keinginan seseorang untuk mengerti dan berhadapan dengan perbuatannya, sebelum berbuat, selama berbuat dan bahkan sesudah berbuat. Simanjuntak (dalam Alfisah, 2004) mengatakan bahwa keinginan seseorang untuk mengatakan dengan jujur terhadap tindakan yang dilakukannya, berdasarkan pada penerangan dan tuntutan kata hatinya.

  • Keinginan untuk mendapatkan keadilan
    Zubair (dalam Alfisah, 2004) mengatakan bahwa keinginan untuk memberikan kepada orang lain mengenai sesuatu yang semestinya harus diterima oleh orang tersebut. Dengan demikian kedua belah pihak telah mendapatkan kesempatan yang sama untuk melaksanakan tugasnya tanpa rintangan dan paksaan.

    Selanjutnya Kohlberg (dalam Alfisah, 2004) mengatakan bahwa keinginan untuk mendapatkan keadilan adalah penghargaan utama terhadap nilai-nilai dan persamaan-persamaan derajat semua manusia serta hubungan timbal balik dalam hubungan antar manusia. Keinginan untuk mendapatkan keadilan merupakan tolak ukur yang mendasar dan universal. Artimya menggunakan keadilan sebagai prinsip utama dalam pendidikan moral dan memenuhi kriteria yang harus kebebasan dan keyakinan.

    Piaget (dalam Ali &Asrori, 2005: 87) menambahkan pula bahwa keadilan adalah suatu prinsip yang dimiliki seseorang yang mempunyai persamaan derajat yang ditandai adanya kematangan dalam hubungan antar pribadi dan sosial.

  • Keinginan untuk mengikuti peraturan
    Kohlberg (dalam Ali & Asrori, 2005: 100) mengatakan bahwa seseorang cenderung berusaha untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan dari lingkungan dengan bujukan sikap yang ingin loyal (setia) dan menjaga ketertiban sosial. Orang tersebut akan mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.

  • Keinginan untuk menyelesaikan tugas
    Keinginan untuk menyelesaikan tugas berkaitan dengan rasa tanggung jawab, namun lebih ditekankan pada pelaksanaan atau penyelesaian tugas yang dibebankan pada seseorang. Orang tersebut harus melaksanakan tugasnya sebaik mungkin sehingga perasaan-perasaan seperti malas, takut dan malu tidak mempunyai tempat di dalam diri orang tersebut.

Selain itu Piaget (dalam Ali & Asrori, 2005: 137) mengatakan bahwa moralitas mempunyai empat aspek, yaitu:

  • Kematangan. Kematangan ini merupakan perkembangan dari susunan saraf, misalnya kemampuan melihat dan mendengar disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan saraf yang bersangkutan.

  • Pengalaman. Pengalaman yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungannya maupun dengan dunianya.

  • Transmisi sosial. Transmisi sosial adalah pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial. Misalnya cara pengasuhan dan pendidikan dari orang lain yang diberikan kepada individu.

  • Ekuilibrasi. Ekuilibrasi merupakan kemampuan yang mengatur dalam diri individu, agar individu dapat selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Dengan demilikian aspek-aspek moralitas terdiri dari keinginan untuk bertanggung jawab, keinginan untuk mendapatkan keadilan, keinginan utntuk mengikuti peraturan, keinginan untuk menyelesaikan tugas. Disamping itu aspek-aspek moralitas juga terdiri dari kematangan pengalaman, transmisi sosial dan ekuilibrasi.

Faktor-faktor Moralitas


Berdasarkan pendapat para ahli (Gunarsa, 1987; Nilawati, 2004) faktor yang mempengaruhi moral adalah:

  • Intelegensi
    Nilawati (2004) mengemukakan bahwa dalam menghadapi situasi moral ataupun dilema moral. Seseorang akan berperilaku berdasarkan pertimbangan dan peneraran mengenai tindakan yang dilakukan kalau orang tersebut berada dalam situasi tertentu. Untuk dapat menganalisa situasi tersebut maka diperlukan suatu kemampuam kognitif. Sebagaimana diketahui individu dengan intelegensi yang rendah akan sulit memahami konsep moral dan mempengaruhi menilai suatu situasi. Seperti dikatakan Piaget dan Kolhberg (Ali & Asrori, 2005) bahwa perkembangan moral seseorang sejalan dengan perkembangan asfek kognitif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan kognitif mempengaruhi perkembangan perilaku moral.

  • Sosial budaya
    Tahap tertinggi yang dapat dicapai seseorang dipengaruhi oleh sosial budaya tertentu atau sejauh mana sosial budaya tersebut memberi kesempatan dan perangsang dalam meningkatkan tahap perkembangan penalaran moral. Seperti yang dikemukakan oleh Gunarsa (1987) bahwa fasilitas-fasilitas rekreasi yang terutama terdapat di kota besar seperti film dan televisi, banyak mempengaruhi norma-norma moral seseorang keadaan ini juga didukung dari pengaruh lingkungan rumah, sekolah dan teman sebaya.

  • Jenis kelamin
    Manusia diciptakan terdiri dari pria dan wanita yang keduanya berbeda secara badaniah dan psikologis serta peran yang akan diberikan oleh lingkungan masyarakat pada keduanya berbeda pula sesuai dengan kebudayannya. Oleh karena itu, dalam perkembangan moral keduanya juga memiliki perbedaan (Gunarsa 1987). Nilawati (2004) mengatakan bahwa kematangan moral merupakan hasil sosialisasi individu. Keadaan ini tercermin dari perbedaan sosialisasi antara pria dan wanita. Pria biasanya menyukai tantangan yang selalu memerlukan kekuatan fisik, sedangkan wanita biasanya dalam bergaul selalu mengutamakan perasaan terutama mengambil keputusan.

