Allah SWT berfirman,
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang demikian itu. Tak ada Tuhan selain Dia. Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran: 18)
Allah SWT mempersaksikan orang-orang yang berilmu atas sebab yang dipersaksikan kepada-Nya, yaitu tauhidullah (mengesakan Allah SWT). Karena itu, Allah berfirman, “Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan.” (Ali Imran: 18)
Ini menunjukkan keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu dari beberapa segi.
Satu.Terpilihnya mereka untuk memberikan kesaksian.
Dua.Beriringannya kesaksian mereka dengan kesaksian Allah SWT.
Tiga.Beriringannya kesaksian mereka dengan kesaksian para malaikat.
Empat Semua hal di atas menunjukkan bahwa Allah SWT mengakui “kebersihan” dan keadilan mereka, karena Allah SWT tidak meminta kesaksian kecuali dari makhlukNya yang adil. Dalam sebuah riwayat Nabi saw pernah bersabda,
"llmu ini akan dibawa oleh orang-orang adil dari generasi yang akan datang. Mereka menghilangkan distorsi orang-orang ekstrim, tipu daya orang-orang yang melakukan kebatilan, dan takwil orang-orang bodoh. "
Muhammad bin Ahmad bin Ya’kub bin Syaibah berkata, "Saya melihat seorang lelaki mengajukan tuduhan atas seseorang kepada Ismail bin Ishaq, seorang qadhi. Lalu Ismail bin Ishaq bertanya kepada sang terdakwa tersebut, tetapi dia menolak tuduhan itu. Lalu dia bertanya kepada lelaki yang mengajukan tuduhan, ‘Apakah anda memiliki saksi?’ Dia menjawab: ‘Ya, si fulan dan fulan, adapun si fulan yang pertama kesaksiannya bisa diterima, sedangkan yang satunya lagi tidak bisa diterima.’
Ismail bin Ishaq pun bertanya, ‘Jadi Anda mengetahui hal itu?’ orang tersebut menjawab, ‘Ya, saya tahu.’ Ismail bin Ishaq bertanya kembali, ‘Dengan apa Anda mengetahuinya?’ orang tersebut pun menjawab, ‘Saya mengetahuinya melalui kitab-kitab hadits.’ Ismail bin Ishaq bertanya lagi, ‘Bagaimana Anda mengetahuinya dengan kitab-kitab hadits?’ Orang tersebut menjawab, 'Saya tahu dari kitab-kitab hadits hal yang baik, yaitu bahwa Nabi saw. bersabda, ‘Ilmu ini akan dibawa oleh orang-orang adil dari generasi mendatang. Dan orang yang dinilai adil oleh Rasulullah saw. adalah lebih utama dari orang yang Anda anggap adil.’ Lalu Ismail bin Ishaq pun berkata, ‘Pergilah dan datangkan orang itu. Saya sungguh telah menerima kesaksian orang itu.’"
Lima . Allah SWT menyebut mereka sebagai orang-orang yang berilmu. Ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar orang-orang yang berilmu, bukan sekedar kiasan.
Enam. Allah SWT bersaksi dengan diri-Nya sendiri, dan Dialah Saksi Yang Maha Agung, kemudian dengan makhluk-makhluk yang menjadi pilihannya, yaitu para malaikat dan orang-orang yang berilmu. Hal ini cukup menjadi bukti bagi kemuliaan dan ketinggian derajat mereka.
Tujuh. Dengan kesaksian mereka, Allah SWT membuktikan hal yang sangat agung, besar, dan tinggi yaitu bahwa ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Zat Yang Maha Kuasa hanya mengambil saksi dari hamba-hamba-Nya yang terpilih bagi suatu perkara agung.
Delapan. Allah SWT menjadikan kesaksian mereka sebagai argumen atas orang-orang yang ingkar. Dengan demikian, mereka ibarat dalil, ayat, dan bukti-bukti yang menunjukkan ketauhidan Allah SWT.
