Pada dasarnya, dalam Islam, mimpi seseorang itu dapat dibagi menjadi tiga kategori, seperti yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw dalam hadisnya.
Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW; bersabda,
“Ada tiga jenis mimpi: Mimpi yang sebenarnya yang menggembirakan dari Allah SWT; mimpi yang menyebabkan kesedihan berasal dari Setan; dan mimpi yang berasal dari pikiran yang tidak menentu.”
Mimpi Baik
Mimpi Rasulullah SAW; adalah benar adanya. Allah SWT menyebutkan salah satu mimpi Rasulullah SAW;
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan Sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.
Mengenai mimpi yang benar adalah bahwa mimpi tersebut merupakan anugerah dan bagian dari tanda-tanda Allah SWT ciptakan dalam diri manusia untuk menunjukan kebaradaan-Nya. Abu Qatadah meriawayatkan bahwa Rasulullah SAW; bersabda,
“Mimpi yang benar dari Allah, dan mimpi yang buruk dari setan.”
Ini adalah pernyataan umum dari Rasulullah SAW; mengenai mimpi yang benar dan tidak terbatas pada orang yang beriman. Kisah yang diceriatakan dalam al- Qur’an (12: 36-50) menganai nabi Yusuf yang menafsirkan mimpi dua orang tahanan dan mimpi raja Mesir Kuno adalah contoh dari mimpi yang benar yang dialami oleh oarang-orang kafir.
Sunnah menceritakan mimpi yang baik (kepada yang dicintainya) dan jangan menceritakan mimpi buruk kepada siapapun.
Nabi Shallallaahu ‟alaihi wa sallam bersabda :
”Mimpi baik berasal dari Allah. Jika salah seorang dari kalian melihat apa yang ia suka maka janganlah ia ceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang mencintainya saja. Dan jika ia melihat mimpi yang tidak ia sukai, maka hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimpi tersebut dan dari kejahatan syaithan, kemudian meludah tiga kali, dan janganlah ia ceritakan kepada siapapun. Sebab mimpi itu tidak akan mendatangkan kemudlaratan”
Hadis riwayat al-Bukhari dari Abû Hurairah:
“Siapa yang melihatku saat mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar.Dan syetan tidak dapat menyerupai diriku.”
Menurut al-Baqillani, makna “melihatku” (Rasulullah) dalam hadis di atas adalah benar adanya, bukan mimpi kosong, juga bukan penyerupaan-penyerupaan dari syetan.
Menurut Imam al-Ghazali, makna sabda Nabi tersebut maksudnya bukan berarti seseorang akan melihat jasadnya atau badannya, melainkan seseorang akan melihat perumpamaan dari makna yang terkandung dalam mimpi tersebut.
Namun, banyak kaum sufi yang berkeyakinan bahwa seseorang dapat bertemu Nabi secara langsung, meskipun Nabi Muhammad saw. telah wafat empat belas abad yang silam.
Menurut penafsiran kaum sufi, hadis di atas jelas sekali menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. masih hidup dan bisa ditemui secara langsung oleh kaum sufi. Apalagi jika didahului mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., maka bisa dipastikan orang yang mimpi tersebut akan mengalami pertemuan langsung dengan Nabi Muhammad saw. Munculnya penafsiran ini, menurut kaum sufi karena dalam hadis terdapat kata ٚyang berarti “bertemu secara langsung”. Oleh karena itu, banyak kaum sufi yang mengklaim pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. secara langsung dan mendapatkan wirid-wirid tertentu, kitab, ilmu, bahkan diantara mereka ada yang menyatakan bahwa seluruh ucapannya bersumber dari mulut Nabi Muhammad saw.
Para sufi yang mengklaim pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. antara lain adalah al-Tijânî, Abû Hasan al-Syâdzilî, Ibnu Arabi, Muhammad al-Suhaimi, dan lain-lain.
Mimpi Buruk
Mimpi buruk yaitu mimpi yang dirasakan tidak baik oleh si pemimpi, biasanya mimpi yang menyebabkan rasa sedih, takut, khawatir berlebihan, gundah dan gelisah. Mimpi buruk ini datangnya dari syaitan, sebagai musuh utama manusia, syaitan hendak memberikan gangguan dari berbagai arah, salah satunya dari mimpi. Mimpi buruk termasuk salah satu permainan setan kepada ban iAdam. Mereka ingin menakut-nakuti manusia.
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam melarang kita menceritakan mimpi buruk kepada siapa pun.
