Apa saja asas-asas otonomi daerah?

Otonomi daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Apa saja asas-asas otonomi daerah ?

1. Asas desentralisasi

Desentralisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

  1. sistem pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah;
  2. penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang dsb); –politik pengakuan adanya hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri pada badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah tertentu.

Kesimpulannya, desentralisasi adalah pemberian wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Tujuan diterapkannya asas desentralisasi dalam otonomi daerah:

  • Menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
  • Memelihara keutuhan negara
  • Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan demokrasi dalam pemerintahan
  • Mempercepat pembangunan daerah
  • Menjadi sarana pendidikan politik dan tempat untuk ikut serta masyarakat daerah dalam pemerintahan

Manfaat adanya desentralisasi dalam otonomi daerah adalah membantu tugas pemerintah negara dalam menjalankan pemerintahan.

2. Asas Dekonsentrasi

Dekonsentrasi dalam KBBI: pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada wilayah, instansi vertikal tingkat atas kepada pejabat daerah. Menurut Undang-undang NO. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu.

3. Tugas Pembantuan

Menurut Undang-undang NO. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa

http://krsmwn.blogspot.co.id/2014/01/asas-asas-otonomi-daerah.html

Otonomi Daerah


Pada era Orde Baru pelaksanaan desentralisasi serta demokratisasi kurang berhasil. Ketika memasuki Era Reformasi, maka banyak orang yang percaya bahwa di era ini akan terjadi perubahan kearah yang lebih demokratis di seluruh lapisan serta aspek kehidupan masyarakat. Sebuah era dimana berbagai perubahan besar pada tata kehidupan sosial politik bangsa ini banyak dilakukan. Produk Orde Baru yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat yang sedang berubah ini kemudian diganti atau bahkan dihilangkan sama sekali, termasuk berbagai peraturan serta perundang-undangannya. Perubahan-perubahan tersebut dimaksudkan untuk membawa bangsa ini menuju sebuah era masyarakat yang lebih demokratis. Salah satu hal yang juga ikut berubah dalam arus besar ini adalah mengenai kebijakan Otonomi Daerah.

Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang No.5 Tahun 1974, ternyata tidak membawa hasil yang memuaskan. Karena yang terjadi adalah Otonomi Daerah hanya menjadi sebuah formalitas untuk memberikan kesan demokratis pada sosok Orde Baru. Otonomi Daerah tidak menjadikan daerah mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri, karena yang terjadi adalah pemerintah daerah hanya menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah pusat dan sangat sentralistik. Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerahpun di era Orde Baru menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca reformasi 1998. Banyaknya perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari desentralisasi kekuasaan pemerintahan mendorong pemerintah untuk secara sungguh‐sungguh merealisasikan konsep otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekwen mengingat wacana dan konsep otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya republik ini.

Merunut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan di daearah. Hanya saja semangat para penyelenggara pemerintahan masih jauh dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri. Bahasa yang digunakan pun belum seringkas dan selugas otonomi daerah, masih seputar bagaimana mengatur urusan rumah tangga.

Kemudian lahirnya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian dianggap membawa semangat demokrasi didalamnya karena memuat kebijakan Otonomi Daerah, yang akan memberikan kewenagan yang luas kepada Daerah untuk mengatur dan menata Rumah tangganya sendiri. Artinya Undang-undang ini kemudian membawa dua hal pokok dalam kehadirannya yakni adanya Otonomi Daerah yang merupakan konsekuensi logis dari dianutnya asas Desentralisasi, serta adanya jiwa demokratis yang terkandung di dalamnya.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang ini juga menyatakan bahwa daerah otonom adalah kewenangan daerah otonom daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingn masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan.

Asas-asas Otonomi Daerah


Adapun asas pokok dalam pelaksanaan otonomi daerah yang telah berkembang di dalam Negara dewasa ini:

1. Asas Desentralisasi
Menurut Hanif Nurcholis, desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hirarki organisasi (pemerintah pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya (pemerintah daerah). Diartikan sebagai penyerahan urusan dari pemerintah pusat kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya. Penyerahan ini bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan, keuangan serta sebagai pendemokratisasian pemerintahan, untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Menurut Agus Salim Andi Gadjong asas desentralisasi adalah sebagai berikut:

  • Desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan dari pusat ke daerah
  • Desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan
  • Desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasan dan kewenangan
  • Desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan

2. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan. Sebab terjadinya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat atau aparatnya untuk melaksanakan wewenang tertentu dilakukan dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintah pusat di daerah, sebab pejabat- pejabat atau aparatnya merupakan wakil pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan.

3. Asas Medbewind
Medbewind adalah adalah keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah yang kewenangannya lebih luas dan lebih tinggi di daerah tersebut. Tugas pembantuan adalah salah satu wujud dekonsentrasi, akan tetapi pemerintah tidak membentuk badan sendiri untuk itu, yang tersusun secara vertikal.

Adapun yang menjadi prinsip penerapan kebijakan otonomi daerah adalah sebagai berikut (Syukarni, 2002):

  • Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah.

  • Penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan kepada daerah. Kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah harus dipertegas.

  • Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.

  • Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan intitusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah.

  • Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan Negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari sumber penerimaan yang berkait dengan kakayaan alam, pajak dan retribusi, serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.

  • Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah pusat yang bersifat block grant, pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.

  • Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni social sebagai suatu bangsa.