Sembilan. Allah SWT menyebutkan satu kata kerja (fi’il) untuk kesaksian dariNya, dari malaikat, dan dari mereka (orang-orang berilmu), tanpa menyebutkan kata kerja lagi. Hal ini menunjukkan eratnya keterkaitan kesaksian-kesaksian mereka dengan kesaksian-Nya. Seakan-akan Allah SWT menyatakan ketauhidan-Nya melalui lidah mereka. Jadi Allah SWT menyatakan kesaksian-Nya atas keesaan-Nya dengan diri-Nya sendiri sebagai permulaan dan pengajaran. Sedangkan, orang-orang yang berilmu memberikan kesaksian atas ketauhidan Allah SWT sebagai penegasan, pengakuan, pembenaran, dan keimanan.
Sepuluh. Dengan kesaksian tersebut, Allah SWT menjadikan mereka sebagai orang-orang yang menunaikan hak-Nya atas makhluk-Nya. Jika mereka menunaikannya, maka mereka telah menunaikan hak-Nya, dan tetaplah hak tersebut atas seluruh makhluk-Nya. Dengan demikian, seluruh makhluk-Nya juga wajib menunaikan hak Allah tersebut, karena itu adalah jalan menuju puncak kebahagiaan mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang-orang yang berilmu tersebut mendapatkan pahala sebesar pahala orang-orang yang mendapatkan petunjuk berkat mereka. Ini merupakan kemuliaan besar yang batasnya tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Inilah sepuluh bentuk makna dari ayat ini.
Sebelas. Mengenai kemuliaan ilmu dan pemiliknya, maka Allah SWT telah menyatakan ketidaksetaraan antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu, sebagaimana Allah membedakan antara penghuni neraka dengan penghuni surga. Allah SWT berfirman, "
Katakanlah (Muhammad), tidak sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui." (az-Zumar: 9)
“Tidak sama antara penghuni neraka dan penghuni surga.” (al-Hasyr: 20)
Ini menunjukkan tingginya kemuliaan dan keutamaan mereka.
Dua belas. Allah SWT memposisikan orang-orang bodoh sebagai orang-orang buta. Allah SWT berfirman,
“Apakah orang yang mengetahui bahwa hanya kebenaran yang diturunkan kepadamu sama dengan orang buta?” (ar-Ra’ad: 19)
Jadi di sini hanya ada dua komunitas, yaitu orang-orang berilmu dan orang-orang bodoh. Dan di dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang bodoh adalah orang yang tuli, bisu, dan buta.
Tiga belas. Allah SWT menyatakan bahwa orang-orang berilmu mengakui bahwa apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya adalah benar adanya. Allah menjadikan hal ini sebagai pujian bagi mereka, sedangkan pengakuan mereka tersebut merupakan kesaksian. Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu bahwa yang diturunkan kepadamu dari Tuhannya adalah kebenaran.” (Sabaa": 6)
Empat belas. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertanya dan merujuk kepada pendapat-pendapat mereka, dan Allah SWT menjadikan hal itu sebagai kesaksian bagi mereka. Allah berfirman,
“Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu ya Muhammad, melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami wahyu kepada mereka. Maka, tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (alAnbiyaa": 7)
Ahl adz-dzikr adalah orang-orang berilmu yang mengetahui apa yang Allah SWT turunkan kepada para nabi-Nya.
Lima belas. Allah SWT memberikan kesaksian bagi orang-orang berilmu. Yakni sebuah kesaksian yang di dalamnya terkandung makna bahwa Dia menjadikan mereka sebagai saksi atas kebenaran apa yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya. Allah SWT berfirman,
“Maka patutkah saya mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka mengetahui bahwa al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka, janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.” (al-An’aam: 114)
Enam belas. Allah SWT menghibur Nabi-Nya dengan keimanan orang-orang yang berilmu dan memerintahkan kepadanya untuk tidak mempedulikan orang-orang bodoh. Karena itu, Allah SWT berfirman,
“Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan secara berangsur-angsur agar kamu membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. Katakanlah, ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi peringatan sebelumnya apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud.’ Dan mereka berkata, ‘Maha Suci Tuhan kami. Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.’” (al-lsraa : 106-108)
Ini merupakan penghargaan sangat besar bagi orang-orang berilmu, yang di balik penghargaan tersebut tersirat bahwa orang-orang yang berilmu telah mengetahui, beriman, dan membenarkan Al-Qur’an, walaupun orang lain tidak beriman.
