Apa pendapat kalian mengenai toxic parenting? perlukah kita mengenal toxic parenting?

Toxic parenting merupakan topik yang lagi hangat diperbincangkan, namun sayangnya tidak semua orang tau apa itu toxic parenting dan sadar dampak dari toxic parenting. Menurut kalian apa itu toxic parentig dan apa dampaknya serta upaya apa yang dapat dilakukan orang tua untuk menghindari toxic parenting?

bahasan menarik ini lagi banyak dibicarakan diluar sana ya, menurut saya pribadi, toxic parenting itu tidak hanya untuk orangtua yang memiliki perilaku buruk, seperti melakukan kekerasan fisik atau verbal, tapi juga berlaku untuk orangtua yang melakukan tindakan-tindakan yang bisa meracuni keadaan psikologis anak seperti mengekang anak, berekspetasi yang telalu tinggi pada anak tanpa disupport ketika anak jatuh, membicarakan keburukan anak atau bahkan selalu menyalahkan anak

dampak dari pol asuh “toxic parenting” anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri, menjadi pribadi yang emosional, sulit dalam merencanakan hal positif di hidupnya dan yang paling parah mungkin bisa menjadi trauma yang berkepanjangan untuk anak tersebut

upaya oragtua mngkin bisa dengan lebih menghargai anak menerima keluh kesah anak dan banyak belajar tentang “parenting” yang baik

Menurutku toxic parenting merupakan cara yang salah terhadap pola asuh anak sehingga bisa jadi anak menganggap orangtuanya toxic. Toxic parenting ini memiliki banyak style, contohnya orang tua yang hanya memberi target tetapi gapernah support anaknya, menuruti kemauan anaknya tanpa ada target sehingga membuat anak menjadi manja karena keinginannya selalu dipenuhi, orangtua tidak memberikan kasih sayang yang aman bagi anaknya sehingga anak tidak mau dekat dengan orangtuanya, dan lain sebagainya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menghindari toxic parenting antara lain dengan selalu menghargai dan respek kepada anak, memberikan target dan apresiasi ketika anak berhasil mencapai target namun tidak lupa untuk mensupportnya, kemudian selalu mendengarkan keluh kesah anak, kemudian mengikuti perkembangan zaman supaya dapat selalu berkomunikasi baik dengan anak.

Toxic parenting kalo menurutku merupakan cara asuh dari orang tua yang hanya mementingkan kepentingan mereka saja tanpa memperhatikan sang anak itu sendiri. Menurutku, toxic parenting ini bisa muncul karena mungkin beberapa target atau tujuan orang tuanya yang belum bisa mereka capai dahulu, maka dari itu mereka ingin melampiaskan target mereka kepada anak mereka sendiri. Pola asuh seperti ini menurutku tentunya kurang baik bagi tumbuh kembang anak karena mereka hanya dibesarkan sebagai wujud “investasi” orang tua mereka. Orang tua hanya menetapkan target yang mereka inginkan tanpa mendengarkan keinginan anak mereka. Kalimat “pokoknya kamu harus gini gitu blablabla” adalah ciri mendasar dari toxic parenting ini.

Toxic parenting dapat dihindari dengan perubahan pola pikir orang tua, yaitu untuk mendengarkan dan mendukung keinginan mereka, mengedepankan reward dibanding punishment, dan tetap menjaga komunikasi yang baik.

Toxic Parenting atau Toxic Parents dikategorikan sebagai orang tua yang keliru dalam mengasuh anak mereka. Hal tersebut diliat pada perilaku orang tua yang tidak memperlakukan anak mereka dengan baik dan menyebabkan anak mereka merasa bersalah, ketakutan, dan berperilaku sangat patuh pada orang tua mereka namun hal tersebut bukan disebabkan oleh kepatuhan anak itu sendiri melainkan paksaan atau tekanan dari orang tua mereka yang mengharuskan mereka patuh. Orang tua yang termasuk dalam Toxic Parents yaitu ditandai dengan perilaku abusive, tidak dewasa, dan memiliki gangguan mental.

Dampak yang terjadi pada anak yang diasuh oleh toxic parenting yaitu bisa mengakibatkan banyak luka psikologis pada anak yang sering ditemui adalah kurangnya rasa percaya diri dan menjadi anak yang sangat emosional.

Toxic Parenting dapat dihindari dengan orang tua menghargai dan menyayangi anak mereka sendiri yaitu dengan menunjukan rasa kasih sayang dan kebebasan untuk memilih dari sang anak.

