Apa Saja Aspek-Aspek Empati?

empati

Menurut Alfred Adler, empati adalah penerimaan terhadap perasaan orang lain dan dapat meletakkan diri kita pada tempat orang tersebut. Empati berarti to feel in, atau proses ketika kita berdiri sejenak pada ‘sepatu orang lain’ agar dapat merasakan bagaimana dalamnya perasaan orang tersebut.

Apa saja aspe-aspek empati ?

Menurut Sari & Eliza (2003) menjelaskan bahwa secara global ada dua komponen dalam empati, yaitu : Komponen afektif yang terdiri dari Perspektif Taking (PT) dan Fantasy (FS), sedangkan komponen afektif meliputi Empathic Concern (EC) dan Personal Distress (PD). Keempat aspek tersebut memili arti sebagai berikut :

  • Perspective tacking (Pengambilan perspektif)
    Perspective tacking merupakan kecenderungan individu untuk mengambil sudut pandang psikologis orang lain secara spontan. Menurut Mead (dalam Davis, 1983) menekankan pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku yang non-egosentrik, yaitu perilaku yang tidak berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi perilaku yang berorientasi pada kepentingan orang lain. Sedangkan menurut Coke (dalam Davis, 1983) menyatakan bahwa perspective taking berhubungan dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa.

  • Fantasy (Imajinasi)
    Fantasy merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film atau cerita yang dibaca atau ditontonnya. Menurut Stotlan (dalam Davis, 1983) mengemukakan bahwa fantasy merupakan aspek yang berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong.

  • Empathic concern (Perhatian Empatik)
    Empathic concern merupakan orientasi seseorang terhadap orang lain berupa simpati, kasihan, dan peduli terhadap orang lain yang mengalami kesulitan. Aspek ini juga merupakan cermin dari perasaan kehangatan yang erat kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain.

  • Personal distress (Distress Pribadi)
    Personal distress menekankan pada kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak menyenangkan. Personal Distress yang tinggi membuat kemampuan sosialisasi seseorang menjadi rendah. Agar seseorang dapat berempati, ia harus mengamati dan mengintepretasikan perilaku orang lain. Ketepatan dalam berempati sangat dipengaruhi kemampuan seseorang dalam mengintepretasikan informasi yang diberikan orang lain mengenai situasi internalnya yang dapat diketahui melalui perilaku dan sikap-sikap mereka.