Tujuh belas. Allah SWT memuji dan memuliakan orang berilmu karena mereka menjadikan kitab Allah sebagai tanda-tanda yang jelas yang ada di dada mereka. Ini adalah kelebihan dan keistimewaan mereka yang tidak dipunyai oleh yang lain. Allah SWT berfirman,
“Dan demikian pulalah Kami turunkan kepadamu Al-kitab (Al-Qur’an). Maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan di antara mereka (kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. Dan tidak adalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir. Kamu tidak pernah membaca sebelum (Al-Qur’an) suatu kitab pun dan kamu tidak pernah menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu. Andaikata kamu pernah menulis dan membaca, benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu). Sebenarnya Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (al-'Ankabuut: 47-49)
Ayat di atas mempunyai dua makna, yang keterkaitan antara keduanya sangat erat dan tiada pertentangan. Kedua makna tersebut, pertama, bahwa Al-Qur’an terpatri dan terpelihara di dada orang-orang yang berilmu, dan hal ini merupakan ayat-ayat Allah SWT yang sangat jelas. Dengan makna ini, maka Allah SWT menjelaskan tentang Al-Qur’an dengan dua hal. (a) Al-Qur’an adalah tanda-tanda yang nyata. (b) Al-Qur’an terpatri, terpelihara, dan terjaga di dada orang-orang yang berilmu. Kedua, Al-Qur’an itu adalah tanda-tanda yang jelas di dada mereka. Artihya, Al-Qur’an adalah tanda-tanda yang jelas yang mereka ketahui dan terpatri di dada mereka. Kedua makna ini merupakan pujian bagi mereka, karena di dalamnya mengandung pujian bagi mereka, dan renungkanlah hal ini.
Delapan belas. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk meminta tambahan ilmu dari Allah SWT. Allah SWT berfirman,
“Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu dan katakanlah, ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.’” (Thaahaa: 114)
Hal ini cukup menunjukkan kemuliaan ilmu, karena Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya untuk meminta tambahan darinya.
Sembilan belas. Allah SWT memberitahukan secara khusus tentang tingginya derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu. Terdapat empat tempat di dalam Al-Qur’an di mana Allah SWT memberitakan tingginya derajat orang yang berilmu. Yang pertama, Allah berfirman
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, 'Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mujaadalah: 11)
Kedua, firman Allah SWT,
Sesungguhnya orang-orang beriman ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Yaitu, orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dan rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia." (al-Anfaal: 2-4)
Ketiga, firman Allah SWT,
“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang telah memperoleh tempat-tempat yang mulia.” (Thaahaa: 75)
Keempat, firman Allah SWT,
“Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(an-Nisaa*: 9596)
Inilah empat tempat tersebut yang di tiga tempat pertamanya menunjukkan tingginya derajat orang yang beriman yaitu ilmu bermanfaat dan amal saleh. Sedangkan yang keempat menunjukkan ketinggian derajat mereka dengan ilmu dan jihad, yang dengan keduanya merupakan pilar agama.