Toxic parent adalah orangtua yang tidak menghormati dan memperlakukkan anak dengan baik, seperti dengan kekerasan yang bahkan dapat menggangu psikologis atau kesehatan mental dalam jangka panjang seperti trauma dan bahkan berpotensi untuk menerapkan toxic parent ke keluarga anak yang akan dibangun. selain itu toxic parent sendiri juga enggan untuk berkompromi, tanggung jawab serta saling maaf jika ada yang salah.
Toxic parent tidak hanya memberikan hukuman secara fisik kepada anak jika melakukan kesalahan, akan tatapi juga meracuni dengan perkata-kataan atau ucapan yang dapat menggangu kesehatan mental sehingga membunuh semangat pada anak. menurut Forward dan Buck, 2002 terdapat ciri-ciri toxic parent, yaitu :

  1. Memberikan hukuman fisik berlebihan dengan alasan displin
  2. membiarkan anak terlibat masalah orangtua, sehingga anak cenderung disalahkan ketika menginginkan sesuatu
  3. menekan anak secara emosional dan psikis
  4. menyuap anak dengan uang ketika menuruti keinginan orang tua.
    kemudian jika toxic parent tersebut terus terulang maka muncul dampak-dampak yang akan ditimbulkan seperti memilki ekspektasi tinggi pada anak, egois dan kurang berempati, suka mengatur, tidak menghargai anak, dan mengungkit-ungkit kesalahan anak. selain dampak negative yang berpengaruh pada kepercayaan diri anak, dampak toxic parent ini sendiri anak akan merasa terbiasa untuk menyalahkan dirinya sendiri. biasanya korban yang mengalami toxic parent menjadi pribadi dengan citra diri yang buruk, merasa tidak dihargai, tidak ada teman, stress, marah, dan gangguan mental lainnya (Ade, 2020)

Sumber :
Saskara, I. A., & Ulio. (2020). Peran Komunikasi Keluarga dalam Mengatasi “Toxic Parents” bagi Kesehatan Mental Anak. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5 (2), 125-134.

Toxic parenting merupakan pendekatan destruktif yang digunakan orang tua dalam membesarkan anak mereka. Orang tua yang toxic merusak kesehatan fisik, psikologis, dan emosi anak-anak mereka. Bentuk dari toxic parenting sangat beragam, mulai dari sifat egois, pemaksaan, pemukulan, pembentakan, bahkan merendahkan anak mereka sendiri. Masih banyak orang tua yang mengartikan tindakan-tindakan ini sebagai hukuman moral yang membangun untuk anak. Mereka menyudutkan anak-anak mereka melalui penggunaan rasa takut, rasa bersalah dan penghinaan. Orang tua yang toxic meninggalkan warisan rasa bersalah, rasa malu, dan tingkat motivasi yang rendah yang dapat menghambat kinerja anak-anak sepanjang hidup mereka. Jennifer, dkk pada tahun 2020 mengadakan penelitian mengenai pengaruh toxic parenting prestasi akademik siswa sekolah menengah di Kenya. Penelitian tersebut meneliti tentang pola toxic parenting yang mengacu pada orang tua yang mengabaikan atau gagal memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, atau emosional anak-anak mereka. Mereka yang melecehkan anak-anak mereka secara fisik, verbal dan seksual, mereka yang menggunakan ketakutan, rasa bersalah, kewajiban, ejekan atau penghinaan untuk memanipulasi dan mengendalikan anak-anak mereka, mereka yang kecanduan alkohol atau narkoba dan/atau mereka yang mungkin menderita berbagai gangguan kepribadian dan belum terdiagnosis secara klinis. Hasil penelitian membuktikan bahwa pola asuh toxic parenting memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik. Siswa yang mendapat skor tinggi dalam pola asuh toxic parenting mendapat skor rendah dalam kinerja akademik. Sedangkan, para siswa yang mendapat nilai rendah toxic parenting , mendapat nilai tinggi dalam prestasi akademik. Dapat dilihat bahwa toxic parenting berkorelasi negatif dengan prestasi akademik siswa. Mereka tidak bisa mengembangkan minat di sekolah atau pekerjaan sekolah dan mereka juga kurang motivasi untuk bekerja. Anak-anak tersebut butuh konseling dengan Psikolog untuk menyembuhkan diri agar bisa meningkatkan kinerja akademik mereka. Dampak dari toxic parenting sangat besar bagi fisik dan mental seorang anak. Oleh karena itu, orang tua memiliki tanggung jawab yang besar untuk belajar mengenai pola asuh yang baik dan sehat agar anak tidak menjadi korban dari ego orang tuanya. Mereka seharusnya belajar dari awal dan mempersiapkan sistem pola asuh dengan matang sebelum menjadi orang tua.

Referensi

Jennifer, K., & Margaret, A. Toxic Parenting Adversely Correlates To Students’ Academic Performance In Secondary Schools In Uasin Gishu County, Kenya.