Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, Dari (golongan) jin dan manusia. (QS. Al-Nas [114]: 1-6)
Dalam tafsir Fi Zilal al-Qur’an, surah ini merupakan permohonan perlindungan kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia, Raja manusia, dan Sesembahan manusia. Sedangkan yang dimohonkan perlindungan adalah dari kejahatan yang muncul dari bisikan setan yang diberikan kepada manusia untuk melakukan kejahatan ke dalam dada manusia baik dari golongan jin dan manusia. Dalam permohonan ini, menghadirkan tiga sifat yang dimiliki Allah, yaitu Ar-Rabb yakni Tuhan yang memelihara, yang mengarahkan dan yang menjaga; Al-malik yakni Tuhan yang berkuasa, yang menentukan keputusan serta yang mengambil tindakan; dan Al-Ilah yakni Tuhan yang Maha Tinggi, yang mengungguli, yang mengurusi serta yang berkuasa.
Sifat-sifat itu mengandung perlindungan dari kejahatan yang masuk ke dalam dada, sedang yang bersangkutan tidak mengeahui cara menolaknya karena ia tersembunyi. Allah memberikan pengarahan kepada Rasulullah serta umatnya agar berlindung dari bisikan-bisikan yang merayap yang tidak dapat ditolak kecuali oleh perlindungan dari Rabb, Malik dan Ilah. Karena, Dialah yang dapat mencegahnya sedangkan mereka tidak mengetahui dan merasakan. Dan waswasah berate suara yang halus; khanus berarti bersembunyi dan kembali lagi; dan khannas adalah mempunyai tabiat sering bersembunyi dan kembali lagi
.
Pertama nash yang menyebutkan secara mutlak tentang “al- waswasul khannas.” Lalu, dibatasi aktivitasnya dengan “al-ladzii yuwaswisu fii shuduurinnas” yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. Kemudian dibatasi lagi esensinya dengan “minal jinnati wan-naas” dari golongan jin dan manusia. Urutan ini menimbulkan kesadaran dalam hati untuk mengetahui cara kerjanya dalam mewujudkan kejahatan, agar yang bersangkutan menolak atau mengawasinya. Jiwa manusia ketika mengetahui, setalah disadarkan dan dibangunkan, bahwa setan baisa bersembunyi itu menyampaikan bisikan-bisikan yang halus dan rahasia dalam hati manusia; bahwa yang berbisik itu jin yang tersembunyi dan bisa juga golongan manusia yang membisikkan ke dalam dada sebagaian golongan jin itu; maka ia berusaha untuk menolaknya. Ia pun tahun tempat persembunyiannya, tempat masuk dan jalannya. Dalam hal ini dapat dilihat dalam kisah Nabi Adam dan Siti Hawa.
Menurut Quraisy Shihab, surah ini memiliki kandungan yang sama dengan surah sebelumnya (al-falaq, red.), hanya saja yang menjadi pembeda adalah kata terkahir. Jika sebelumnya menggunakan kata al-Falaq maka pada surat ini menggunakan kata al-Naas. Hal ini menunjukkan bahwa permohonan yang diminta adalah perlindungan dari manusia itu sendiri, baik dari keburukan dirinya sendiri atau pun dari keburukan orang lain terhadapnya. Penggunaan kata Malik/Raja dalam ayat ini adalah permohonan yang disandarkan kepada sifat kekuasaan Allah yang mutlak atas manusia. Sedangkan kata Ilah/Tuhan yang menjadi tempat menuju atau memohon, karena hanya kepadaNya saja segala permohonan di permintakan.
Permohonan perlindungan juga diperuntukkan dari bisikan- bisikan yang dilakukan oleh pembisik yang tersembunyi, yang dimaksud disini adalah setan. Bisikan setan yang sangat rahasia dan tersembunyi inilah yang sangat sulit untuk dihindari kecuali oleh pertolongan dari Allah SWT., terdapat pula bisikan yang datang dari manusia lain, namun pada dasarnya bisikan atau ajakan tersebut sebenarnya berasal dari ajakan setan yang telah merasuk kepada orang yang mengajak pada hal keburukan.
Menurut HAMKA, ayat ini merupakan permohonan perlindungan kepada segala perbuatan buruk yang dapat muncul dari perbuatan manusia yang didasari atas bisikan dari syaitan. Permohonan ini menggunakan media sifat-sifat Allah yang agung guna untuk menyentuh kuasa Allah. Sifat-sifat tersebut adalah Rabbun, Malikun, dan Ilahun. Rabbun, sebagai dzat yang memelihara manusia tidakkan pernah membiarkan manusia sebagai makhluk ciptaanNya menjadi terlantar, dan adanya sifat inilah Allah selalu memenuhi kebutuhan makhlukNya baik makanan maupun minuman, serta seluruh anggota tubuh manusia tersebut. Sedangkan Allah dengan sifat Malikun merupakan dzat yang mempuanyai kuasa penuh atas kerajaan di langit maupun di bumi. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa manusia yang ingin mendapat perlindunganNya haruslah mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Setelah adanya keyakinan yang kuat bahwa Allah-lah dzat yang Maha Memelihara dan Maha Menguasai maka hanya kepadaNya saja segala sesuatu akan kembali kepada dzat yang memiliki sifat Ilah, yakni dzat yang satu-satunya pantas untuk disembah dan tiada sekutu bagiNya.
Perlindungan yang diinginkan oleh manusia terhadap Allah adalah penlindungan dari bisikan-bisikan halus yang berasal dari syaitan yang bersemayam dalam diri manusia, yang kemudian merasuk kepada manusia lain guna membisikan godaan tersebut pada manusia. Hal ini tergambar sebagaimana pada peristiwa Nabi Adam ketika di kelabuhi Iblis untuk memakan buah khuldi, dengan terlebih dahulu menggoda hawa.
Setelah surah sebelumnya membahas mengenai permohonan manusia atas gangguan-gangguan yang disebabkan oleh sihir yang dikirimkan oleh para wanita-wanita penyihir. Pada surah al-nas ini berisi mengenai perlindungan terhadap bisikan-bisikan syeitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan kekejian. Bisikan-bisikan yang diberikan sangatlah halus dan bisikan ini tidak dapat di hindari oleh manusia, oleh karena tak berdayanya manusia terhadap bisikan ini maka Allah mengajarkan manusia agar meminta pertolongan kepada Allah dari bisikan-bisikan tersebut.
Bisikan-bisikan yang sering diberikan oleh syaitan adalah adanya rasa was-was dan memunculkan rasa keraguan terhadap kekuasaan dan kehendak Allah yang Mutlak. Bisikan yang dilakukan sangatlah halus dan tanpa disadari oleh manusia. Kemudian, bila terdapat manusia yang telah terkena bisikan ini dia akan menjadi orang yang dikendalikan oleh syaitan, yang pada akhirnya keluar dari bibirnya apa-apa yang dibisikan oleh syaitan kepadanya terhadap keraguan terhadap kekuasaan Allah. Dan hal ini juga dapat mempengaruhi orang lain agar mempunyai pendapat yang sama dengan orang yang dikendalikan syaitan tersebut. Oleh sebab itu, Allah mengajarkan manusia agar meminta perlindungan kepada Allah terhadap bisikan yang dihembuskan oleh syaitan serta dari bisikan manusia lainnya.
Referensi :
- Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, Jilid 1, Mei 2004, cet. IV
- M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an), Ciputat: Lentera Hati, Januari 2007, Vol. 1, Cet. IX.
- HAMKA, Tafsir al-Azhar Juz I, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005.