Dua puluh. Pada hari kiamat Allah SWT menjadikan orang-orang yang berilmu dan beriman sebagai saksi atas kebatilan perkataan orang-orang kafir. Allah SWT berfirman,
"Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, ‘Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat saja.’ Seperti demikianlah mereka selalu berpaling dari kebenaran. Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang kafir), ‘Sesungguhnya kamu telah berdiam dalam kubur menurut ketetapan Allah, sampai hari bangkit. Maka, inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakininya.’ (ar-Ruum: 55-56)
Dua puluh satu. Allah SWT memberitakan bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada-Nya, bahkan Allah mengkhususkan mereka dalam hal itu. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya hanya orang berilmu dari hamba-hamba-Nya yang takut kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Faathir: 28)
Ini menunjukkan bahwa hanya orang-orang berilmulah yang takut kepada-Nya. Allah SWT juga berfirman,
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Aden yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridhla kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang takut kepada Tuhannya.” (al-Bayyinah: 8)
Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa pahala yang disebutkan pada dua teks hanya untuk para ulama. Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Takut kepada Allah SWT merupakan sebuah ilmu (pengetahuan) dan lalai dari Allah merupakan kebodohan.”
Dua puluh dua. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT memberitahukan bahwa Dia membuat perumpamaan-perumpamaan yang Dia buat bagi hamba-hamba-Nya untuk menunjukkan kebenaran risalah yang Dia turunkan. Allah SWT juga memberitahukan bahwa hanya orang-orang yang berilmulah yang dapat mengambil manfaat dari perumpamaan-perumpamaan tersebut serta hanya merekalah yang mengetahuinya. Allah SWT berfirman,
“Dan perumpamaan ini Kami buatkan bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (al-'Ankabuut: 43)
Di dalam Al-Qur’an terdapat lebih dari empat puluh perumpamaan. Dahulu ada beberapa ulama salaf yang ketika membaca satu perumpamaan di dalam Al-Qur’an dan tidak memahaminya, maka mereka akan menangis seraya berkata, “Kami tidak termasuk golongan ulama.”
Dua puluh tiga. Allah SWT mengisahkan tentang perdebatan antara Nabi Ibrahim dengan ayah dan kaumnya, serta mengisahkan tentang kemenangan Nabi Ibrahim a.s. atas mereka dengan argumentasi yang ia ajukan. Allah SWT juga memberitahukan bahwa Dia mengangkat derajat Nabi Ibrahim a.s. dengan mengajarkan kepadanya argumentasi. Allah SWT berfirman,
“Dan itulah hujjah (argumentasi) kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (al-An’aam: 83)
Zaib bin Aslam r.a. berkata bahwa makna ayat di atas adalah, “Kami (Allah) mengangkat derajat orang yang Kami inginkan dengan ilmu argumentasi.”
Dua puluh empat. Allah SWT memberitahukan bahwa Dia telah menciptakan makhluk dan menetapkan Baitul Haram, Syahrul Haram (bulan-bulan yang suci) dan kurban supaya hamba-Nya tahu bahwa Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah SWT berfirman,
“Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (ath-Thalaaq: 12)
Ini menunjukkan bahwa pengetahuan (ilmu) hamba kepada Tuhan dan sifat-Nya, serta pengetahuannya bahwa hanya Dialah yang berhak disembah merupakan tujuan dari penciptaan makhluk.
Dua puluh lima. Allah SWT memerintahkan orang-orang berilmu untuk bergembira dengan apa yang Dia berikan kepada mereka. Juga memberitahukan bahwa ilmu yang mereka dapatkan lebih baik dari apa yang dikumpulkan manusia. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan,” (Yunus: 58)
Kata fadhlullah (anugerah Allah) ditafsirkan sebagai keimanan, dan rahmatNya ditafsirkan sebagai Al-Qur’an. Adapun keimanan dan Al-Qur’an, keduanya merupakan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh, petunjuk dan agama yang benar. Keduanya adalah ilmu dan amal yang paling mulia.
Dua puluh enam. Allah SWT bersaksi bahwa seseorang yang telah Dia beri ilmu sesungguhnya telah Dia berikan kebaikan yang sangat berlimpah. Allah SWT berfirman,
“Allah memberikan hikmah kepada orang yang dikehendakinya. Dan barangsiapa yang diberikan hikmah, sungguh dia telah memperoleh kebaikan yang banyak.” (al-Baqarah: 269)
Ibnu Qutaibah dan mayoritas ulama berkata bahwa al-hikmah adalah mendapatkan kebenaran dan mengamalkannya, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.
