Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2005).
Rakhmat (2007), menyimpulkan definisi sikap dalam 5 (lima) kelompok, yaitu :
-
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap suatu obyek.
-
Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu obyek ; menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan ; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari
-
Sikap relatif lebih menetap.
-
Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
-
Sikap timbul dari pengalaman, artinya tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, sikap dapat diperteguh atau diubah (Rakhmat, 2007).
CIRI-CIRI SIKAP
Adapun sikap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
-
Sikap tidak dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyek tersebut. Sifat ini membedakan sikap dengan motif-motif biogenetis seperti : lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain-lain penggerak kegiatan manusia yang menjadi pembawaan sejak dilahirkan.
-
Sikap dapat berubah-ubah, karena itu dapat dipelajari orang. Sikap dapat berubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap tersebut.
-
Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
-
Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap itu dapat berkenaan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan dengan sederetan obyek-obyek yang serupa.
-
Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
Sikap dapat merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap obyek tersebut. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak seperti halnya sikap, pengetahuan mengenai suatu obyek baru menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju ke suatu tujuan, berusaha mencapai tujuan. Sikap dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan dan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu.
PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN SIKAP
Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya atau dengan sembarangan saja. Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Yang dimaksudkan dengan interaksi sosial di luar kelompok ialah interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai pada manusia tersebut melalui alat- alat komunikasi seperti : surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain-lain. Tetapi pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi di luar kelompoknya sendiri, belum cukup menyebabkan berubahnya sikap atau terbentuknya sikap baru. Faktor-faktor lain yang turut memegang peranan adalah faktor-faktor intern di dalam pribadi manusia itu sendiri, yakni selektifitas (daya pilih) atau minat perhatian untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia itu. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap lainnya yang sudah terdapat dalam diri pribadi orang itu (Gerungan, 1988).
Didalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau kelompok. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia dengan obyek tertentu. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap :
1.Faktor-Faktor Internal
Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectifity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap lain didalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.
Motif adalah sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakkan atau membangkitkan sehingga individu berbuat sesuatu, yang timbul karena adanya kebutuhan dari dalam individu itu atau ditentukan oleh hubungan individu itu dengan lingkungan, dalam hal ini individu lain atau benda.
2. Faktor-Faktor Eksternal
Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya : interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia itu sendiri yang sampai pada manusia itu melalui alat-alat komunikasi, seperti surat kabar, radio, televisi, majalah dan sebagainya. Jadi dalam pembentukan dan perubahan sikap, faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern pribadi individu memegang peranan penting.
Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat dibentuk dan diubah dalam interaksi kelompok (terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia) dan karena komunikasi massa dimana terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.
I. Interaksi Kelompok
Proses interaksi dalam kelompok cenderung menghasilkan norma-norma yang seragam dan menjadi dasar sikap-sikap anggota kelompok tersebut. Dalam perkembangannya, seseorang mungkin mempunyai kelompok yang sekaligus menjadi reference-group dan membership-group misalnya, pada kelompok keluarga. Kelompok keluarga menjadi kelompok pegangan hidup seseorang dimana dalam kelompok ini orang tersebut merasa adanya hubungan batin karena norma-norma dan nilai-nilai kehidupan serta sikap-sikap keluarga terhadap bermacam-macam hal sesuai dengan diri pribadi orang tersebut. Kelompok keluarga disini, menjadi reference-group.
Bersamaan dengan itu, orang tersebut secara nyata dan formal adalah anggota keluarganya, dimana orang itu mengadakan interaksi tiap-tiap hari dan secara lahir juga ikut serta dengan kegiatan kelompok (keluarga sebagai membership-group). Demikian halnya perkembangan pribadi individu. Individu pertama-tama mengalami proses sosialisasi diri dalam kerangka kehidupan keluarga. Individu memperoleh norma-norma dan sikap tertentu pertama-tama di dalam lingkungan keluarga. Tetapi suatu saat, seseorang mungkin harus meninggalkan kelompok keluarga atau berjauhan dari keluarga. Di tempat dimana orang itu datangi, orang tersebut akan menggabungkan diri dengan kelompok baru. Misalnya, sebuah kelompok mahasiswa. Sekarang kelompok mahasiswa, dimana ornag tersebut bergabung secara formal, secara lahir menjadi membership-group orang itu. Biasanya kelompok mahasiswa itu sudah mempunyai norma-norma dan nilai-nilai kehidupan kelompok yang berlainan dengan nilai dan norma-norma kehidupan kelompok keluarga orang itu.
