Apa makna kata kalamullah?

Kalamullah

Kalamullah sering hanya diartikan sebagai kalimat atau firman Allah. Apakah ada makna yang lebih mendalam dari kata kalamullah itu sendiri ?

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur’an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya” (Al-Kahfi : 27).

Al-Qur’an disebut juga sebagai Kalamullah, sederhanya itu “perkataan” Allah… nah istilah Kalamullah ini bisa membingungkan akal pikiran orang sebenarnya… karena akan membuat orang-orang berfikir bahwa proses turunnya Al-Qur’an itu spt ini:

Allah bicara ==> Malaikat Jibril mendengarkan lalu mengingatnya ==> Malaikat Jibril menyampaikan ke nabi Muhammad SAW

Padahal Allah itu sama sekali tidak pernah “bersuara” dalam kesejatianNya, jadi Kalamullah itu bukan maksudnya Allah berbicara dengan suara, namun Allah “berkomunikasi” dengan nurNYA… Sehingga turunnya Al-Qur’an itu prosesnya spt ini:

Nur Al-Qur’an (yang merupakan Sifat Allah sendiri) ==> Di jabarkan oleh malaikat jibril, diubah dari bahasa Nur ilahi menjadi bahasa yang dimengerti manusia (suara/kata-kata)==> disampaikan kepada Rasullullah…

Itulah kenapa dia bernama jibril, itu aslinya “jabar + il”, sebab tugasnya adalah untuk “menjabarkan”, kalau bahasa jawanya “menjelentrekkan”… heuheuheu… Apa yang di jabarkannya?.. yaitu Nur, cahaya Tuhan…

Jadi Al-Qur’an yang saudara baca itu adalah hasil “penjabaran” dari malaikat Jibril… wujud aslinya Nur… Nur yang sama, itu-itu juga, dahulu juga sudah pernah dijabarkan oleh malaikat jibril, dahulunya turun sebagai zabur, taurat, injil, kemudian turun sebagai AL-Qur’an, itu nurnya sama, sumbernya sama, itu-itu juga, hanya setelah dijabarkan kedalam bahasa manusia, ia menjadi beda-beda, sesuai waktu dan kondisi setempat…

Nah, nur itu, yaitu cahaya Qur’an, sampai sekarang masih ada, bahkan kita tenggelam didalamNya… seumpama ikan yang tenggelam didalam lautan, namun tidak menyadari keadaannya… Walau tenggelam dalam cahaya, namun kebanyakan manusia tidak memiliki “daya serap”, tidak mampu menangkap dan “menjabarkan” nur tersebut…

Lalu apa yang terjadi?..

Orang-orang membaca Al-Qur’an hanya mendapatkan “Kalam” saja, tapi tidak menyerap “nurNya” Al-Qur’an…

Kalam tanpa nur itu menjadi hambar dan kehilangan daya pikat, daya kekuatannya yang sesungguhnya, yang bahkan mampu menggerakkan gunung2 untuk berjalan bilamana diperintahkan…

Kalam tanpa nur, akhirnya menjadi dalil-dalil kering yang kurang menyejukkan, karena hanya digunakan untuk memenuhi ambisi manusia…

Mursyid Syeikh Muhammad Zuhri (Abah FK)