Apa makna dari huruf Hanacaraka?

image

Huruf jawa yang berjumlah 20 dari Ha sampai nga meliputi hanacaraka, data-sawala, pada jayanya, magha-batanga menurut cerita turun temurun diceritakan dalam kisah AJISAKA.

Konon makna dari huruf jawa hanacaraka yaitu bahwa aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.

Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri: Ajisaka.

Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya.

Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka. Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya?

Adapun, kisah tragis tentang dua abdi Ajisaka yang setia tersebut.

Dengan tulisan sebagai berikut :

  • ha na ca ra ka Dikisahkan tentang dua abdi setia
  • da ta sa wa la Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
  • pa da ja ya nya Mereka sama-sama kuat dan tangguh ( sakti )
  • ma ga ba tha nga Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama

Sedangkan menurut ki Sarodjo, rangkaian huruf didalam carakan jawa itu bukan hanya menambatkan sesuatu kisah, melainkan berupa suatu ungkapan filosofis yang berlaku universal, sangat dalam artinya, membawa kita tunduk dan takwa kepada Tuhan. ( Sarodjo, 1982 )

Adapun arti huruf jawa huruf jawa hanacaraka tersebut menurut ki sarodjo sebagai berikut;

  • Hana-caraka ( Ada utusan/ Ca ra ka : cipta rasa karsa ),
  • Data-sawala ( datan suwala : tidak menentang, tidak keberatan/ sumerah),
  • Padha-Jayanya ( sama-sama sukses ),
  • Magha-bathanga ( Mudhi/ meletakan pada tempat yang tinggi, wujud kesaksian ; maga = meletakan sesuatu di paga ).

Hal tersebut mengingatkan kepada potensial amal yang disimpan ditempat yang tinggi, illiyin.

Sebagai manusia sudah selayaknya patuh dan serta menyerahkan problema hidup padaNya disaat segala upaya sudah dilakukan, hal itu tidak bertentangan dongan kodrat manusia itu sendiri sebagai mahluk ciptaanNya yang berkewajiban memenuhi tugas-tugasnya didunia. Disini manusialah yang membutuhkan Tuhannya bukan sebaliknya.

Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni.

  • Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja.

    Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaanNya).

  • Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.

  • Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksudnya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.

  • Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.

Arti dan Makna dari Huruf HANACARAKA

  • Ha
    Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci

  • Na
    Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi

  • Ca
    Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal

  • Ra
    Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani

  • Ka
    Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam

  • Da
    Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya

  • Ta
    Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup

  • Sa
    Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan

  • Wa
    Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas

  • La
    Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi

  • Pa
    Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah

  • Dha
    Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar

  • Ja
    Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya

  • Ya
    Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah/kodrat Illahi

  • Nya
    Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan

  • Ma
    Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi

  • Ga
    Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani

  • Ba
    Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam

  • Tha
    Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan

  • Nga
    Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia

Ki Hadjar Dewantara tidak hanya mencetuskan konsep petuah tentang kepemimpinan yang sangat terkenal, beliau juga berhasil memberi penafsiran mengenai ajaran budi pekerti serta filosofi kehidupan yang sangat tinggi dan luhur yang terkandung dalam huruf Jawa .
Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.

(2) DA TA SA WA LA
DA TA SA WA LA (versi pertama):
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.

DA TA SA WA LA (versi kedua):
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk

(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA =Sama kuatnya (tidak diartikan per huruf).

(4) MA GA BA THA NGA :
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi

Versi selanjutnya trimopakesa menjabarkan tafsir huruf Jawa versi Ki Hadjar tersebut menurut pemahamannya sendiri, yakni:

(1) HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.

Dari arti secara harfiah tsb, trimopakesa berusaha menjabarkannya menjadi dua versi:

**) Ketelanjangan=kejujuran

Bukankah secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi sebenarnya ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang baru lahir juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci…polos lepas dari segala dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih jujur…lepas dari perbuatan bohong (kecuali bayi aneh Very Happy). Sedangkan CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya . Sehingga HA NA CA RA KA akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan cipta, rasa dan karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah kita “telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya.

**)) Pengembangan potensi

Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga (segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).

(2) DA TA SA WA LA: (versi pertama)
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.

DA TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko) lan iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati (nurani) yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti halnya tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate sedangkan dada sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam dada). Jadi dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa me-manage (menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah evaluatif dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri tegak dan tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus senantiasa memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa melupakan kodrat kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam dikenal dengan ikhtiar-tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal mungkin sedangkan tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut kepada Alloh.

DA TA SA WA LA: (versi kedua)
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk

DA TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”. Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena-mena menyalahkan orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai pihak yang paling benar.

(3) PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA = sama kuat
Pada dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama (kuat), yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk melakukan keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu bisa menjadi sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan juga binatang. Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka selanjutnya tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan dikembangkan. Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan kesalahan, tetapi apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan kesalahannya tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa nafsu, sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa musuh terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita masing-masing.

(4) MA GA BA THA NGA:
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi

Secara singkat MA GA BA THA NGA saya artikan bahwa pada akhirnya manusia akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Alloh SWT. Oleh karena itu kita harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Alloh SWT.