Apa pertimbangan kebijakan pemerintah dalam menentukan dan membuat program PTNBH pada kampus?

Apakah PTN BH baik untuk pendidikan ataukah sebaliknya?

Secara umum, PTN-BH berarti perguruan tinggi negeri yang dimaksud bisa mencari dana tambahan dalam menjalankan aktivitas kampus – pembangunan infrastruktur, pembayaran listrik, iuran air, membayar gaji dosen dan pegawai, dan lain-lain – dari pihak-pihak luar kampus (dalam hal ini adalah korporasi) sebab dana subsidi dari pemerintah secara perlahan dikurangi. Diversifikasi sumber pendanaan ini mengawali keterlibatan institusi swasta untuk memenuhi permintaan masyarakat dan pendidikan tinggi yang meningkat dari tahun ke tahun.

Aktor swasta yang berperan disini semakin menambah dinamika di antara perguruan tinggi, maka yang terjadi adalah semua perguruan tinggi beramai-ramai melakukan branding dan berusaha memperoleh akreditasi terbaik dengan memperbaharui seluruh infrastrukur kampus. Sayangnya, pemenuhan kualitas tersebut (sering dikatakan sebagai world class university, selanjutnya disingkat WCU) tidaklah mudah, sebab memerlukan sumber daya dan dana yang tak sedikit. Proses menuju WCU tersebut malah semakin memperkecil peran pemerintah karena syarat keunggulan manejerial dan asal pendanaan. Jelas saja hal ini membuat akses masyarakat kelas menengah dan kelas bawah ke perguruan tinggi menjadi terancam.

Dalam jurnal berjudul “The Liberalization of Education Under the WTO Services Agreement (GATS): A Threat to Public Educational Policy?”, dijelaskan bahwa pendidikan (yang merupakan hak setiap manusia) harusnya bisa diakses secara optimal oleh semua orang. Lebih lanjut, pendidikan yang berkualitas tinggi secara positif bisa mempengaruhi kondisi tenaga kerja terutama dalam bidang ekonomi. Selain itu, pendidikan lebih dari sekedar mencari ilmu pengetahun : akses merata untuk setiap lapisan masyarakat dalam menempuh pendidikan, kesempatan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, jaminan kompetensi mahasiswa untuk terjun mengabdi ke masyarakat, dan banyak lagi.

Kampus PTN-BH punya kewenangan lebih dalam mengelola keuangannya, apalagi dengan adanya aktor swasta dengan bantuan finansial yang sangat menjanjikan. Tapi, ujung-ujungnya (sebagai feedback) kita harus rela melihat kampus dimasuki oleh korporasi, mendirikan bangunan yang tak seharusnya ada. Anggaplah seperti bangunan restoran cepat saji atau kedai kopi kemahalan seperti yang saya mimpikan itu. Bagi mahasiswa berkantong tebal, makan di tempat seperti itu tentu saja tak masalah. Tapi bagaimana dengan mahasiswa yang berkantong cekak dan keuangan pas-pasan? Kantin-kantin kecil yang biasanya ada dengan harga makanan yang sangat terjangkau dan para penjual yang menggantungkan hidupnya pada kantin ini harus berganti menjadi tempat makan dengan harga yang selangit.