Apa perbedaan antara muhrim dan mahram?

muhrim

Hubungan antara wanita dan pria diatur dalam tegas di dalam ajaran agama islam. Hukum tersebut bersumber dari Al-Quran dan Hadist Rasul. Namun didalamnya terdapat istilah muhrim dan mahram.

Apa perbedaan antara muhrim dan mahram ?

Muhrim dan mahram, adalah dua istilah yang sering terbalik-balik dalam percakapan masyarakat. Terutama mereka yang kurang perhatian dengan bahasa Arab. Padahal dua kata ini artinya jauh berbeda. Memang teks arabnya sama, tapi harakatnya beda.

  1. Muhrim (huruf mim dibaca dhammah dan ra’ dibaca kasrah) artinya orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah memasuki daerah miqat, kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan menghindari semua larangan ihram, orang semacam ini disebut muhrim. Dari kata Ahrama – yuhrimu – ihraaman – muhrimun.

  2. Mahram (huruf mim dan ra’ dibaca fathah) artinya orang yang haram dinikahi karena sebab tertentu.

Pertama kami ingatkan, bahwa penggunaan istilah yang benar adalah mahram bukan muhrim. Karena muhrim artinya orang yang melakukan ihram, baik untuk umrah atau haji. Sedangkan mahram, Imam an-Nawawi memberi batasan dalam sebuah definisi berikut,

Setiap wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, disebab sesuatu yang mubah, karena statusnya yang haram. (Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 9:105)

Kemudian beliau memberikan keterangan untuk definisi yang beliau sampaikan:

  • Haram untuk dinikahi selamanya : Artinya ada wanita yang haram dinikahi, namun tidak selamanya. Seperti adik istri atau bibi istri. Mereka tidak boleh dinikahi, tetapi tidak selamanya. Karena jika istri meninggal atau dicerai, suami boleh menikahi adiknya atau bibinya.

  • Disebabkan sesuatu yang mubah : Artinya ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang tidak mubah. Seperti ibu wanita yang pernah disetubuhi karena dikira istrinya, atau karena pernikahan syubhat. Ibu wanita ini haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan mahram. Karena menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, karena ketidaktahuan bukanlah perbuatan yang mubah.

  • Karena statusnya yang haram : Karena ada wanita yang haram untuk dinikahi selamanya, namun bukan karena statusnya yang haram tetapi sebagai hukuman. Misalnya, wanita yang melakukan mula’anah dengan suaminya. Setelah saling melaknat diri sendiri karena masalah tuduhan selingkuh, selanjutnya pasangan suami-istri ini dipisahkan selamanya. Meskipun keduanya tidak boleh nikah lagi, namun lelaki mantan suaminya bukanlah mahram bagi si wanita.

Adapun wanita yang tidak boleh dinikahi karena selamanya ada 11 orang ditambah karena faktor persusuan. Tujuh diantaranya, menjadi mahram karena hubungan nasab, dan empat sisanya menjadi mahram karena hubungan pernikahan.

  • Pertama, tujuh wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan nasab:

    Ibu, nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.
    Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.
    Saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau seibu.
    Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.
    Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.
    Bibi dari jalur bapak (‘ammaat).
    Bibi dari jalur ibu (Khalaat).

  • Kedua, empat wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan pernikahan:

    Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan seterusnya ke atas, meskipun hanya dengan akad
    Anak perempuan istri (anak tiri), jika si lelaki telah melakukan hubungan dengan ibunya
    Istri bapak (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), dan seterusnya ke atas
    Istri anak (menantu perempuan), istri cucu, dan seterusnya kebawah.
    Demikian pula karena sebab persusuan, bisa menjadikan mahram sebagaimana nasab. (Taisirul ‘Alam, Syarh Umdatul Ahkam, hal. 569)

Catatan:

  1. Saudara ipar apakah mahram (muhrim):
    Saudara ipar bukan termasuk mahram. bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar berhati-hati dalam melakukan pergaunlan bersama ipar. Dalilnya: Ada seorang sahabat yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hukum kakak ipar?”
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saudara ipar adalah kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Maksud hadis: Interaksi dengan kakak ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan kehancuran. Karena orang bermudah-mudah untuk bebas bergaul dengan iparnya, tanpa ada pengingkaran dari orang lain. Sehingga interaksinya lebih membahayakan daripada berinteraksi dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan keluarga. Kondisi semacam ini akan memudahkan mereka untuk terjerumus ke dalam zina.

  2. Sepupu bukan mahram
    Karena itu, dalam islam kita dibolehkan menikahi sepupu.

  3. Istri paman atau suami bibi, bukan mahram.
    Misal: Adi punya paman (Rudi), istri Rudi bukan mahram bagi Adi. Atau Wati punya bibi (Ida), suami Ida bukan mahram bagi Wati.