Apa saja faktor-faktor dan alasan-alasan penyebab perceraian?

Perceraian

Perceraian merupakan suatu proses mengakhiri hubungan pernikahan yang sudah melalui tahap pertimbangan yang panjang antara seorang istri dan seorang suami. Namun apa saja alasan penyebab perceraian?

Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan penyebab-penyebab perceraian, diantaranya yaitu:

Williamson (1972) menjelaskan bahwa

Perceraian dapat terjadi karena the conflict of trivia yakni pertengkaran yang diawali oleh hal sepele misalnya istri selalu menuntut peningkatan ekonomi dengan adanya tuntutan pembelian suatu barang sehingga suami merasa bosan dan tidak nyaman lagi tinggal bersama istrinya.

Selain itu, di dalam hasil penelitian Raffela (2003) pun menjelaskan bahwa

Sumber dari konflik dalam perkawinan yakni adanya tekanan ekonomi yang tinggi dan umumnya berdampak pada timbulnya masalah keuangan, masalah anak, adaptasi terhadap pasangan, hubungan mertua dan ipar dan hubungan intim dengan pasangan.

Adapun menurut Puspitawati (2013), mengatakan bahwa terdapat 5 faktor penyebab perceraian yakni:

  1. Hidup berumah tangga dengan berbeda keyakinan.
  2. Krisis ekonomi dalam rumah tangga mengakibatkan tekanan ekonomi keluarga sehingga tidak tercukupinya kebutuhan keluarga sehari- hari.
  3. Istri tidak menarik lagi dimata suami sehingga suami beralih ke perempuan lain.
  4. Perselingkuhan yang diakibatkan adanya pihak ketiga yang merusak rumah tangga.
  5. Tidak mempunyai anak yang menyebabkan ketidaksempurnaan rumah tangga.

Teori lainnya dari Mc Cubbin dan Patterson (1987) yang menjelaskan komponen kejadian kehidupan keluarga yang memengaruhi stres di dalam keluarga yakni dibagi menjadi 9 permasalahan yakni:

  1. Masalah kesulitan pengasuhan.
  2. Kesulitan perkawinan.
  3. Kesulitan kehamilan dan membesarkan anak.
  4. Masalah keuangan dan usaha.
  5. Transisi pekerjaan keluarga.
  6. Kesulitan perawatan keluarga dan sakit.
  7. Kehilangan anggotan keluarga.
  8. Transisi keluar dan masuknya anggota keluarga.
  9. Masalah keluarga dan kaitannya dengan hukum.

Selain itu, menurut Nurul (2013), umumnya sosial dan budaya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan fungsi, ekonomi, peran, pekerjaan dan pendapatan di dalam keluarga yang berdampak pada terbukanya kesempatan mengakhiri suatu pernikahan.

Banyak peneliti yang menemukan bahwa karakteristik demografi seperti umur dan agama merupakan hal yang dipertimbangkan dalam mempertahankan ataupun mengakhiri pernikahan. Namun, disamping umur dan agama masih ada faktor lainnya yang berhubungan dengan perceraian seperti sosioekonomi. Berikut beberapa faktor yang berhubungan dengan perceraian.

  1. Umur pasangan ketika menikah
    Booth dan Edwards (1985) mengatakan bahwa dari semua bukti yang ada memperlihatkan bahwa dalam suatu pernikahan dimana umur pasangannya terbilang muda, kemungkinan untuk berakhir dengan perceraian lebih besar, khususnya pasangan yang berumur dibawah 18 tahun. Berdasarkan data dari hasil penelitian di Amerika pada tahun 1995 diketahui bahwa resiko perceraian dapat dilihat dari umur pasangan ketika menikah. Peneliti membaginya menjadi empat kategori umur yaitu

    1. dibawah 18 tahun (48%),
    2. 18-19 tahun (40%),
    3. 20-24 tahun (29%),
    4. diatas 25 tahun (24%).

    Kategori tersebut dapat diinterpretasikan bahwa perempuan yang ketika menikah berumur dibawah 18 tahun beresiko dua kali lipat untuk mengakhiri pernikahannya dengan bercerai dibanding perempuan yang berumur 25 tahun atau lebih tua ketika menikah.

  2. Lama pernikahan
    Salah satu faktor yang dapat memprediksi terjadinya perceraian yakni berasal dari perhitungan lama pernikahan. Literatur terdahulu menunjukkan bahwa resiko perceraian lebih besar dialami ketika usia pernikahan satu sampai lima tahun dan resikonya menurun setelah usia sepuluh tahun pernikahan.

    Resiko pernikahan jika dihubungkan pada lama pernikahan dapat digambarkan pada diagram yang fluktuasi dimana resiko bercerai yang paling tinggi yakni ketika usia pernikahan 2-3 tahun dan resikonya menurun pada usia pernikahan 25 tahun. Setelah periode usia tersebut, perceraian masih mungkin dapat terjadi pada usia pernikahan 30-40 tahun.

  3. Status sosial ekonomi.
    Penelitian terdahulu menemukan bahwa orang dengan pendidikan dan pendapatan yang tinggi serta status pekerjaan yang bagus memiliki laju kehancuran pernikahan yang lebih rendah (Norton&Glick 1979). Adapun Ross dan Sawhill (1975) memaparkan bahwa terdapat hubungan positif antara stabilitas pernikahan dengan pendapatan dimana keluarga dengan pendapatan yang tinggi memiliki resiko bercerai lebih kecil. Selain itu, jika dilihat dari sektor pendidikan diketahui bahwa pasangan yang ketika menikah memiliki status pendidikan yang rendah berdampak pada resiko bercerai lebih besar. Stress akibat ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup dan pencapaian pendidikan merupakan dua faktor yang berkontribusi dalam ketidakstabilan pada pernikahan (Glick & Norton 1977).

    Berbeda dengan literatur lainnya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goode (1982) dan Kephart (1955) bahwa dari 5 kategori jenis pekerjaan laki-laki yakni (1) profesional, (2) sales atauservice, (3) pekerjaan yang terampil (petugas kebakaran), (4) pekerjaan yang cukup terampil, (5) pekerjaan tidak terampil, yang memiliki resiko bercerai lebih besar yakni berasal dari kategori pekerjaan tidak terampil.