Apa Makna Prasangka Baik Dalam Islam?

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Islam menyarankan umatnya untuk berprasangka baik. Apa makna prasangka baik dalam islam ?

Secara bahasa kata husnuzzan berasal dari bahasa Arab h’usn yang berarti baik dan az-zan yang berarti prasangka. Dari kedua kata ini husnuzzan dapat diartikan sebagai baik sangka atau berprasangka baik. Secara istilah husnuzzan memiliki maksud sikap mental dan cara pandang yang menyebabkan seseorang melihat sesuatu secara positif atau melihat dari sisi positif.

Kata husnuzzan berlawanan dengan kata suuzzan yang berarti buruk sangka atau berprasangka buruk. Maksud yang terkandung dalam sikap suuzzan pun berkebalikan dari sikap husnuzzan. Suuzzan adalah sebuah sikap mental atau cara pandang yang memandang sesuatu dari sisi negatif, jelek, dan pandangan tidak indah lainnya. Dengan keadaan seperti ini, sikap suuzzan mengantarkan pemiliknya pada sikap waswas, penuh curiga, dan tidak jarang memvonis meskipun belum jelas kebenaran atau salahnya.

Hal ini berbeda dengan sikap husnuzzan. Sikap husnuzzan memandang sesuatu dengan pandangan positif, ramah, tidak menghakimi, dan memberi sambutan hangat. Sikap ini merupakan sikap terpuji dalam ajaran Islam. Setiap muslim dianjurkan untuk mengedepankan sikap husnuzzan dalam menghadapi sesuatu. Dengan begitu, setiap muslim akan menampilkan wajah ramahnya terhadap sesuatu yang datang kepadanya. Meskipun demikian, Islam juga menekankan sikap hati-hati dalam melihat sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Sikap positif yang melandasi pandangan kita selaku seorang muslim tidak boleh mengabaikan sikap hati-hati agar tidak terjerumus pada suatu kesalahan.

Husnuzzan kepada Allah swt


Sikap husnuzzan kepada Allah swt. merupakan sikap husnuzzan terpenting yang harus tertanam di hati seorang muslim. Husnuzzan kepada Allah swt. adalah berbaik sangka kepada Allah swt. atas apa pun yang kita hadapi dan alami dalam kehidupan kita. Saat Allah swt. menetapkan sesuatu untuk kita, adakalanya kita merasa tidak cocok dengan ketetapan Allah swt. tersebut. Meskipun demikian, kita harus senantiasa mengedepankan prasangka baik kepada Allah swt. Hal ini karena kita sering tidak mengetahui hikmah yang mengiringi suatu kejadian. Berikit ini adalah Huznudzan kepada Allah :

1. Husnuzzan dalam Ketaatan kepada Allah Swt.

Sebagai tuntunan untuk umat Islam, Allah Swt. menurunkan syariatNya. Dengan syariat Allah Swt. itulah kaum muslimin di seluruh dunia menjalani kehidupannya. Pada saat yang sama, sebagai manusia kita dibekali Allah Swt. dengan hawa nafsu, akal, dan rasa. Dengan perangkat tersebut kita melakukan analisis dan merasakan semua yang kita alami. Tidak jarang dengan keterbatasan nafsu, akal, dan rasa kita menemukan kejanggalan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan syariat.

Sebagai contoh saat terdengar panggilan salat Subuh. Suasana masih sangatlah pagi, dingin, mengantuk, dan belum cukup tidur. Dalam keadaan semacam itu, kita bangun dan mengambil air wudu kemudian mendirikan salat. Kadang dalam hati kita bertanya, ”Apa yang diinginkan Allah Swt. dari kita dengan salat sepagi ini?”

Dalam menjalankan hukum waris mungkin kita juga merasakan ”kejanggalan”. Pada saat emansipasi wanita telah berkembang seperti sekarang ini, hukum waris Islam menuntunkan bahwa bagian seorang anak laki-laki dua kali bagian dari anak perempuan. Di mana letak keadilan Tuhan? Bukankah lebih adil jika warisan untuk anak laki-laki sama dengan bagian untuk anak perempuan?

Bidang lain yang tidak kalah sering menjadi sasaran pertanyaan dalam hati kita adalah hukum pidana Islam. Dalam pidana Islam atau yang dikenal dengan istilah jinayat, Allah Swt. mensyariatkan hukum qisas., hukum potong tangan, hukum cambuk, dan sebagainya. Pada era modern ini hukuman seperti itu tampak sebagai hukuman orang-orang Barbar yang tidak mengenal hak asasi manusia. Masih banyak lagi pertanyaan yang mungkin terlintas dalam hati kita.