Dari Jabir radhiallahu „anhu , ada seorang Arab badui datang menemui Nabi kemudian bertanya, “Ya rasulullah, aku bermimpi kepalaku dipenggal lalu menggelinding kemudian aku berlari kencang mengejarnya”. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda kepada orang tersebut, “ Jangan kau ceritakan kepada orang lain ulah setan yang mempermainkan dirimu di alam mimpi ”. Setelah kejadian itu, aku mendengar Nabi menyampaikan dalam salah satu khutbahnya, “ Janganlah kalian menceritakan ulah setan yang mempermainkan dirinya dalam alam mimpi ” (HR Muslim)
Oleh karenanya Jika seseorang mengalami mimpi yang tidak disukai, disunnahkan melakukan lima perbuatan. Yaitu, mengubah posisi tidur, meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, bangun dan shalat, dan tidak menceritakan mimpinya kepada siapa pun.
Dan apabila ia melihat tidak demikian dari yang tidak menyenangkannya maka sesungguhnya mimpi itu hanyalah dari syaitan, maka hendaklah ia memohon perlindungan (ta’awwudz kepada Allah swt) dari keburukannya dan janganlah menuturkannya kepada seseorang, maka mimpi itu tidak membahayakannya (madharat).” (HR : Bukhari)
Berikut ini hadits yang menerangkan larangan menceritakan mimpi buruk kepada orang lain disertai penjelasannya yang dikutip dari Kitab Syarah Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi.
Qutaibah bin Sa’id telah memberitahukan kepada kami, Laits telah memberitahukan kepada kami. (H) Dan Ibnu Rumh telah memberitahukan kepada kami, Al-Laits telah mengabarkan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Rasulullah SAW; bahwasanya beliau pernah bersabda kepada seorang arab badui yang datang kepada beliau. Orang arab badui itu berkata, “Aku bermimpi bahwa kepalaku putus dan aku pun segera mengejarnya” Lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang orang itu seraya bersabda, “Janganlah kamu menceritakan tentang gangguan setan terhadap dirimu di dalam mimpi.”
Abu Qatadah (perawi hadis) mengatakan, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“ Mimpi itu ada tiga: mimpi yang benar, mimpi bisikan perasaan, dan mimpi ditakut-takuti setan. Barangsiapa bermimpi yang tidak disukainya (mimpi buruk), hendaklah dia melaksanakan shalat .” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Mimpi yang Berasal Dari Hasil Pikiran Manusia
Mimpi dalam kategori ini biasanya merupakan khayalan yang tidak utuh dari pengalaman manusia dalam keadaan terjaga, baik di masa lampau atau sekarang, bersifat khayalan atau nyata. Auf ibn Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW; bersabda,
“Sesungguhnya mimpi itu ada tiga: … yang ketiga apa yang dibayangkan orang dalam keadaan terjaga kemudian ia melihatnya dalam mimpinya”.
Gambaran ini sesuai dengan teori ilmiah modern tentang mimpi, yang menyatakan bahwa keadaan mimpi sebagai kelanjutan dari keadaan terjaga yang mencerminkan pengalaman dalam keadaan terjaga. Ulama abad ke-20, al-Baghawi mengatakan bahwa mimpi basah mingkin adalah hasil dari refleksi mental ketika seseorang bermimpi, sebagaimana seseorang yang melakukan aktifitas mungkin menyaksikan dirinya melakukan aktifitas tersebut dalam mimpinya. Dengan demikan pula orang yang jatuh cinta mungkin menyaksikan orang yang dicintainya dalam mimpi.
Mimpi yang berasal dari akal manusia adalah mimpi yang tidak mempunyai arti, mimpi tersebut bukan hal yang menggembirakan dari Allah atau bujukan jahat dari setan. Refleksi mental hanyalah bagian dari fungsi biologis otak. Karenanya tidak perlu mencari penafsiran atas mimpi tersebut dari orang lain. Meskipun begitu jenis mimpi ini mesti dianggap anuugrah dari Allah SWT. Bukti ilmiah menunjukan bahwa tidur bermimpi lebih baik daripada tidur tidak bermimpi. Orang yang sering kehilangan kesempatan tidur bermimpi pada akhirnya akan lebih banyak bermimpi untuk menggantikan tidur bermimpi yang terlewatkan.
Disamping itu hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan manusia, disebut hormon pertumbuhan, dilepaskan diwaktu tidur malam, terutama selama tidur bermimpi. Karenanya tidur tanpa mimpi bisa mempengaruhi faktor-faktor yang menyababkan gangguan pertumbuhan.
Referensi :
- Abu Aminah bilal Philiphs, Mimpi Yang Bermakna, Bandung, Penerbit Marja, 2001
- Syauqi Ibrahim, Misteri Tidur: Menyingkap Keajaiban di balik Kematian Kecil. Terj. Faishal Hakim Halimi,Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007
- Usman Sya’roni, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
- Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud, jilid 1.