Apa saja Unsur-Unsur Fisik Puisi?

image

Puisi adalah sebuah seni tertulis. Dalam bentuk seni ini, seorang penyair menggunakan bahasa untuk menambah kualitas estetis pada makna semantis.

Apa saja Unsur-Unsur Fisik Puisi ?

A post was merged into an existing topic: Apa saja unsur-unsur yang ada dalam Puisi ?

Jawaban ini ditulis juga pada pertanyaan Apa saja unsur yang terdapat dalam sebuah Puisi ?.

1. Diksi

Diksi adalah kata-kata dalam puisi yang telah dipilih dan disusun oleh penyair dengan mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata-kata itu di tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. (Waluyo 2003)

Diksi adalah pemilihan kata dalam sajak. Diksi digunakan untuk mencurahkan pikiran setepat-tepatnya, mengekspresikan perasaan yang dapat menjelmakan pengalaman jiwa penyairnya (Pradopo 2002).

Oleh karena itu, unsur diksi berfungsi teramat penting dalam penulisan puisi. Kekuatan utama puisi terletak pada kecermatan penyair dalam dalam memilih kata untuk dapat mewakili ungkapan penyairnya setepat-tepatnya. Jadi, diksi adalah kata-kata yang dipilih dalam menulis puisi yang memiliki makna setepat-tepatnya untuk dapat mewakili perasaan, pikiran, dan maksud penyair.

2. Pengimajian

Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan,pendengaran, dan perasaan. Melalui pengimajian, apa yang dikatakan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).

  • Imaji visual menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti bisa dilihat.

  • Imaji auditif adalah penciptaan ungkapan penyair sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan.

  • Imaji taktil adalah penciptaan ungkapan penyair yang mampu memengaruhi perasaan sehingga pembaca terpengaruh perasaannya. (Waluyo 1987)

Senada dengan pernyataan Waluyo, Jabrohim, dkk. (2009) menyatakan bahwa pengimajian digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, menarik perhatian pembaca, serta memberi bayangan visual penyair dengan menggunakan gambaran-gambaran angan.

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendegaran, dan perasaan (Siswanto 2008).

Pengimajian adalah kata atau kumpulan kata pada puisi yang disusun untuk memberikan gambaran yang jelas, menimbulkan kesan konkret, dan menghidupkan apa yang diungkapkan oleh penyair sehingga terkesan nyata.

3. Kata Konkret

Kata konkret digunakan untuk membangkitkan imaji pembaca terhadap puisi yang tengah dihadapi. Imaji ini akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair. Adapun kata konkret dihadirkan oleh pengarang untuk menciptakan imaji pembaca. Kata konkret juga erat kaitannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair lihai mengonkretkan kata-kata, pembaca akan seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair sehingga pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisi (Waluyo 1987).

Sejalan dengan pendapat Waluyo, Jabrohim, dkk. (2009) mengungkapkan bahwa kata konkret merupakan kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca.
Berdasar pada berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata konkret dalam puisi merupakan kata-kata yang digunakan setiap penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca, sehingga pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisi.

4. Bahasa Figuratif (Majas)

Pradopo (2002) menyatakan bahwa dengan bahasa figuratif sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan memberikan kejelasan gambaran angan. Bahasa kias mempersamakan suatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan hidup.

Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kiasa atau lambing. Waluyo (1987)

Demi mendapatkan kepuitikan bahasa puisi, penyair melakukan pemilihan kata dan mengolahnya dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan bahasa figuratif (figurative language) atau biasa disebut majas. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Ada berbagai macam jenis bahasa figuratif.

Adapun pembagian bahasa figuratif menurut Altenbarnd adalah: simile, metafora, simile epik, alegori, personifikasi, metonimia, dan sinekdok. (Baribin 1990).

Berikut beberapa majas yang sering digunakan penyair dalam puisinya, yaitu simile, metafora, personifikasi, dan repetisi/pengulangan.

  • Simile atau Majas Perbandingan

    Simile atau majas perbandingan ialah menyamakan suatu hal dengan suatu hal lain dengan menggunakan kata pembanding, misalnya seperti, bagai, bak, seumpama, laksana, dan sebagainya.

    Angin Lembut
    akan kuberi nama siapakah dia, Tuhan
    angin lembut yang ramah itu
    ia tidak kasar seperti angin kemarau
    ia tidak menyakitkan seperti badan
    ia lembut dalam setetes embun

    Pada bait puisi Sadono di atas terdapat majas perbandingan dengan kata pembanding seperti sekaligus terdapat repetisi.

