Apa makna yang terkandung didalam Surat at-Taubah ayat 19 ?

Surat at-Taubah

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim”. Surat at-Taubah ayat 19

Apa makna yang terkandung didalam Surat at-Taubah ayat 19 ?

Ayat ini melengkapi ayat-ayat sebelumnya dan menjelaskan bahwa memakmurkan Masjid al-Haram adalah hak kaum muslimin bukan kaum musyrik; dan memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji serta mengurus Masjid Haram keutamaannya tidak sebanding dengan iman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah. Orang menyamakan keduannya itu dianggap zalim dan tidak mendapat hidayah.

Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Abbas berkata ketika ditawan di perang Badar: “jika kamu mendahului kami dengan sebab Islam dan hijrah dan jihad, maka kami telah memakmurkan Masjid al-Haram dan memberi minum orang-orang yang naik haji dan membebaskan orang-orang dari penderitaan”. Maka turunlah ayat ini, yang menegaskan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid dan lain-lain sebelum beriman itu tidak sama dengan orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah Swt.

Memberi minum dan menjaga Baitullah, adalah dua pekerjaan kaum Quraisy yang paling terpuji, dan itu telah ditetapkan oleh Islam. Di dalam hadis dinyatakan :

“Segala pekerjaan terpuji di antara pekerjaan-pekerjaan orang-orang terpuji pada masa jahiliyah telah berada pada kekuasaanku, kecuali memberi minum orang yang menunaikan ibadah haji dan menjaga Baitullah”.

Ibnu Katsir menerangkan bahwa orang-orang musyrik merasa bangga dan menyombongkan diri dengan keberadaan mereka sebagai penduduk suci yang memakmurkan Baitullah . Maka Allah memberikan pilihan bahwa iman dan jihad bersama Rasulullah itu lebih utama dari pada memakmurkan Baitullah dan memberi minum para hujjaj (jama’ah haji) yang dilakukan oleh orang-orang musyrik . Semua amal perbuatan mereka itu tidak berguna di sisi Allah, jika mereka masih berada dalam kemusyrikan.

Al-Maraghi berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada kaum Mukmin yang berselisih tentang pekerjaan apakah yang paling utama. Kaum Mukmin tidak patut menyamakan keutamaan memberi minum kepada orang- orang yang menunaikan ibadah haji dan memakmurkan masjid dengan keutamaan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta orang yang berjihad di jalan Allah.

Buya Hamka menambahkan bahwa ayat ini merupakan Istifham Ingkari yaitu tanya - bantah, sebelum dijawab, telah Allah sendiri menjawab yang menunjukkan artinya “ mereka itu tidaklah sama di sisi Allah Swt”.

Ayat ini bukan menunjukkan bahwa memberi minum orang haji atau memakmurkan masjid itu tidak baik, namun akan samakah mulia dan tinggi derajatnya dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan orang yang berjuang di jalan Allah? Tentu tidak sama. Karena orang yang memakmurkan masjid dan memberi minum orang haji hanya karena keturunan belaka. Sebab meramaikan masjid dan memberi minum orang haji, akan menjadikan naik dan tinggi martabatnya kalau timbul dari iman kepada Allah dan hari akhir. Dan kalau datang perintah berjihad fi sabilillah , dia bersedia meninggalkan tugas yang kecil itu, jika dibandingkan dengan besarnya bahaya musuh.

Didukung juga oleh Hasbi Ash-Shidiqi bahwa walaupun memberi minum dan memakmurkan masjid merupakan pekerjaan baik, tapi tidak bisa dipandang sama nilai dan derajatnya dengan beriman dan berjihad di jalan Allah.

Penjelasan lain juga diungkapkan oleh M. Qurais Shihab bahwa mereka itu tidak sama di sisi Allah karena kaum musyrikin mempersekutukan Allah, sedangkan Allah tidak menerima amal siapa pun yang mempersekutukan-Nya, yang diterima hanyalah orang yang beriman kepada-Nya dengan ikhlas dalam melakukan jihad di jalan Allah Swt.