Apa pengertian film?

Sering kali kita melakukan sesuatu walaupun tidak tahu makna aslinya.
image

Film, juga dikenal sebagai movie, gambar hidup, film teater atau foto bergerak, merupakan serangkaian gambar diam, yang ketika ditampilkan pada layar akan menciptakan ilusi gambar bergerak karena efek fenomena phi. Ilusi optik ini memaksa penonton untuk melihat gerakan berkelanjutan antar objek yang berbeda secara cepat dan berturut-turut . Proses pembuatan film merupakan gabungan dari seni dan industri. Sebuah film dapat dibuat dengan memotret adegan sungguhan dengan kamera film; memotret gambar atau model miniatur menggunakan teknik animasi tradisional; dengan CGI dan animasi komputer; atau dengan kombinasi beberapa teknik yang ada dan efek visual lainnya.

Kata sinema “sinema”, yang merupakan kependekan dari sinematografi, sering digunakan untuk merujuk pada industri film, pembuatan film dan seni pembuatan film. Definisi sinema zaman sekarang merupakan seni dalam simulasi pengalaman untuk mengkomunikasikan ide, cerita, sudut pandang, rasa, keindahan atau suasana dengan cara direkam dan gambar bergerak yang di program bersamaan dengan penggerak sensorik lainnya.

image

Film adalah gambar-hidup yang juga sering disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid.

secara harafiah film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie = grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.

Film adalah sekedar gambar yang bergerak, adapun pergerakannya disebut sebagai intermitten movement, gerakan yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik. Film menjadi media yang sangat berpengaruh, melebihi mediamedia yang lain, karena secara audio dan visual dia bekerja sama dengan baik dalam membuat penontonnya tidak bosan dan lebih mudah mengingat, karena formatnya yang menarik.

Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya.

Film merupakan alat komunikasi massa yang muncul pada akhir abad ke-19. Film merupakan alat komunikasi yang tidak terbatas ruang lingkupnya di mana di dalamnya menjadi ruang ekspresi bebas dalam sebuah proses pembelajaran massa. Menurut Sobur kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, yang membuat para ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi membentuk suatu pandangan dimasyarakat dengan muatan pesan di dalamnya. Hal ini didasarkan atas argument bahwa film adalah potret dari realitas di masyarakat.

Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikanya ke dalam layar. Menurut Hafied Cangara, film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk sebuah acara yang disiarkan melalui telefisi, dalam kemampuan visualisasinya dan didukung oleh audio yang khas, sangat efektif sebagai media hiburan dan juga sebagai media pendidikan serta penyuluhan dengan jangkauan tempat dan penonton yang berbeda juga sangat luas.

Kemudian diteruskan oleh Redi Panuju dengan mengatakan bahwa jika surat kabar bersifat visual dan radio bersifat audio, maka film merupakan gabungan dari keduanya yaitu gabuangan antara audio dan visual. Dengan demikian film masuk pada golongan media yang bernama the audio visual media.

Film merupakan transformasi dari gambaran kehidupan manusia. Kehidupan manusia penuh dengan simbol yang mempunyai makna dan arti berbeda, dan lewat simbol tersebut film memberikan makna yang lain lewat bahasa visualnya.

Film juga merupakan sarana ekspresi indrawi yang khas dan efisien, aksi dan karateristik yang dikomunikasikan dengan kemahiran mengekspresikan image yang ditampilkan dalam film yang kemudian menghasilkan makna tertentu yang sesuai konteksnya.

Jenis-jenis Film

Keragaman jenis film secara umum dikenal beberapa jenis seperti yang dikatakan Anne berikut ini:

  1. Film Laga (Action) Jenis film ini biasanya berisi adegan adegan berkelahi yang menggunakan kekuatan fisik atau supranatural.

  2. Film Petualangan (Adventure) Jenis film ini biasanya berisis cerita tentang seotang tokoh yang melakukan perjalanan, memecahkan teka- teki.

  3. Film Komedi (Comedy) Unsur utama jenis film ini adalah komedi yang kadang tidak memperhatikan logika cerita dengan preoritas dapat menjadikan penonton tertawa.

  4. Film Kriminal (Crime) Jenis film ini berfokus pada seseorang pelaku criminal. Biasanya diangkat dari cerita criminal dunia yang melegenda.

  5. Film Dokumenter (Documentary) Film ini dikategorikan sebagai film yang momotret suatu kisah secara nyata tanpa dibungkus karakter atau setting fiktif.

