Apa Makna Guru dalam Pendidikan Islam?


Islam juga memiliki konsep tentang pendidikan dan juga guru. Guru dalam islam bisa disebut ustadz ataupun ustadzah.

Apa makna guru dalam pendidikan islam?

Dalam perspektif Islam, seorang guru bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus pendidik. Karena itu, seseorang dapat menjadi guru bukan hanya karena ia telah memenuhi kualifikasi keilmuan dan akademis saja, tetapi lebih penting lagi ia harus terpuji akhlaknya. Dengan demikian, seorang guru bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih penting pula membentuk watak dan pribadi anak didiknya dengan akhlak dan ajaran Islam.

Guru dalam pandangan Islam adalah orang yang bisa membimbing umat guna bertambahnya kedekatan setiap individu kepada Allah dan humanis. Sejatinya, pendidik agung dalam Islam adalah Nabi Muhammad saw. Dalam diri beliaulah tercermin segala sikap yang mengarahkan umat manusia untuk selalu berlomba membuat kebaikan. Sehingga pendidik hendaknya meniru sifat dan sikap Nabi.

Menurut literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai ustâdz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib. Kata “ustâdz” biasa digunakan untuk memanggil seorang professor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan zamannya,40 yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa yang akan datang.

Kata mu‟allim‖ berasal dari kata dasar 'ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu. Dalam setiap 'ilm terkandung dimensi teoretis dan dimensi amaliah. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkannya.

Kata murabbi berasal dari kata dasar rabb. Tuhan adalah sebagai Rabb al-'Alamin dan Rabb al-nas, yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah-Nya, diberi tugas untuk menumbuhkembangkan kreatifitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara alam seisinya. Dilihat dari pengertian ini, tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.

Kata "mursyid” biasa digunakan untuk guru dalam thariqah (tasawuf). Seorang mursyid berusaha menularkan penghayatan (transinternalisasi) akhlak dan/atau kepribadiannya kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadah, etos kerja, etos belajar maupun dedikasinya yang serba Li Allah Ta‟ala. Dalam konteks pendidikan Islam, mengandung makna bahwa guru merupakan model atau sentral identifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan bahkan konsultan bagi peserta didiknya.

Kata "mudarris” berasal dari kata "darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan” yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan seseorang akan cepat usang selaras dengan percepatan kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga guru dituntut memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat usang.

Sedangkan kata "mu’addib” berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Dengan demikian, seorang guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

Kedudukan guru yang istimewa tersebut, ternyata berimbang dengan tugas dan tanggungjawabnya yang tidak ringan. Seorang guru agama bukan hanya sekedar sebagai tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik. Dengan kedudukan sebagai pendidik, guru berkewajiban untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar menjadi muslim sempurna.

Untuk mencapai tujuan ini, guru harus berupaya melalui beragam cara seperti; mengajar, melatih, membiasakan, memberi contoh, memberi dorongan, memuji, menghukum, dan bahkan mendoakan. Cara-cara tersebut harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten, agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Islam sangat menjunjung tinggi peran seorang guru sehingga menempatkan langsung kedudukannya setelah para Nabi dan Rasul. Hal itu disebabkan guru selalu dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sebagai seorang yang mengajarkan ilmunya, guru harus menjaga sikap dan tingkah lakunya sehingga mencerminkan pribadi luhur. Seiring dengan perkembangan zaman, mulai terjadi pergeseran hubungan guru dan siswa. Kedudukan guru semakin menurun, harga karya guru semakin tinggi dan penghargaan terhadap dirinya semakin rendah.

Guru memiliki kedudukan yang sangat terhormat karena tanggung jawabnya yang berat dan mulia. Sebagai guru, ia dapat menentukan atau paling tidak mempengaruhi kepribadian anak didik. Bahkan guru yang baik bukan hanya mempengaruhi individu, melainkan juga dapat mengangkat dan meluhurkan martabat suatu umat. Allah memerintahkan kepada umat manusia agar sebagian mereka ada yang berkenan memperdalam ilmu dan menekuni profesi guru/pendidik guna meningkatkan derajat diri dan peradaban dunia, dan tidak semua bergerak ke medan perang.

Posisi mulia yang disandang guru, bukan hanya sebagai orang yang bisa melakukan transfer ilmu pengetahuan pada peserta didik (transfer of knowledge) melainkan pendidik juga adalah orang yang melakukan pendidikan terhadap pertumbuhan jiwa manusia. Dengan penanaman jiwa yang baik, maka diharapkan dari proses pendidikan yang diberikan oleh pendidik, peserta didik bakal tumbuh dan bisa mengaktualisasikan sifat-sifat dalam dirinya yang berujung pada aktualisasi dalam kehidupan keseharian, bersosial, beragama, dan berbangsa. Sehingga tujuan ideal pendidikan Islam bisa tercapai, yakni menuju terbentuknya muslim paripurna dan – meminjam istilah Aristoteles – juga mempersembahkan out put yang good citizen.