Apa penyebab kemunduran tradisi keilmuan umat Islam ?

Memasuki abad 18 dunia Islam mengalami kemunduran pada tingkat terendah yang kemudian umat Islam menjadi bangsa terjajah oleh bangsa-bangsa Barat. Lalu apa penyebab kemunduran tradisi keilmuan islam ?

Abad ke-18 dalam sejarah Islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban Islam secara universal. Seperti yang diungkapkan oleh Lothrop Stoddard, bahwa menjelang abad ke-18, dunia Islam telah merosot ke tingkat yang terendah. Islam tampaknya sudah mati, dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan takhayul yang merendahkan martabat umatnya. Ia menyatakan seandainya Muhammad bisa kembali hidup, dia pasti akan mengutuk para pengikutnya sebagai kaum murtad dan musyrik.

Pernyataan Stoddard di atas menggambarkan begitu dahsyatnya proses kejatuhan peradaban dan tradisi keilmuan islam yang kemudian menjadikan umat islam sebagai bangsa yang dijajah oleh bangsa – bangsa Barat. Runtuhnya bangunan tradisi keilmuan islam secara garis besar dapat diterangkan karena adanya sebab – sebab berikut.

Dalam bukunya, The Recontruction Of Religious Thought In Islam Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat Islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa Islam adalah dinamis dan berkembang. Ia selanjutnya mengungkapkan bahwa semua aliran pemikiran Muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawaih mengenai kehidupan sebagai suatu gerak evolusi dengan Ibn Khaldun mengenai sejarah.

Jika asumsi Iqbal di atas bisa diterima, tepat yang dilukiskan oleh Amin Abdullah tentang sifat kedinamisan ilmu ketika ia menyatakan menurut telaah filsafat ilmu, hampir semua jenis kegiatan ilmu, baik natural sciences maupun social sciences, bahkan religious sciences, selalu mengalami apa yang disebut dengan shifting paradigm (pergeseran gugusan pemikiran keilmuan). Kegiatan ilmu selamanya bersifat historis, lantaran dibangun, dirancang, dan dirumuskan oleh akal budi manusia yang juga bersifat historis. Yang dimaksud bersifat historis adalah terikat ruang dan waktu, terpengaruh oleh perkembangan pemikiran dan perkembangan kehidupan sosial yang mengitari penggal waktu tertentu. Dengan begitu, sangat dimungkinkan terjadinya perubahan, pergeseran, perbaikan, perumusan kembali, nasikh dan mansukh, serta rancang bangun epistemologi keilmuan. Jika tidak demikian, maka kegiatan keilmuan akan mandeg dengan sendirinya alias statis.

Sebab lain yang menyebabkan kehancuran tradisi keilmuan Islam adalah persepsi yang keliru dalam memahami pemikiran Al-Ghazali. Orang umumnya mengecam Al-Ghazali karena ia menolak filsafat seperti yang ia tulis dalam Tahafut al-Falasifahnya. Padahal ia sebenarnya menawarkan sebuah metode yang ilmiah dan rasional, dan juga menekankan pentingnya pengamatan dan analisis, serta sifat skeptis. Hal ini misalnya ia tuangkan dalam karyanya berjudul al-Munqidz min al-Dlalal. Selain itu umat Islam juga tidak memperhatikan karya Ibn Rushd (Thafaut al-Thafaut), yang membela Aristotelianisme dan mengecam kritik Al-Ghazali kepada filsafat. Seandainya orang mau meluangkan waktunya untuk mengkaji karya Ibn Rushd itu, barangkali kemerosmerotan di kalangan umat Islam tidak akan separah sekarang ini.

Fiqih merupakan ilmu pertama yang dikembangkan oleh umat Islam. Keempat sumbernya yang pertama yaitu Alquran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, merupakan sumber hukum tetap. Namun karena sifatnya yang tetap itulah kaum Muslim harus menggunakan metode deduktif untuk sampai kepada keputusan mengenai masalah – masalah khusus, dan pada saat yang sama metode induktif kehilangan semangatnya. Di masa dekadensi, kegiatan intelektual sedang mencapai titiknya yang terendah, tidaklah mengeherankan jika orang kemudian menjadi bersikap dogmatis dan taklid secara membuta.

Para penguasa seringkali merasa takut dengan tersebar luasnya pendidikan dan pengetahuan di kalangan massa yang dapat menggerogoti kekuasaan mereka yang mutlak. Munculnya orang – orang yang pandai dan terampil menyebabkan longgarnya golongan elit feodal dan keagamaan. Dengan membuka kesempatan baru bagi masyarakat dan menawarkan cara yang baru sama sekali untuk memperoleh pengaruh melalui pengetahuan dan bukan melalui pewarisan, maka penyebarluasan ilmu dan teknologi menghantam akar dasar kekuasaan golongan yang memnpunyai hak – hak istimewa.

Referensi :