  6. Film Fntasi (Fantasy) Jenis film ini biasanya didominasi oleh situasi yang tidak biasa dan cenderung aneh.

  7. Film Horor (Horror) Jenis film ini menghibur penontonnya dengan mengaduk-aduk rasatakut dan ngeri, ceritanya selalu melibatkan sebuah kematian dan ilmu-ilmu ghaib.

Film Sebagai Gambaran Realitas Sosial

Jika ditinjau dari segi perkembangan fenomenalnya, akan terbukti bahwa peran yang dimainkan oleh sebuah film dalam memenuhi kebutuhan tersembunyi para penontonnya memang besar. Perlu dicatat bahwa diantara sekian banyak unsur formatif bukanlah unsur teknologi dan iklim sosial yang paling penting, melainkan kebutuhan yang dipenuhi serita film tersebut bagi suatu kelas sosial tertentu hal ini dikemukakan oleh McQuail.

Seiring bertambah majunya seni pembuatan film dan lahirnya seniman film yang makin handal, banyak film kini telah menjadi suatu narasi dan kekuatan besar dalam membentuk klise massal. Hal ini disebabkan pula adanya unsur idiologi dari pembuat film diantaranya unsur budaya, sosial, psikologis, penyampaian bahasa film, dan unsur yang menarik ataupun merangsang imajinasi khalayak.

Isi dalam sebuah media dilihat sebagai penggambaran simbolik (symbol representation) dari suatu budaya, sehingga apa yang disampaikan dalam media massa mencerninkan opini publik, dalam hal ini ideologi memberikan persfektif untuk memandang realitas sosial. Media juga mengekspresikan nilai-nilai ketetapan normatif yang ada dalam masyarakat. Menurut Alex Sobur16 media memang merupakan pembentuk realitas sosial, namun realitas yang disampaikan media adalah realitas yang sudah diseleksi, yaitu realitas tangan kedua. Dengan demikian media massa mempengaruhi pembentukan citra mengenai lingkungan sosial yang tidak seimbang, bias dan tidak cermat.

Dalam hal ini film dianggap sebagai medium yang sempurna untuk mengekspresikan realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis. Sehubungan dengan pemikiran diatas ada sebuah teori yang menjelaskan tentang pembentukan sebuah realitas sosial dalam masyarakat Berger dan Luckman. Dua orang sosiolog ini mencetuskan pemikiran yang menjadi sebuah teori yang menjelaskan tentang konstruksi realitas sosial dalam suatu masyarakat.

Film Sebagai Komunikasi Massa

Definisi paling sederhana dari komunikasi massa diungkapkan oleh Bittner “Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang”. Sedangkan Dominick (1996) mengutarakan bahwa komunikasi merupakan sebuah organisasi kompleks yang dengan bantuan dari satu atau lebih mesin membuat dan menyebarkan pesan publik yang ditujukan kepada audiens berskala besar serta bersifat heterogen dan tersebar. Meletze sendiri kemudia memberi definisi dari komunikasi massa dapat diartikan sebagai bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada populasi dari berbagai komunitas yang tersebar.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan kegiatan seseorang atau suatu organissasi yang memproduksi serangkaian pesan dengan bantuan media massa yang ditujukan kepada sejumlah orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen.

Film adalah salah satu media komunikasi massa, film mempresentasikan realitas dari kehidupan masyarakat. film dapat mengambarkan berbagai dimensi kehidupan dimasyarakat termasuk representasi seseeorang tokoh Dani dalam Film Bercanda Dengan Nyawa. Menurut Bittner seperti yang dikutip oleh Jalaludin rahmat. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.

Umpan balik pada komunikasi massa bersifat tertunda atau tidak langsung, artinya komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikan tangkapan khalayak bisa diterima lewat telepon, email atau surat pembaca, itu menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat inderect.

Sebagaimana media massa pada umumnya film merupakan cermin atau jendela masyarakat dimana media massa itu berada. nilai norma dan gaya hidup yang berlaku dimasyarakat akan disajikan dalam film yang diproduksi, film juga berkusasa menetapkan nilai nilai budaya yang penting dan perlu dianut oleh masyarakat, bahkan nilai nilai yang merusak sekalipun.

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan lainnya.

Selain itu, ada beberapa tokoh yang mendefinisikan film dengan berbagai macam pemikirannya. Menurut Arsyad (2003) film merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam frame, dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri.

Lain halnya menurut Baskin (2003) film merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa dari berbagai macam teknologi dan berbagai unsur-unsur kesenian. Film jelas berbeda dengan seni sastra, seni lukis, atau seni memahat. Seni film sangat mengandalkan teknologi sebagai bahan baku untuk memproduksi maupun eksibisi ke hadapan penontonnya.

