Apa respon masyarakat terhadap pemilu?

image

Summary

This text will be hidden

Terkait dengan hal tersebut, kiranya pemilu 2014 diharapkan menjadi lebih baik di bandingkan pemilu 2009. Menciptakan para pemimpin bangsa berkarakter negarawan tanpa mental korupsi dan gemar menghambur-hamburkan uang rakyat. Untuk itu, setidaknya terdapat 4 (emat) komponen yang bertangung jawab dalam mensukseskan pemilu 2014 yaitu, penyelenggara Pemilu (KPU dan Panwaslu), partai politik, pers dan masyarakat.

KPU dan Panwaslu merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab penuh dalam membentuk dan mengawasi penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dan profesional. Partai politik merupakan lembaga politik yang bertangggung jawab dalam memberikan pendidikan politik pada masyarakat melalui berbagai programnya dan kader-kader dengan kualitas dan mental yang tangguh.

Media merupakan lembaga yang bertangung jawab memberikan pengawasan terhadap penyelenggaran pemilu yang bersih, jujur adil, transparan dan profesional. Melalui pemberitaan yang dilakukan oleh media, masyarakat akan memperoleh gambaran umum terkait penyelenggaran pemilu. Termasuk menginformasikan rekam jejak calon-calon legislatif. Dengan demikian, masyarakat memiliki pengetahuan dan lebih mengenal calon wakil-wakil mereka. Media memegang peran penting untuk mengawal pelaksanaan pemilu 2014 sehingga dapat berjalan dengan baik dan berkualitas.

Selain itu, media sebagai pemberi informasi harus dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga dapat menggugah partisipasi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Untuk itu, lembaga-lembaga ini bertanggung jawab dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat dan menekan golput pada pemilu 2014. Motivasi tersebut dapat diberikan dalam bentuk pendidikan politik. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 02 tahun 2008 dalam pasal 3 disebutkan bahwa partai politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.

Di sadari bahwa Pemilu baik Pileg, Pilpres, maupun Pilkada peran serta masyarakat menjadi sangat penting. Sukses tidaknya pelaksanaan Pemilu salah satunya ditentukan bagaimana partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat dalam suatu kegiatan.

Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, di atur pula dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll.

Menurut Budiardjo (2009:367) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara yang secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Dengan demikian partisipasi politik erat kaitanya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah.

Sedangkan menurut Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of The Social Sciences (Budiardjo,1996:183) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukkan kebijakan umum

Terkait dengan hal tersebut, salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pemilu di Tanah Air dewasa ini adalah menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu. Kondisi itu setidaknya dapat terlihat dari beberapa hasil pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) sebelumnya, yaitu Pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik masyarakat mencapai 92,74 persen, Pemilu 2004 dengan 84,07 persen, dan Pemilu 2009 dengan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71 persen.

Fenomena menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu itu setidaknya juga tergambarnya dari pelaksanaaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2013. Setidaknya, angka partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada berkisar antara 50-70 persen. Sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan Pemilu sangatlah diharapkan. Terutama, dalam rangka memberikan sosialisasi yang tepat kepada masyarakat tentang arti pentingnya Pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seluruh elemen bangsa ini tentu berharap partisipasi politik masyarakat akan tetap tinggi pada Pemilu 2014, baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk itu, berbagai lembaga baik milik pemerintah maupun non pemerintah harus mampu membentuk pemilih yang cerdas. Melalui pemilih yang cerdas diharapkan akan terpilih pula wakil-wakil rakyat yang berintegritas dan berkualitas tinggi.

Akhir kata keterlibatan secara maksimal partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak politiknya (memilih) menjadi tanggung jawab semua pihak, untuk itu mari manfaatkan momentum Pemilu 2014 untuk memilih dan menghukum kandidat dan parpol berdasarkan track record kontribusi terhadap Bangsa dan negara. Semoga lahir pemimpin-pemimpin negarawan yang tidak mengedepankan kepentingan semata kelompok dan golongannya saja, tetapi mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, terutama kesejahteraan dan Keutuhan Rakyat Indonesia.

*) Arman Ndupa adalah alumnus pascasarjana KSI Universitas Indonesia dan pemerhati masalah sosial politik.