  • Metafora

    Metafora adalah majas yang menyamakan sesuatu hal dengan sesuatu hal lain tanpa menggunakan kata pembanding (Baribbin, 1990).

    bumi ini perempuan jalang
    yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
    ke rawa-rawamesum ini
    dan membunuhnya pagi hari
    (Subagio)

    Majas metafora pada puisi di atas adalah bumi dibandingkan dengan perempuan jalang, Kemudian pada baris berikutnya terdapat majas personifikasi, yaitu yang menarik laki-laki jantan dan pertapa.

  • Personfikasi

    Majas personifikasi sering digunakan penyair untuk menghidupkan puisinya. Baribin (1990) berpendapat bahawa personifikasi ialah mempersamakan benda dengan manusia, hal ini menyebabkan lukisan menjadi hidup, berperan menjadi lebih jelas, dan memberikan bayangan angan yang konkret.

  • Repetisi

    Majas repetisi adalah majas yang mengulang-ulang kata. Majas pengulangan digunakan untuk intensitas makna dan menjadikan puisi itu lebih indah.

Beberapa pemaparan di atas memberikan fungsi yang jelas tentang bahasa figuratif dalam puisi. Bahasa figuratif adalah susunan kata dalam puisi untuk mempersamakan satu hal dengan yang lain demi menimbulkan kesegaran bahasa, kesan hidup, dan kejelasan gambaran angan, serta untuk menarik perhatian.

5. Versifikasi

Menurut Jabrohim, dkk. (2009), versifikasi terdiri atas ritma, rima, dan metrum. Secara umum ritma (rhythm) dikenal sebagai irama, yaitu pergantian panjang-pendek, turun-naik, keras-lembut ucapan bunyi bahasa yang teratur. Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata.

Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu

  1. dinamika, yakni tekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu;
  2. nada, yakni tekanan tinggi rendahnya suara; dan
  3. tempo, yakni tekanan cepat lambatnya pengucapan kata.

Waluyo (1987) mengemukakan bahwa rima (rhyme) adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi dengan mempertimbangkan lambang bunyi. Pemilihan bunyi-bunyi ini mendukung perasaan dan suasana puisi.

Marjorie Boulton menyebutkan rima sebagai phonetic form. Jika bentuk fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas makna puisi. Rima adalah perulangan bunyi yang sama dalam puisi untuk menambah keindahan suatu puisi. Dalam rima dikenal perulangan bunyi yang cerah, ringan, dan mampu menciptakan suasana kegembiraan atau kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Selain itu, ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, membawa suasana kesedihan yang disebut cacophony.

Contoh efoni adalah

Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik daunan lepas

Puisi di atas sangat efoni karena adanya perpaduan bunyi vokal a, e, u. Kalau dibaca menimbulkan musik yang menarik, apalagi bila diiringi musik. Beberapa karya puisi seperti karya Taufik Ismail, Ebiet G Ade sering dinyanyikan.

Sedangkan kakafoni dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Menjelang dinihari
Malam yang pucat
Di bawah bulan yang pucat
Pelan-pelan
menggelap

Bayangan bumi
Diam-diam
Merayap

Kemerduan bunyi asonansi (persamaan bunyi vokal) dan aliterasi (persamaan bunyi konsonan) pada kutipan puisi di atas dikacaukan oleh kehadiran bunyi /k/,/p/,/t/,/s/ .

Selain itu, ada pula persamaan bunyi akhir setiap baris puisi yang sering disebut sajak. Contoh sajak akhir adalah sebagai berikut.

Ibuku janganlah kau cemburu
Hari sabtu yang akan datang ku akan membawanya padamu Panggillah ia dengan kata anakku
(Waluyo, 1987).

Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo 1987). Contohnya adalah pada puisi lama yang disebut pantun. Berikut ini contoh ritma dalam puisi lama:

Dari mana / punai melayang
Dari sawah / turun ke kali
Dari mana / kasih sayang
Dari mata / turun ke hati

Adapun metrum adalah irama yang tetap; pergantian irama yang sudah tetap menurut pola tertentu; pengulangan tekanan kata yang tetap yang sifatnya statis (Waluyo 1987).

Rima merupakan persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi.
Ritma merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi. ―

6. Tata Wajah (Tipografi)

Tipografi merupakan ukiran bentuk, yakni cara untuk menuliskan sebuah puisi atau sajak. Secara umum maksud tipografi yang pertama adalah untuk keindahan indrawi dan yang kedua dimaksudkan untuk lebih mengintensifkan makna, rasa, atau suasana puisi. Suharianto (1981).