Dua puluh tujuh. Allah SWT menyebutkan satu persatu nikmat dan anugerahNya kepada Rasul-Nya dan menjadikan anugerah-Nya yang paling agung adalah kitab, hikmah, dan ilmu yang diajarkan kepadanya yang sebelumnya tidak ia ketahui. Allah SWT berfirman,
“Dan Allah menurunkan kepadamu kitab, hikmah, dan mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui. Dan kemuliaan Allah kepadamu sangat besar.” (an-Nisaa:113)
Dua puluh delapan. Allah SWT mengingatkan orang-orang mukmin akan nikmat yang Dia limpahkan kepada mereka dan memerintahkan mereka untuk mensyukurinya. Juga supaya mereka ingat bahwa nikmat tersebut adalah untuk mereka. Allah SWT berfirman,
“Sebagaimana Kami mengutus kepada kalian seorang Rasul dari golongan kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, mensucikan kalian, mengajarkan kalian kitab dan hikmah, dan mengajarkan kepada kalian apa yang kalian tidak ketahui. Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kafir kepada-Ku.” (al-Baqarah: 151-152)
Dua puluh sembilan. Tatkala Allah SWT memberitahukan kepada malaikatNya bahwa Dia akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi ini, para malaikat itu berkata kepada-Nya, "Apakah Engkau akan menjadikan di dalamnya orang yang akan berbuat kerusakan dalam bumi dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memujimu dan senantiasa mensucikan-Mu.’ Allah menjawab dengan firman-Nya,
'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui. 'Lalu Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, kemudian Allah mengemukakan nama-nama itu kepada para malaikat dan berfirman, ‘Beritahukan kepada-Ku nama-nama mereka apabila kalian memang benar!’ Mereka berkata, 'Maha Suci Engkau ya Allah, tidak ada ilmu yang kami miliki kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesunggunya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana." (al-Baqarah: 30-32)
Hingga akhir kisah Adam a.s. dan perintah Allah kepada malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s., serta keenggananan iblis untuk melakukannya, sehingga Allah SWT melaknatnya dan mengeluarkannya dari langit. Penjelasan keutamaan ilmu dalam kisah ini dari berbagai segi.
Kesatu, Allah SWT menjawab pertanyaan para malaikat tentang bagaimana Dia menjadikan di bumi ini orang yang lebih taat kepada-Nya dari para malaikat, Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang kalian tidak tahu.” (al-Baqarah: 30)
Allah menjawab pertanyaan mereka bahwa Dia mengetahui batin dan hakikat segala sesuatu yang tidak mereka ketahui. Dialah Yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Maka, muncullah dari khalifah ini makhluk-makhluk-Nya yang terbaik, yaitu para rasul, para nabi, orang-orang saleh, para syuhada, para ulama, orang-orang yang beriman dan berilmu, yang semuanya lebih baik dari para malaikat. Dan, dari iblis lahirlah makhluk yang paling buruk di alam ini. Jadi Allah SWT memunculkan hamba-hamba-Nya yang taat juga makhluk-makhluk-Nya yang durhaka. Sedangkan, malaikat sebelumnya tidak memiliki pengetahuan tentang keduanya. Juga tidak mengetahui tentang hikmah yang luar biasa dari penciptaan Adam a.s. dan tinggalnya ia di bumi.
