Apa Kalian Percaya Kalau Cinta Bisa Datang Karena Terbiasa?

Sebagai manusia yang tidak bisa terpisahkan dengan ungkapan cinta dan sayang antar sesama manusia, entah sebagai teman, keluarga, ataupun pasangan. Ada sebuah ungkapan jawa bahwa cinta bisa hadir karena terbiasa atau “witing tresno jalaran saka kulino”. Terbiasa karena bertemu, terbiasa karena berkomunikasi, terbiasa karena saling ada. Yang mana karena kebiasaan ini nantinya bisa muncul benih-benih cinta dan bisa bersemai tanpa kita sadari.

Saya tersendiri adalah salah satu orang yang percaya bahwa cinta bisa datang karena terbiasa akan kehadiran seseorang. Yang mana, ketika orang itu tidak hadir di dalam kehidupan kita, karena adanya rasa biasa berinteraksi. Kita bisa merasakan rindu yang hadir secara tiba-tiba.

Lalu, bagaimana dengan kalian? Apakah kalian percaya bahwa cinta bisa hadir karena terbiasa? atau ini adalah sebuah persepsi yang salah karena cinta tidak mungkin bisa muncul hanya karena terbiasa saja.

1 Like

Saya cukup percaya dengan hal ini. Ketika kita mulai terbiasa dengan kehadiran seseorang dalam hidup, kita merasakan kenyamanan dan akhirnya mempercayai sosok orang tersebut. Dari kenyamanan dan kepercayaan itulah cinta dapat hadir di dalamnya. Walaupun hal tersebut tergantung bagaimana orang memaknai kehadiran seseorang, tetapi biasanya cinta yang tumbuh dari kebiasaan meruoakan cinta yang tulus karena kita sudah tahu tentang sosok orang tersebut.

Saya cukup percaya dengan hal tersebut.

Pertama orang tua saya pun tidak pernah menikah karena cinta, alias dinikahkan saja. Apalagi jaman dulu orang tua lah yang cenderung memilih calon pasangan bagi kita. Dan alhamdulilah bertahan sampai sekarang hingga banyak cucu.

Kedua kecintaan kita terhadap orang tua dan sodara, itu bukanlah hal yang kita pilih melainkan kecintaan yang terbentuk selama kita menghabiskan waktu bersama. Lalu contoh lainnya terhadap sekolah dan pekerjaan, pada awalnya kebanyakan mungkin malah tidak ada ketertarikan, akan tetapi lama-lama menjadi cinta.

Ketiga sama yang seperti disampaikan kak @tiarapuspitap dimana kenyamanan dan keamanan menumbuhkan cinta.

Saya juga setuju dengan pendapat kak @Deden_ImamBuchori. Saya selalu merasa bahwa cinta datang karena terbiasa bahkan menurut saya seperti itu polanya. Ketika awal didekati oleh lelaki, pastinya kita belum terbiasaa dengna keberadaannya kan? Ketika sudah mulai pendekatan agak lama, dengan berbagai perhatian dan kasih sayang yang diberikan, pasti hati kita akan luluh juga.

Iya, saya setuju dengan pernyataan bahwa cinta bisa datang karena terbiasa. Hal ini didasari oleh beberapa anggota keluarga dan orang di sekitar saya yang menikah karena dijodohkan oleh orang tua yang berakhir hidup bahagia bersama pasangannya. Di suatu kesempatan ketika berbincang santai, salah satu mengungkapkan bahwa awalnya ia dan suami merasa canggung karena pertemuan mereka dapat dihitung jari. Menghitung hari, mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama. Yang biasanya jalan-jalan sendirian di mall, kini mendapat gandengan tangan dan teman bicara yang asik. Seiring berjalannya waktu, pernikahan mereka tumbuh dan berkembang dengan penuh cinta. Saat ini keluarga mereka sudah berjalan kurang lebih sepuluh tahun dan dikaruniai dua anak laki-laki. Jadi, saya percaya bahwa cinta bisa datang karena terbiasa.

Percaya karena orang terdekat saya dan bahkan saya sendiri mengalami hal yang sama, namun bukan sebagai pihak yang mencintai melainkan sebaliknya. Intensitas komunikasi antar dua individu bisa mengarah ke dua hal, yaitu membosankan atau merasa nyaman. Jika rasa nyaman yang muncul, maka secara tidak langsung kita mengharapkan tiap momen berjalan demikian. Apabila hal tersebut terus-menerus dilakukan, yang terjadi adalah terciptanya suatu kebiasaan baru yang akan ditunggu. Dan seperti kata kak @tiarapuspitap bisa hadir suatu perasaan lebih dari sekadar teman.

Namun, saya rasa hal ini juga tidak bisa digeneralisasi. Banyak juga yang saya temui, dua orang lawan jenis selalu kemana-mana bersama, tapi memang mereka hanya berteman. Hal ini mungkin dari salah satu pihak bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta sehingga merasa biasa saja layaknya teman pada umumnya.

Antara percaya dan tidak percaya, sih. Aku kasih contoh dengan pengalaman teman kali, ya. (Sudah izin, dan menurutku ini unik sekali karena aku belum pernah dengar atau alami.) Jadi temanku pernah punya hubungan yang cukup lama (tahunan). Dia peduli sama pacarnya (sekarang mantan)? Jelas. Dia sayang sama pacarnya? Iya. Tapi kalau sampai bisa bilang “cinta”? Nah katanya, dulu waktu menjalankan hubungannya, secara otomatis dia bilang iya. Tapi anehnya, waktu putus, dia merasa biasa saja. Malah katanya dia merasa ringan, mungkin karena hubungan yang tahunan itu bikin lelah kali, ya. Dan kalau dia mencoba flashback, dia mengiyakan kata “cinta” tersebut tidak pernah secara inisiatif, katanya pasti si pacar yang memulainya–tapi bukan berarti dulu temanku ini tidak peduli sama sekali.

Nah, dari situ dia mengambil keputusan sendiri, kalau mungkin hubungan tersebut hanya bikin dia nyaman. Temanku nyaman sama pacarnya (sekarang mantan) karena dia selalu ada, nyaman karena mereka saling tolong, dan lain-lain. Katanya, temanku menyesal putus pun bukan karena dia patah hati, tapi karena dia merasa kehilangan sahabat dan orang yang selalu ada. Aku nggak tahu kalian paham atau tidak, tapi memang setelah putus, temanku baru sadar kalau “cinta” yang sebelumnya “dipamerkan” itu tidak pernah benar-benar terasa. Dan anehnya, ini pertama kalinya terjadi. Sebelumnya dengan pacar yang lain, dia selalu yakin dengan perasaannya sendiri.

Jadi, kesimpulan yang bisa aku ambil adalah terkadang sayang dan nyaman berbeda dengan cinta. Aku sendiri kurang tahu apa “cinta” itu, tapi yang aku tahu, “cinta” seharusnya begitu kompleks dan intens yang membuat si perasa “kewalahan” sendiri, ibaratnya si perasa ini “jatuh” banget. Pernah nggak kalian merasa suka, sayang, atau apapun itu dengan orang sampai merasa “sakit”? Tapi tipe sakit yang bikin terharu, dan malah merasa tidak mau kehilangan? Nah menurutku, itu baru cinta. It’s too intense and deep it hurts.