  • Segi keagamaan
    Gunarsa (1987) mengemukakan bahwa kejujuran dan perilaku moral lainnya yang diperlukan seseorang tidak ditentukan oleh kepandaian atau pengertian dan pengetahuan keagamaan yang dimiliki orang tersebut, melainkan bergantung sepenuhnya pada penghayatan dari nilai-nilai keagamaan dan perwujudan dalam perilaku dan hubungan dengan orang lain. Ajaran keagamaan dapat berupa petunjuk mana yang boleh dan wajar dilakukan dan dapat berupa pengontrolan untuk tidak melakukan sesuatu sesuai dengan keingginannya. Nilai-nilai keagamaan ini, yang diperoleh seseorang pada usia muda, dapat menetap menjadi pedoman prilaku di kemudian hari. Kalau pada mulanya kepatuhan didasarkan karena adanya rasa takut yang diasosiasikan dengan kemungkinan memperoleh hukuman, maka lama-kelamaan kepatuhan ini dapat dihayati sebagai bagian dari cara dan tujuan hidupnya.

Menurut Daradjat (dalam Beris, 2006) ada beberapa faktor penyebab kemerosotan moral remaja, yaitu:

  • Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap orang dalam masyarakat.
  • Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik.
  • Pendidikan moral yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya, baik di sekolah, rumah dan masyarakat.
  • Suasana rumah yang kurang baik.
  • Diperkenalkannya secara populer obat-obatan dan alat anti hamil.
  • Banyaknya tulisan, gambar, siaran, kesenian yang tidak mengindahkan dasar dan tuntutan moral.
  • Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dan cara yang baik dan membawakan kepada pembinaan moral remaja.
  • Tidak ada atau kurang lembaga-lembaga bimbingan dan penyuluhan bagi remaja.

Selanjutnya Kartono (1992) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat merusak moral remaja adalah:

  • Mereka berorientasi pada masa sekarang dalam arti menikmati masa muda sepuas-puasnya tanpa batasan moral dan agama.

  • Mereka kurang bersosialisasi dalam masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan dan tidak mampu bertanggung jawab secara sosial, karena dari kebanyakan mereka terganggu secara emosi.

  • Pada umumnya mereka sangat impulsif dan senang menyerempet bahaya dan mereka kurang memiliki disiplin diri, sebab mereka kurang mendapatkan arah dan bimbingan.

  • Penyimpangan perilaku disebabkan oleh kerusakan karakter anak yang menuntut kompensasi.

  • Anak-anak yang tidak pernah mampu menjalin relasi sosial yang dapat membahagiakan hati sendiri, mereka selalu dihantui oleh perasaan curiga, iri, dengki, permusuhan kepada siapa saja, selalu tidak puas dan murung.

Menurut Yusuf (2005) faktor yang mempengaruhi perkembangan moral seorang anak dipengaruhi faktor lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peran orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.

Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya sebagai berikut:

  • Konsistensi dalam mendidik anak
    Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan perilaku tertentu kepada anak. Suatu perilaku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.

  • Sikap orangtua dalam keluarga
    Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis) dan konsisten.

  • Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut
    Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam pengamalan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius, dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.

  • Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
    Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak agar berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orangtuanya.

Berdasarkan uraian di atas bahwa faktor-faktor moralitas yaitu intelegensi, jenis kelamin, segi keagamaan, sosial budaya. Selain itu terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan moral pada remaja yakni tidak ada atau kurangnya lembaga-lembaga bimbingan dan penyuluhan bagi remaja, kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap orang dalam masyarakat, keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik, pendidikan moral yang tidak terlaksana, suasana rumah yang kurang baik, diperkenalkannya secara populer obat-obatan dan alat anti hamil, banyaknya tulisan, gambar siaran, kesenian yang tidak mengindahkan dasar dan tuntutan moral, kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dan cara yang baik dan yang membawakan kepada pembinaan moral remaja.

Sumber:

Nilai moral adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai moral.

Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan moral pada diri individu dengan adanya interaksi aktifitas dari dalam dan luar individu. Seorang anak belum memiliki nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tentang apa yang dianggap baik dan buruk oleh kalangan sosialnya. Pengajaran moral terhadap remaja, tidak dapat diajarkan secara teori saja,melainkan diperlukan sebuah praktek. Remaja akan dapat cepat memahami sebuah ilmu baru dengan cara diberikan contoh langsung. Karena cara berpikir remaja adalah meniru.

Jika seorang remaja diajari mengenai moral baik, maka ajaklah ia ke lingkungan sosialisasi yang baik, sebagaimana pendapat Mohammad Ali dan Mohammad Asrori sebagai berikut, bahwa berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan moral dapat mempengaruhi perkembangan pada diri indvidu.

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai moral dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya. Baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai moral dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.

Perkembangan nilai moral dan sikap individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan.Karena lingkungan dapat membentuk karakter seseorang, baik itu secara psikologis, sosial, dan budaya. Jika suatu individu berada di lingkungan yang pergaulannya baik, sopan, menghormati, maka karakter yang terbentuk pada individu tersebut akan baik pula. Namun jika lingkungannya jahat, kasar, tidak memiliki sopan santun, maka karakter yang terbentuk akan seperti itu.

Lingkungan pembentukan karakter pada anak, tidak hanya di lingkungan tempatnya bermain.Namun keluarga dan sekolah pun memiliki andil dalam pembentukan karakter anak. Justru keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter anak.Karena nilai moral dan sikap individu tumbuh dan berkembang di dalamnya.

Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan moral pada diri individu dengan adanya interaksi aktifitas dari dalam dan luar individu. Seorang anak belum memiliki nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tentang apa yang dianggap baik dan buruk oleh kalangan sosialnya.