Aminuddin (2009) mengemukakan bahwa tipografi adalah cara penulisan puisi untuk menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual. Peranan tipografi di samping untuk menampilkan aspek artistik secara visual, juga digunakan untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Tipografi juga berperan menunjukkan adanya loncatan gagasan dan memperjelas satuan makna tertentu yang ingin diungkapkan penyair.

Tipografi mencakupi penataan baris dan bait dalam puisi. Adapun penataan baris puisi berkaitan erat dengan enjambemen. Enjambemen merupakan peristiwa keterkaitan antara isi dua larik sajak yang berurutan; dua baris sajak yang menerangkan keterkaitan peristiwa (Lelasari 2008).

Aminuddin (2009) mengemukakan bahwa enjambemen merupakan pemenggalan larik suatu puisi yang dilanjutkan pada larik berikutnya. Ini menunjukkan bahwa enjambemen merupakan bagian dari unsur tipografi yang menjadi ciri khas penulisan puisi.

Tipografi diartikan sebagai perlambangan rasa, makna, dan nuansa tertentu dalam puisi yang divisualisasikan dalam tata bentuk baris dan bait puisi untuk memperjelas satuan makna tertentu yang ingin diungkapkan penyair.

Unsur fisik dalam sebuah puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.

Diksi (Pemilihan Kata)

Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan bunyinya, maupunhubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya.Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Kata- kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu.

Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis, yang memunyai efek keindahan, bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya (Waluyo, 1987).

  1. Kata Konotasi

    Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sebenarnya. Kata itu telah mengalami penambahan-penambahan, baik itu berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi, dan sebagainya. Kata-kata dalam puisi banyak menggunakan makna konotatif atau kiasan terkadang ada yang merupakan suatu perbandingan.

  2. Kata-Kata Berlambang

    Lambang atau simbol adalah sesuatu seperti lambang, tanda, ataupun kata yang menyatakan maksud tertentu, sering digunakan penyair dalam puisinya contoh, puisi Hujan Bulan Juni didalamnnya terdapat lambang-lambang itu, misalnya dinyatakan dengan kata hujan dan bunga. Hujan merupakan perlambangan bagi „kebaikan‟ atau „kesuburan‟. Sementara itu, bunga bermakna „keindahan‟.

Pengimajinasian

Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Dengan kata-kata yang digunakan penyair, pembaca seolah-olah:

  1. mendengar suara (imajinasi auditif)

  2. melihat benda-benda (imajinatif visual), atau

  3. meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil)

Kata Konkret

Kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas, jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan, setiap penyair berusaha mengonkretkan hal yang ingin dikemukakan agar pembaca membayangkan dengan lebih hidup apa yang dimaksudnya.

Cara yang digunakan oleh setiap penyair berbeda dari cara yang digunakan oleh penyair lainnya. Pengonkretan kata ini erat hubungannya dengan pengimajian, pelambangan dan pengiasan. Ketiga hal itu juga memanfaatkan gaya bahasa untuk memperjelas apa yang ingin dikemukakan.

Bahasa Figuratif (Majas)

Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif yang menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Majas (figurative language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Misalnya, untuk menggambarkan keadaan ombak, penyair menggunkan majas personifikasi.

Majas menjadikan suatu puisi lebih indah. Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena:

  1. bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif;
  2. bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca;
  3. bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair;
  4. bahasa figuratif adalah cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrine dalam Waluyo, 1987).

Versifikasi (Rima, Ritma, dan Metrum)

Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritma. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait. Dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu. Ritma puisi berbeda dari metrum (matra), metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap dan bersifat statis. Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan- gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus).

Menurut Situmorang (1983), ritma ialah iramasedangkan rima adalah sajak (persamaan bunyi). Peranan irama dan rima dalam puisi sangat penting dan sangat erat hubungannya dengan tema, rasa, nada, dan amanat.

Dalam kepustakaan Indonesia, ritma atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur, sedangkan rima atau sajak adalah persamaan bunyi (Tarigan, 1991).

Tata Wajah (Tipografi)

Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal ini tidak berlaku untuk tulisan berbentuk prosa. Baris-baris prosa dapat saja disusun seperti tipografi puisi, namun makna prosa tersebut akan berubah menjadi lebih kaya, jika prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Sebaliknya, jika tetap menafsirkan puisi sebagai prosa, tipografi tersebut tidak berlaku.

Cara sebuah teks ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan yang diperkuat oleh penyajian tipografi puisi. Dalam puisi-puisi kontemporer seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi itu dipandang begitu penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.