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang menampilkan serangkaian gambar bergerak dengan suatu jalan cerita yang dimainkan oleh para pemeran yang diproduksi untuk menyampaikan suatu pesan kepada para penontonnya.

Unsur Film

Menurut Krissandy (2014) ada dua unsur yang membantu kita untuk memahami sebuah film di antaranya adalah unsur naratif dan unsur sinematik, keduanya saling berkesinambungan dalam membentuk sebuah film. Unsur ini saling melengkapi, dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pembentukan film.

  1. Unsur Naratif, berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Oleh karena itu, setiap film tidak akan pernah lepas dari unsur naratif. Unsur ini meliputi pelaku cerita atau tokoh, permasalahan dan konflik, tujuan, lokasi, dan waktu.
  • Pemeran/tokoh. Dalam film, ada dua tokoh penting untuk membantu ide cerita yaitu pemeran utama dan pemeran pendukung. Pemeran utama adalah bagian dari ide cerita dalam film yang diistilahkan protagonis, dan pemeran pendukung disebut dengan istilah antagonis yang biasanya dijadikan pendukung ide cerita dengan karakter pembuat masalah dalam cerita menjadi lebih rumit atau sebagai pemicu konflik cerita.

  • Permasalahan dan konflik. Permasalahan dalam cerita dapat diartikan sebagai penghambat tujuan, yang dihadapi tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, biasanya di dalam cerita disebabkan oleh tokoh antagonis. Permasalahan ini pula yang memicu konflik antara pihak protagonis dengan antagonis. Permasalahan bisa muncul tanpa disebabkan pihak antagonis.

  • Tujuan. Dalam sebuah cerita, pemeran utama pasti memiliki tujuan atau sebuah pencapaian dari karakter dirinya, biasanya dalam cerita ada sebuah harapan dan cita-cita dari pemeran utama, harapan itu dapat berupa fisik ataupun abstrak (nonfisik).

  • Ruang/lokasi. Ruang dan lokasi menjadi penting untuk sebuah latar cerita, karena biasanya, latar lokasi menjadi sangat penting untuk mendukung suatu penghayatan sebuah cerita.

  • Waktu. Penempatan waktu dalam cerita dapat membangun sebuah cerita yang berkesinambungan dengan alur cerita.

  1. Unsur Sinematik, adalah unsur yang membantu ide cerita untuk dijadikan sebuah produksi film. Karena unsur sinematik merupakan aspek teknis dalam sebuah produksi film. Ada empat elemen yang mendukung unsur sinematik, diantaranya yaitu:
  • Mise-en-scene. Sebagai mata kamera, karena meliputi segala hal yang ada di depan kamera. Mise-en-scene memiliki empat elemen pokok yaitu, setting atau latar, tata cahaya, kostum dan make-up, dan akting atau pergerakan pemain

  • Sinematografi, adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan antara kamera dengan obyek yang akan diambil gambarnya.

  • Editing. Proses penyatuan dan pemberian efek pada sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya.

  • Suara, yaitu Segala hal dalam film yang mampu ditangkap melalui indera pendengaran.

Jenis Film

Film memiliki beberapa jenis penyampaian pesan dan penyampain makna itu semua tergantung seperti apa cara penyampaian yang akan dibuat. Pratista (2008) membagi film menjadi tiga jenis yakni: film dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental. Pembagian ini didasarkan atas cara penyampaiannya, yaitu naratif (cerita) dan non-naratif (non cerita). Film fiksi memiliki struktur naratif yang jelas, sementara film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur narasi yang jelas. Berikut ini penjelasan deskripsinya:

  1. Film Dokumenter
    Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh antagonis maupun protagonis.

  2. Film Fiksi
    Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep pengadegan yang telah dirancang sejak awal. Struktur film biasanya terikat dengan kausalitas. Cerita juga biasanya memiliki karakter (penokohan) seperti antagonis dan protagonis, jelas sangat bertolak belakang dengan jenis film dokumenter.

  3. Film Eksperimental
    Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua jenis film lainnya. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka. Film-film eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri.

Sejak awal kemunculannya film terbukti memiliki kemampuan membius penontonnya secara hebat (Ismail, 1983).

Fiske pun menuturkan bahwa terbukti hingga kini film tetap dikenal seantero dunia dan tetap bertahan di tengah hiruk-pikuk media di dunia (Fiske, 1990). Merujuk pada Alkhajar, sudah semenjak tahun 1930an, Paul Rotha menyatakan bahwa film merupakan penemuan teknologi terbesar sepanjang masa dimana keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari dua arah yang melingkupinya secara bersamaan: budaya dan komersial. Dalam abad kedua puluh satu ini, film yang juga merupakan salah satu bentuk budaya kontemporer telah menjadi industri bernilai ribuan dollar Amerika (Alkhajar, 2010: 1).