Husnuzzan dalam ketaatan kepada Allah Swt. merupakan sikap baik sangka kepada Allah Swt. terhadap apa pun yang Dia tetapkan untuk kita. Kita mungkin merasa sesuatu yang ditetapkan Allah Swt. sebagai tidak tepat, tidak baik menurut ukuran pikiran dan perasaan kita. Akan tetapi, kita harus yakin bahwa Allah Swt. lebih mengetahui karakter manusia ciptaan-Nya bahkan daripada kita sendiri. Pandangan dan aturan Allah Swt. dibuat dengan kebenaran hakiki dengan kacamata ketuhanan. Pandangan dan perasaan kita sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar kita. Pikiran kita sangatlah mudah dimanipulasi oleh informasi yang kita terima dan hanya dapat menjangkau sebatas yang kita ketahui.

Husnuzzan dalam ketaatan kepada Allah Swt. harus berada di depan perasaan dan pikiran kita. Artinya, meskipun hati kita belum bisa merasakan kebenaran aturan Allah Swt. dan pikiran kita melihat ada hal lain yang lebih baik menurut pendapat kita, sebagai muslim tidak ada sikap yang akan kita ambil selain sami’na- wa at.a’na-, kami dengar perintahMu ya Allah dan kami taat. Apa pun yang diturunkan Allah Swt. kepada kita pasti aturan terbaik untuk kita. Pasti ada hikmah besar di balik semua aturan yang Dia turunkan untuk kita meskipun keterbatasan pikiran dan perasaan kita belum bisa melihatnya.

2. Husnuzzan dalam Nikmat Allah Swt.

Allah Swt. memberikan nikmat-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Nikmat harta, kesehatan, kesempatan, dan masih banyak lagi nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Allah Swt. memberikan nikmat kepada kita tentu dengan maksud dan tujuan tertentu. Husnuzzan kepada Allah Swt. atas nikmat yang telah Dia berikan dapat kita lakukan dengan memperbanyak syukur dan merenungkan untuk apa Allah Swt. memberikan nikmat itu kepada kita. Dengan demikian, kita mengetahui cara memperlakukan nikmat tersebut.

3. Husnuzzan dalam Menghadapi Ujian dari Allah Swt.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita dihadapkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan. Misalnya, kemiskinan, kesulitan hidup, kegagalan, atau kehilangan. Saat merasakan ujian kehidupan tersebut jiwa kita tergoda untuk bereaksi negatif dengan kemarahan, kegalauan, dan kesedihan. Semua reaksi negatif tersebut sebagian merupakan reaksi alami sebagai manusia. Akan tetapi, apabila berlarutlarut, kesedihan atau kemarahan terhadap keadaan menyebabkan kita menghujat Allah Swt. Kita mempersalahkan Allah Swt. atas keadaan yang terjadi pada diri kita.

Dalam keadaan tidak menyenangkan kita harus semakin mempertebal rasa husnuzzan kepada Allah Swt. Apa pun yang kita terima dan alami dalam hidup pasti memiliki hikmah yang besar untuk masa depan kita. Adakalanya kita merasa tidak nyaman dengan suatu keadaan padahal menurut ilmu Allah Swt. sebenarnya baik untuk kita. Oleh karena itu, saat suatu ujian datang dalam hidup kita, bersabarlah dan berbaik sangkalah kepada Allah Swt. Dalam hal ini Nabi Ayyub a.s. telah memberikan contoh terbaiknya. Dengan bersabar dan berbaik sangka Allah Swt. akan memberikan kebaikan kepada kita di masa depan. Hal ini dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Allah berfirman sebagai berikut.

Artinya: "Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkan kebaikan. Adapun bila ia berprasangka buruk kepada-Ku maka dia akan mendapatkankeburukan." (H.R. T.abrani dan Ibnu Hibban)

4. Husnuzzan dalam Melihat Ciptaan Allah Swt.

Allah Swt. menciptakan alam seisinya. Bumi beserta seluruh jenis makhluk yang mengisinya adalah ciptaan Allah Swt. Di alam ini kita dapat menemukan bermiliar-miliar jenis benda hingga makhluk hidup dengan segala bentuk dan rupanya.

Saat menemukan suatu bentuk makhluk yang aneh kita merasa takjub kepadanya. Pada saat yang berbeda kita menemukan suatu binatang yang menjijikkan, mengganggu, berbahaya, atau menakutkan. Misalnya sekumpulan lalat atau ular. Ketika kita melihat makhluk-makhluk yang menurut kita membahayakan, dalam hati mungkin kita bertanya untuk apa Allah Swt. menciptakan makhluk seperti itu. Kita memandang rendah atau bahkan membenci makhluk tersebut. Untuk apa Allah Swt. menciptakan seekor lalat? Bukankah lalat hanya akan membawa penyakit?