Kedua, tatkala Allah SWT ingin menampakkan keutamaan, kelebihan dan keistimewaan Adam a.s., maka Allah SWT mengajarkan kepadanya ilmu. Kemudian Allah SWT semua nama dan mengemukakannya kepada para malaikat. Lalu Allah berfirman,
“Beritahukanlah kepadaku nama-nama mereka itu apabila kalian memang orangorang yang benar.” (al-Baqarah: 33)
Dalam tafsir ayat ini disebutkan bahwa para malaikat berkata, “Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dari kami.” Jadi mereka mengira bahwa mereka lebih baik dan lebih mulia dari khalifah yang akan Allah ciptakan di bumi ini. Maka tatkala Allah SWT menguji mereka dengan apa yang telah Dia ajarkan kepada khalifah tersebut, mereka mengakui kelemahan dan ketidaktahuan mereka terhadap hal-hal tersebut. Karena itu mereka berkata,
“Maha Suci Engkau yang Allah. Tidak ada ilmu yang kami miliki kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 32)
Ketika itu Allah menjelaskan keutamaan Adam karena keutamaan ilmu yang dikhususkan oleh Allah. Allah berfirman,
“Wahai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama mereka itu. Tatkala Adam memberitahukan kepada mereka nama-namanya…” (al-Baqarah: 33)
Para malaikat pun mengakui keutamaan itu. Ketiga. tatkala Allah SWT memberitahu para malaikat akan keutamaan Adam a.s dengan ilmu yang Dia ajarkan, serta memberitahukan ketidakmampuan mereka untuk mengetahui apa yang telah diketahui Adam, Allah SWT berfirman,
“Bukankah Aku telah berkata kepada kalian, 'Sesungguhnya Aku mengetahui rahasia (kegaiban) langit dan bumi serta Aku mengetahui apa yang kalian nampakkan dan apa yang kalian sembunyikan.” (al-Baqarah: 33)
Jadi Allah SWT memberitahu mereka bahwa Dia Maha Mengetahui dan Dia mengetahui segala sesuatu, baik lahir maupun batin, serta mengetahui keghaiban langit dan bumi. Karena itu, Allah SWT memberitahu mereka tentang diri-Nya dengan sifat 'Ilm. Allah SWT juga memberitahukan keutamaan Nabi-Nya dengan ilmu, serta memberitahukan ketidakmampuan mereka mengetahui ilmu yang Allah berikan kepada Adam a.s… Maka, tentulah semua ini cukup sebagai bukti akan kemuliaan ilmu.
Keempat, Allah SWT menjadikan dalam diri Adam sifat-sifat kesempurnaan yang dengannya ia lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Allah SWT ingin menampakkan kepada para malaikat keutamaan dan kemuliaan Adam a.s., maka Dia menampakkan kepada para malaikat hal terbaik yang dimiliki Adam, yaitu ilmu. Ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan hal yang termulia dalam diri manusia. Juga menunjukkan bahwa keutamaan serta kemuliaan manusia terletak pada ilmu.
Hal ini serupa dengan apa yang Allah lakukan kepada Nabi Yusuf a.s., tatkala ingin menampakkan keutamaan dan kemuliannya kepada orang-orang yang hidup pada masanya. Maka, Allah SWT mengajarkan kepadanya ilmu takwil mimpi. Sehingga, tatkala Raja Mesir bermimpi dan para ahli tabir mimpi tidak mampu menakwilkannya, maka Allah menampakkan kelebihan Nabi Yusuf a.s. tersebut. Setelah mengetahui hal itu, sang raja pun percaya kepadanya, menjadikannya sebagai orang terdekat dan menyerahkan tugas bendahara negara kepadanya. Padahal sebelum itu, sang raja telah memenjarakannya karena ketampanan wajah dan keindahan perawakan tubuhnya. Namun, tatkala sang raja mengetahui ilmu dan pengetahuannya, dia membebaskannya dan memberikan jabatan yang tinggi kepadanya. Ini menunjukkan bahwa ilmu keturunan Adam a.s. lebih mempesona dan lebih mulia daripada bentuk tubuh, meskipun itu bentuk yang paling indah. Ini merupakan sisi tersendiri dalam keutamaan ilmu, yang jika ditambahkan dengan keutamaan-keutamaan sebelumnya, maka seluruhnya berjumlah tiga puluh.