Ada 2 (dua) kemungkinan yang akan terjadi pada orang tersebut : 1) Menetap pada norma dan sikap-sikap kehidupan kelompok keluarga (reference-group), atau 2) Melepaskan norma dan sikap-sikap reference- group (keluarga) dan menyesuaikan dirinya dengan norma-norma dan sikap-sikap dari membership-group (kelompok mahasiswa), sehingga dengan demikian orang tersebut menyetujui norma/sikap yang baru. Hal ini berarti bahwa reference-group orang itu bukan lagi kelompok keluarga melainkan kelompok mahasiswa, ini disebut dengan shifting of reference-groups. Jadi sikap seseorang pertama-tama dapat berubah karena shifting of reference-groups itu (Gerungan, 1988).
Interaksi kelompok memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk berkomunikasi antarpribadi, antara orang yang satu dengan orang yang lain baik perorangan maupun kelompok. Di dalam pelayanan kesehatan, komunikasi antarpribadi ini terjadi antara petugas kesehatan atau health provider dengan client atau kelompok masyarakat dan para anggota masyarakat. Komunikasi antarpribadi merupakan pelengkap komunikasi massa. Artinya pesan-pesan kesehatan yang telah disampaikan lewat media massa (televisi, radio, koran, dan sebagainya) dapat ditindaklanjuti dengan melakukan komunikasi antarpribadi, misalnya dengan penyuluhan kelompok dan konseling.
II. Adanya Komunikasi Sepihak atau Komunikasi Massa
Menurut Hovland dan Weiss yang menyelidiki pengaruh penyebaran berita yang isinya sama oleh sumber pemberitaan yang berlainan, maka walaupun isi komunikasi itu sama, apabila sumbernya dianggap lebih dapat dipercaya, maka pemberitaan itu lebih dapat diterima daripada apabila dikomunikasikan oleh sumber yang dianggap tidak dapat dipercaya. Jadi sikap terhadap sumber komunikasi itu ternyata memegang peranan penting dalam penerimaan isi komunikasi. Suatu masalah lain yang penting dalam hubungan ini adalah mengenai persoalan, apakah di dalam menjalankan tugas memberi informasi, sumber informasi harus mengadakan kesimpulan mengenai sikap yang hendak disampaikan, ataukah kesimpulan itu harus ditarik sendiri oleh pendengar atau audience.
Berdasarkan hasil eksperimen, Hovland memperoleh kesimpulan bahwa :
- Apabila isi komunikasi itu rumit (tak mempunyai struktur dan susunan yang jelas), maka komunikatorlah yang harus menarik kesimpulan itu.
- Apabila isi komunikasi itu tidak ada hubungan yang erat dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar, maka komunikator hendaknya menarik kesimpulan itu. Akan tetapi apabila orang-orang itu terlibat sendiri ke dalam isi komunikasi, maka pendengarlah yang sebaiknya dipersilahkan menarik kesimpulan.
Suatu penyeledikan yang lain, oleh Janis dan King, menyelediki bagaimana peranan seorang mediator dalam meneruskan isi penerangan itu, bukan orang yang melancarkan isi penerangan itu sendiri. Hasil penyelidikan menyatakan bahwa mediator yang meneruskan penerangan memberikan manfaat yang lebih baik apabila mereka itu mendapat outline (garis besar) saja mengenai sikap-sikap yang ingin dikomunikasikan. Jadi sebaiknya jangan isi sikap itu diberikan secara terinci, tetapi hanya outlinenya saja, karena dengan memberi outline saja, mediator itu diberi kesempatan untuk mencari argumen-argumen, alasan-alasan sendiri yang memperteguh keyakinan mediator sendiri akan sikap baru tersebut. Dengan peneguhan keyakinan mediator, maka hasil penerusan itu lebih berkeyakinan dan lebih berpengaruh dalam mengubah sikap tersebut (Gerungan, 1988).
Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat dilihat pada 5 (lima) prinsip umum berikut :
-
Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti : predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.
-
Karena faktor-faktor tersebut, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
-
Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
-
Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah.