Husnuzzan kepada Allah Swt. artinya bersikap baik sangka kepada Allah Swt. atas apa pun ciptaan-Nya. Setiap makhluk yang diciptakan Allah Swt. pasti memiliki maksud dan tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi ini. Husnuzzan kepada Allah Swt. meyakini bahwa tidak ada satu pun yang sia-sia dalam ciptaan Allah Swt. Dengan sikap ini kita akan dapat lebih memerhatikan keadaan lingkungan dengan penuh penghormatan kepada penciptanya.

Inilah sikap husnuzzan kepada Allah Swt. Sikap ini harus menjadi tindakan nyata dalam kehidupan seorang muslim. Dengan husnuzzan kita yakini kebenaran Allah Swt. Dengan husnuzzan kepada Allah Swt. kita optimis melihat hidup dan menghadapi segala kesulitannya. Dengan husnuzzan pula kita mengharap kebaikan dari Allah Swt. yang seperti janji-Nya akan menganugerahkan kebaikan bagi siapa pun yang berbaik sangka kepada-Nya.

Salah satu ayat yang menunjukkan dasar sikap husnuzzan kepada Allah Swt. adalah Surah Ali ‘Imran ayat 190-191 yang artinya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Swt. bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang berzikir kepada Allah pada saat berdiri, duduk, atau berbaring dan memikirkan apa yang ada dalam penciptaan langit dan bumi itu. (hingga mereka berkata) Ya Rabbku, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau dan jagalah kami dari api neraka.

Referensi :

Prasangka baik, didalam Islam, biasa disebut dengan ḥusnuẓẓan. Secara bahasa ḥusnuẓẓan berasal dari dua kata, yaitu ḥusnu dan zan yang artinya berbaik sangka. Secara istilah, ḥusnuẓẓan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan Allah yang diberikan kepada manusia.

Ḥusnuẓẓan merupakan salah satu bagian dari akhlak terpuji. Lawan dari ḥusnuẓẓan* adalah su’uzzan yang artinya jahat sangka. Su’uzzan haram hukumnya. Su’uzzan atau berburuk sangka adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan karena dapat mengakibatkan permusuhan dan retaknya persaudaraan.

Menurut Pinandito, ḥusnuẓẓan menjadi sebuah landasan pokok bagi manusia dalam berpikir positif atas segala peristiwa yang dialami. Imam Ja’far Shadiq berkata,

“Berprasangka baik kepada Allah berarti bahwa kamu tidak boleh berharap kecuali kepada-Nya dan kamu tidak boleh takut terhadap apapun kecuali dari dosa-dosa yang kamu lakukan”

Sikap ḥusnuẓẓan akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia berasal dari Allah, sedangkan keburukan yang menimpa manusia disebabkan dosa dan kemaksiatannya. Tidak seorang pun bisa lari dari takdir yang telah ditetapkan Allah. Tidak ada yang terjadi di alam semesta ini melainkan apa yang Dia kehendaki dan Allah SWT tidak meridhai kekufuran untuk hamba-Nya, Allah SWT telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Segala perbuatannya terjadi atas pilihan dan kemampuannya yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT

Dasar Kewajiban Ber husnuzzhan

Sagir menegaskan bahwa setiap manusia perlu untuk ber ḥusnuẓẓan kepada Allah, Rasul, orang-orang saleh dan sekalian orang mukmin, dikarenakan Allah masih menyembunyikan 4 hal dari makhluk hidupnya, yakni sebagai berikut:

  • Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam ketaatan yang kecil sekalipun.

  • Allah menyembunyikan kemurkaan-Nya dalam kemaksiatan yang kecil sekalipun.

  • Allah menyembunyikan rahasia-rahasia-Nya pada ciptaan-nya.

  • Allah menyembunyikan terkabulnya suatu doa, agar senantiasa ber taqarrub dan berdoa kepada-Nya.

Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 12, kewajiban ber ḥusnuẓẓan ditunjukkan dalam bentuk perintah untuk menghindari sikap su’uzzan, yakni sebagai berikut:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka buruk terhadap orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa yang harus dihukum. Janganlah kalian menyelidiki dan mencari-cari aib dan cela orang-orang Muslim, dan jangan pula kalian saling menggunjing yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan bangkai saudaranya yang mati yang kalian sendiri sebenarnya merasa jijik? Maka bencilah perbuatan menggunjing, karena perbuatan menggunjing itu bagaikan memakan bangkai saudara sendiri. Peliharalah diri kalian dari azab Allah dengan menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan. Sesungguhnya Allah Mahaagung dalam menerima pertobatan orang-orang yang mau bertobat, lagi Mahaluas kasih sayang-Nya terhadap alam semesta”.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menjauhi sifat buruk sangka, mencari-cari aib, dan menggunjing sesama manusia khususnya orang beriman. Sebab hal tersebut termasuk dosa, yang mana dalam ayat di atas perbuatan menggunjing diibaratkan dengan memakan bangkai saudara sendiri. Jadi sebagai manusia, sudah selayaknya kita mengembangkan perilaku ḥusnuẓẓan dan bukan sebaliknya.