Film mahir membuat kejutan dan ketakjuban. Budi Irawanto mencatat bahwa hal demikian nampaknya dialami pula oleh para pengunjung di ruang bawah tanah Grand Café di Boulevard de Capucines No. 14 Perancis, ketika seabad silam Lumiere Bersaudara mempertontonkan “hasil percobaannya” kepada para pengunjung kafe itu. Pertunjukkan yang diiklankan kembali sebagai “keajaiban gambar hidup” itu dalam kenyataannya membuat penonton takjub, tertawa-tawa dan juga riuh karena terkagetkaget. Saat itu, untuk pertama kalinya film dipertontonkan dengan membayar dan konon, keuntungan yang ditangguk lewat tontonan itu mencapai tiga juta franc. Peristiwa pada 28 Desember 1895 ini menjadi titik awal film sebagai medium hiburan yang tak kunjung surut popularitasnya hingga kini (Irawanto, 1999: v)

Namun demikian ada satu hal yang pasti bahwa film bukanlah sebuah entitas yang netral dan bebas nilai. Film tidak pula lahir dari ruang kosong. Lebih dari itu, film merupakan media yang efektif dalam membawa pesan-pesan yang memang dilekatkan dan ditanamkan padanya untuk kemudian disampaikan kepada segenap penontonnya (Alkhajar, 2011: 61).

MAKNA FILM
Pada masa pandemi kali ini, kita semua dihadapkan pada keadaan untuk menghindari kerumuman dan area publik. Oleh karena itu, banyak dari kita yang memutuskan untuk berada di rumah saja. Untuk menghindari kebosanan, banyak orang yang memanfaatkan waktu mereka dengan melakukan hobi baru seperti memasak, berkebun, memelihara hewan, bersepada, bahkan menonton film.
Menurut UU No 8 Tahun 1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop), lakon (cerita) gambar hidup.
Dapat disimpulkan bahwa Film adalah sebuah karya seni dan media komunikasi yang menceritakan sebuah lakon (gambar hidup) dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloida atau bahan lainnya dan ditayangkan dengan sistem mekanik, eletronik, atau lainnya.

Sejarah dan Perkembangan Film
Film yang ditemukan pada akhir abad ke-19 dan terus berkembang hingga hari ini merupakan ‘perkembangan lebih jauh’ dari teknologi fotografi. Perkembangan penting sejarah fotografi telah terjadi di tahun 1826, ketika Joseph Nicephore Niepce dari Perancis membuat campuran dengan perak untuk membuat gambar pada sebuah lempengan timah yang tebal. Thomas Alva Edison (1847-1931) seorang ilmuwan Amerika Serikat penemu lampu listrik dan fonograf (piringan hitam), pada tahun 1887 terinspirasi untuk membuat alat untuk merekam dan membuat (memproduksi) gambar. Edison tidak sendirian. Ia dibantu oleh George Eastman, yang kemudian pada tahun 1884 menemukan pita film (seluloid) yang terbuat dari plastik tembus pandang. Tahun 1891 Eastman dibantu Hannibal Goodwin memperkenalkan satu rol film yang dapat dimasukkan ke dalam kamera pada siang hari. Alat yang dirancang dan dibuat oleh Thomas Alva Edison itu disebut kinetoskop (kinetoscope) yang berbentuk kotak berlubang untuk menyaksikan atau mengintip suatu pertunjukan. Lumiere Bersaudara kemudian merancang peralatan baru yang mengkombinasikan kamera, alat memproses film dan proyektor menjadi satu. Lumiere Bersaudara menyebut peralatan baru untuk kinetoskop itu dengan “sinematograf” (cinematographe). Peralatan sinematograf ini kemudian dipatenkan pada tahun 1895. Pada peralatan sinematograf ini terdapat mekanisme gerakan yang tersendat (intermittent movement) yang menyebabkan setiap frame dari film diputar akan berhenti sesaat, dan kemudian disinari lampu proyektor. Di masa awal penemuannya, peralatan sinematograf tersebut telah digunakan untuk merekam adegan-adegan yang singkat. Misalnya, adegan kereta api yang masuk ke stasiun, adegan anak-anak bermain di pantai, di taman dan sebagainya.
Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan membayar berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada 28 Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di dunia. Meskipun usaha untuk membuat “citra bergerak” atau film ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895, bahkan sejak tahun 130 masehi, namun dunia internasional mengakui bahwa peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di dunia.
Film kemudian dipandang sebagai komoditas industri oleh Hollywood, Bollywood dan Hongkong. Di sisi dunia yang lain, film dipakai sebagai media penyampai dan produk kebudayaan, dampaknya adalah film akan dilihat sebagai artefak budaya yang harus dikembangkan, kajian film membesar, eksperimen-eksperimen pun didukung oleh negara. Kelompok terakhir ini menempatkan film sebagai aset politik guna media propaganda negara. Oleh karena itu di Indonesia Film berada di bawah pengawasan departemen penerangan dengan konsep lembaga sensor film.
Di Indonesia, film pertama kali diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep". Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang dengan tema film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan. Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926, dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” yang diproduksi oleh NV Java Film Company, adalah sebuah film cerita yang masih bisu. Agak terlambat memang, karena pada tahun tersebut di belahan dunia yang lain, film-film bersuara sudah mulai diproduksi. Kemudian, perusahaan yang sama memproduksi film kedua mereka dengan judul “Eulis Atjih”.
Pertengahan ‘90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan maraknya sinetron di televisi-televisi swasta. Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Namun di sisi lain, kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif juga dalam dunia film Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas film-film independen. Film-film yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film-film mulai diproduksi dengan spirit militan. Pada Tanggal 19 Desember 2009 Film Laskar Pelangi meraih Penghargaan sebagai Film Terbaik se-Asia Pasifik di Festival Film Asia Pasifik yg diselenggarakan di Taiwan.