-
Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah- masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh (Rakhmat, 2007).
Komunikasi massa juga merupakan salah satu bentuk komunikasi kesehatan, yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan kepada khalayak atau masyarakat. Komunikasi melalui media massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal, meskipun mungkin lebih efisien. Komunikasi melalui media massa, khususnya di negara- negara berkembang seperti Indonesia masih banyak kendalanya. Kendala yang paling utama adalah tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat yang masih rendah, oleh karena itu kadang-kadang pesan pembangunan termasuk pesan kesehatan sulit dipahami oleh masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
Makin tinggi pendidikan, makin cenderung orang mendengarkan radio atau menonton film, sementara TV diminati oleh semua kelompok pendidikan (Gollin dan Bloom, 1985 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Makin terdidik orang, akan cenderung membaca pagi dan sore (Einsiedel, 1983 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Orang yang berpendidikan banyak menghabiskan waktu untuk membaca koran, namun lebih banyak lagi untuk majalah dan buku (Robinson, 1975 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Pendidikan juga berpengaruh terhadap preferensi format dan isi media (Mobley, 1984 dalam Mutmainah dan Fauzi, 1997). Media yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa atau lebih populer disebut media massa ini bermacam-macam antara lain : media cetak, seperti : koran, majalah, jurnal, selebaran, dan lain-lain, media elektronik seperti : radio, televisi, internet, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Makin berpendidikan seseorang, makin tinggi kecenderungan untuk menggunakan media cetak, sebaliknya dengan yang berpendidikan rendah. Orang yang berpendidikan lebih menyukai argumen yang kompleks dan canggih, sebaliknya yang berpendidikan rendah hanya membutuhkan penjelasan sederhana. Media massa berfungsi untuk memperteguh keyakinan yang ada, dan hanya salah satu bagian yang mempengaruhi seseorang hal tersebut. Media massa tidak mempengaruhi massa secara seragam, pengaruh media massa berbentuk aktivasi (proses menjadikan orang melakukan apa yang sebenarnya cenderung akan dilakukan), penguatan (memperkuat apa yang sebetulnya sudah diyakini benar dan konversi (perubahan sikap sama sekali). Perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa meliputi perubahan kognitif (penerimaan informasi), perubahan afektif (perubahan perasaan dan sikap) dan perubahan behavioral (menyangkut perilaku) (Mutmainah dan Fauzi, 1997).
KOMPONEN SIKAP
Travers (1977), Gagne (1977) dan Cronbach (1977) sependapat bahwa sikap melibatkan 3 (tiga) komponen yang saling berhubungan dan diterima sampai saat, yaitu :
-
Komponen cognitive, berupa pengetahuan, kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep yang berhubungan dengan obyek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek.
-
Komponen affective, menunjuk pada emosional atau evaluasi orang terhadap obyek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut terhadap obyek.
-
Komponen behaviour atau conative, kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Travers, et.al. 1977, dalam Ahmadi, 1999).
FUNGSI SIKAP
Fungsi sikap dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :
-
Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.
-
Sebagai alat pengatur tingkah laku. Tingkah laku anak kecil pada umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya, antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan. Pada orang dewasa, perangsang itu tidak diberi reaksi secara spontan, terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkannya, yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu, yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
-
Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar bersikap tidak pasif tetapi diterima secara aktif. Artinya semua pengalaman yang berasal dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman itu diberi nilai lalu dipilih. Tentu saja pemilihan itu ditentukan atas tinjauan apakah pengalaman-pengalaman itu mempunyai arti bagi orang itu atau tidak.
-
Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap seseorang terhadap obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Dalam mengubah sikap seseorang, perlu diketahui terlebih dahulu keadaan yang sesungguhnya dari sikap orang tersebut dan dengan mengetahui keadaan sikap itu, akan dapat diketahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara mengubahnya (Ahmadi, 1999).
Referensi:
Notoatmodjo, S. 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka
Cipta.
Rakhmat, J. 2007, Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya
Gerungan, WA. 1988, Psikologi Sosial, Bandung : Eresco
Mutmainah, N & Fauzi, M. 1997, Psikologi Komunikasi, Universitas Terbuka.
Ahmadi, A. 1999, Psikologi Sosial, Jakarta : Rineka Cipta