Ahmad Mustafa al-Maraghi mengutip sebuah riwayat Umar bin Khattab ra. berkata:

“Janganlah sekali-kali kalian menyangka sesuatu perkataan yang keluar dari mulut saudara kalian yang beriman, kecuali sebagai sesuatu yang baik, karena kalian mendapatkan tempat yang baik untuk kata-kata itu”9

Uraian di atas menjelaskan bahwa Umar bin Khattab melarang umat muslim berprasangka buruk terhadap ucapan sesama muslim, sebab dengan berprasangka baik maka kita akan memperoleh tempat yang baik pula.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad SAW berkata:

“Demi Allah, tidak ada tuhan selain-Nya. Tidak ada orang beriman yang pernah dapat mencapai manfaat-manfaat dunia ini dan dunia yang akan datang kecuali dengan berprasangaka baik terhadap Allah, berhasrat baik, berakhlak mulia dan menjauhkan diri dari menggunjingi orang beriman. Demi Allah dan tiada tuhan selain-Nya, tiada diterima tobat seorang beriman selama masih ada kecurigaan terhadap Allah, berputus asa, berperangai buruk dan menggunjingi orang beriman. Demi Allah dan tiada tuhan selain-Nya, tidak ada seorang hamba beriman yang memiliki pandangan baik tentang Allah kecuali Dia akan memperlakukannya sebagaimana mestinya. Dan Allah Maha Pengasih dan Penayang. Ketika hamba-Nya yang beriman memiliki prasangka baik kepada-Nya, Dia tidak pernah lalai untuk memperlakukannya sesuai dengan prasangkanya. Maka, berprasangka baiklah kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya”.

Hadits di atas menjelaskan bahwa ketika orang-orang beriman berprasangka baik kepada Allah, menerapkan akhlak mulia, dan menghindari menggunjing orang lain, maka ia akan mencapai kemanfaatan-kemanfaatan di dunia ini maupun dunia yang akan datang. Kecurigaan-kecurigaan kepada Allah justru akan berakibat pada tidak diterimanya taubat seseorang.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah melarang umat muslim berlaku su’uzzan (buruk sangka) kepada sesama manusia, terlebih lagi orang-orang beriman. Dengan menerapkan akhlak mulia, yang mana salah satunya adalah ḥusnuẓẓan , maka sangat banyak kemanfaatan yang akan diperoleh, baik di kehidupan yang sekarang maupun kehidupan yang akan datang.

Manfaat Ber ḥusnuẓẓan

Ḥusnuẓẓan merupakan bagian dari mahabbah yang akan mengantarkan seseorang menuju kebahagiaan dan derajat yang tinggi. Sagir mengungkapkan bahwa Allah akan memuliakan hambanya dengan husnul khatimah , memberi keringanan dalam menghadapi sakaratul maut, memberi kemudahan kuburnya, menetapkan pendirian di dunia dan akhirat ketika menghadapi pertanyaan munkar dan nakir, serta memasukkan ke dalam surga tanpa hisab. Sagir juga menambahkan bahwa orang yang selalu ḥusnuẓẓan , maka hidupnya akan tenang, tentram, dan disukai banyak orang.

Menurut Rohman, terdapat beberapa hikmah dari perilaku ḥusnuẓẓan antara lain:

  • Menyadarkan manusia bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi berjalan sebagaimana aturan dan ketetapan Allah.

  • Mendorong manusia untuk beramal dengan sungguh-sungguh demi memperoleh kehidupan yang baik di dunia maupun akhirat. Tidak lupa pula mengikuti hukum sebab akibat sebagaimana ketapan Allah

  • Mendorong manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak dan memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.

  • Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai zat yang menciptakan dan mengatur kehidupan manusia.

  • Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena meyakini apa pun yang terjadi adalah kehendak Allah.

Dengan membiasakan bersikap ḥusnuẓẓan maka banyak manfaat yang akan diperoleh baik di dunia maupun di akhirat. Diantaranya merasakan ketenangan dan ketentraman selama hidup di dunia, disukai banyak orang, senantiasa diliputi kebahagiaan, dimudahkan kuburnya, dinaikkan derajatnya, dan lain sebagainya.

Referensi :

  • Roli Abdul Rohman, Menjaga Akidah dan Akhlak, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)
  • T. Ibrahim dan Darsono, Membangun Akidah dan Akhlak 2, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009)
  • Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an , (Jakarta: Amzah, 2007)
  • Satrio Pinandito, Husnuzan dan Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan Hidup Kiat- Kiat Praktis Berpikir Positif Menyiasati Persoalan Hidup , (Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011).