Klasifikasi Film
A. Menurut Jenis Film

  1. Film Cerita (Fiksi)
    Film cerita merupakan film yang dibuat atau diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Kebanyakan atau pada umumnya film cerita bersifat komersial. Pengertian komersial diartikan bahwa film dipertontonkan di bioskop dengan harga karcis tertentu. Artinya, untuk menonton film itu di gedung bioskop, penonton harus membeli karcis terlebih dulu. Demikian pula bila ditayangkan di televisi, penayangannya didukung dengan sponsor iklan tertentu pula.
  2. Film Non Cerita (Non Fiksi)
    Film noncerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya. Film non cerita ini terbagi atas dua kategori, yaitu
    a. Film Faktual : menampilkan fakta atau kenyataan yang ada, dimana kamera sekedar merekam suatu kejadian. Sekarang, film faktual dikenal sebagai film berita (news-reel), yang menekankan pada sisi pemberitaan suatu kejadian aktual.
    b. Film dokumenter : selain fakta, juga mengandung subyektifitas pembuat yang diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa, sehingga persepsi tentang kenyataan akan sangat tergantung pada si pembuat film dokumenter tersebut.
    B. Menurut Cara Pembuatan Film
  3. Film Eksperimental
    Film Eksperimental adalah film yang dibuat tanpa mengacu pada kaidah-kaidah pembuatan film yang lazim. Tujuannya adalah untuk mengadakan eksperimentasi dan mencari cara-cara pengucapan baru lewat film. Umumnya dibuat oleh sineas yang kritis terhadap perubahan (kalangan seniman film), tanpa mengutamakan sisi komersialisme, namun lebih kepada sisi kebebasan berkarya.
  4. Film Animasi
    Film Animasi adalah film yang dibuat dengan memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain, seperti boneka, meja, dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi.
    C. Menurut Tema Film
  5. Drama
    Tema ini lebih menekankan pada sisi human interest yang bertujuan mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut. Tidak jarang penonton yang merasakan sedih, senang, kecewa, bahkan ikut marah.
  6. Action
    Tema action mengetengahkan adegan-adegan perkelahian, pertempuran dengan senjata, atau kebutkebutan kendaraan antara tokoh yang baik (protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga penonton ikut merasakan ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga terhadap kemenangan si tokoh.
  7. Komedi
    Tema film komedi intinya adalah mengetengahkan tontonan yang membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak. Film komedi berbeda dengan lawakan, karena film komedi tidak harus dimainkan oleh pelawak, tetapi pemain biasa pun bisa memerankan tokoh yang lucu.
  8. Tragedi
    Film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau nasib yang dialami oleh tokoh utama pada film tersebut. Nasib yang dialami biasanya membuat penonton merasa kasihan / prihatin / iba.
  9. Horor
    Film bertemakan horor selalu menampilkan adegan-adegan yang menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding karena perasaan takutnya. Hal ini karena film horor selalu berkaitan dengan dunia gaib / magis, yang dibuat dengan special affect, animasi, atau langsung dari tokoh-tokoh dalam film tersebut.

Referensi: