Apa Perbedaan Sosiologi Marxis dan Sosiologi Post-Marxis?

image
Dalam dunia sosiologi ada istilah sosiologi marxis dan sosiologi post-marxis.

Apa perbedaan sosiologi marxis dan sosiologi post-marxis?

Di atas kita telah membahas—meskipun hanya sedikit—pemikiran marxisme tentang beberapa realitas sosial dan ekonomi-politik yang penting berdasarkan landasan materialisme historis. Pada bagian ini, penulis ingin menanggapi perkembangan sosiologi atau ilmuilmu sosial perspektif borjuis, juga menjawab berbagai kaum dan tren intelektual di dua kubu marxis. Barisan intelektual dengan ideologinya ini dalam hal tertentu sangat konservatif, reaktif, dan kelihatan jelas keberpihakannya pada kaum borjuasi dan tatanan sosialnya. Kita sepakati saja tren pemikiran itu sebagai “Post- Marxist ”.

Istilah “Post-Marxist ” mengacu pada kaum yang secara teoretis maupun praktis mencoba mengkritik, menolak, dan membelokkan teori marxisme dan landasan perjuangan kelas kaum buruh menuju sosialisme. Pemikiran ini perlu kita bahas karena merupakan tren yang pernah terjadi di lingkungan akademisi, intelektual, dan bahkan aktivis sosial-politik. Tren pemikiran ini jelas lahir dari kepentingan kelas juga karena pada faktanya kita bisa menemukan perkembangannya yang diasuh oleh oganisasi-organisasi sosial semacam Non-Govermental Organization (NGO/LSM) atau lembaga-lembaga atau pusat penelitian “independen”. Lembagalembaga ini disubsidi oleh donatur-donatur penting dari yayasan kapitalis global dan lembaga-lembaga pemerintahan yang mempromosikan neo-liberalisme. Mereka sangat aktif menyerang, merevisi, dan membelokkan teori marxis dan memajukan ideologi- ideologi yang sesuai dengan agenda neo-liberal dari patron-patron pendananya.

Oleh James Petras, komponen-komponen teoretis (-ideologis) post-marxisme bisa diringkas sebagai berikut:

  1. Sosialisme adalah sebuah kegagalan dan semua teori kemasyarakatan secara umum menyalahkan jika ada yang akan mengulanginya lagi. Ideologi-idelogi adalah sesuatu yang salah (kecuali pos-marxisme!) karena ideologi merefl eksikan sebuah dunia pemikiran yang didominasi oleh suatu sisem ras atau gender;
  2. Penekanan kaum Marxis pada kelas-kelas sosial adalah “reduksionis” karena kelas-kelas melarutkan. Hal yang terpenting adalah pendekatan kebudayaan yang berakar pada perbedaan identitas (ras, etnis, gender, dan seksual);
  3. Negara adalah musuh demokrasi dan kebebasan. Negara merupakan bentuk korup dan tidak efi sien yang menggerogoti kesejahteraan sosial dan pasar. Masyarakat sipil adalah pelaku utama demokrasi dan perubahan sosial;
  4. Perencanaan terpusat mendatangkan dan menghasilkan birokrasi yang menghalangi pertukaran barang di antara para produsen . Pasar dan pertukaran pasar mungkin dengan aturan-aturan yang terbatas, dapat membuat konsumsi yang lebih besar dan distribusi yang lebih efi sien;
  5. Perjuangan Kiri tradisional adalah korup dan menghasilkan rezim-rezim yang otoriter yang kemudian menyubordinasikan masyarakat sipil. Perjuangan lokal merupakan satu-satunya jalan bagi perjuangan demokratis untuk perubahan, dengan menggunakan petisi atau tekanan pada para penguasa nasional dan internasional.
  6. Revolusi selalu berakhir dengan buruk atau tidak mungkin bisa berhasil, perubahan sosial akan memperkuat reaksi provokatif dari penguasa. Alternatifnya adalah dengan berjuang mengonsolidasikan transisi demokratis untuk menyelamatkan proses pemilihan umum (jalan parlementarian);
  7. Solidaritas kelas adalah bagian dari ideologi masa lalu yang mencerminkan politik realitas masa lalu. Kelas-kelas sudah tidak ada lagi. Bentuk yang ada sekarang adalah fragmen-fragmen penduduk daerah tempat grup-grup (identitas) tertentu dan daerah mengusahakan self-help dan saling berhubungan untuk survive berbasiskan kerja sama dengan pendukung dari luar. Solidaritas sebagai sebuah persilangan kelas adalah gestur/gerak kemanusiaan semata;
  8. Perjuangan kelas dan konfrontasi tidak menghasilkan sesuatu yang nyata. Hanya akan menyebabkan kekalahan dan kegagalan. Lembaga-lembaga kerja sama internasional dan milik pemerintah dengan proyek-proyeknya yang khusus akan menghasilkan kemajuan produksi;
  9. Anti-imperialisme juga merupakan milik masa lalu yang sudah waktunya mati. Dalam ekonomi global yang terjadi sekarang ini, tidak mungkin menyerang pusat-pusat ekonomi dunia. Dunia sudah berkembang secara saling tergantung dan dibutuhkan kerja sama internasional yang lebih besar lagi dalam mentransfer kapital, teknologi, dan untuk saling mengenal negara kaya ke negara-negara miskin; dan
  10. Pengorganisasian kerakyatan tidak boleh tertutup dalam mengorganisasi orang-orang miskin dan saling belajar tukar pengalaman. Mobilisasi internal harus berbasiskan pendanaan eksternal. Kaum profesional harus memproduksi desaindesain program dan mengamankan keuangan eksternal untuk mengorganisasi grup-grup lokal. Tanpa bantuan luar negeri, grup-grup lokal dan kaum profesional akan gagal dan hancur.