Apa itu Tradisi Perang Nasi?

Di salah satu desa di Ngawi, Jawa Timur dikenal tradisi unik perang nasi. Awalnya tradisi ini seperti yang lainnya yaitu Nyadran yang biasa dilakukan di desa-desa lain dengan membagikan nasi yang sudah terkumpul dari warga, namun kian lama banyak warga berebut nasi dengan tidak tertib, mungkin karena emosi maka jadilah nasi-nasi itu dilemparkan dan tradisi itu bertahan hingga sekarang. Tradisi ini dilaksanakan setelah masa panen kedua di setiap tahunnya.

Warga desa mengumpulkan nasi secara sukarela. Nasi yang dikumpulkan biasanya dibungkus daun jati atau daun pisang. Selain nasi, warga biasanya juga menyertakan sejumlah lauk pauk, seperti sayur tahu, kentang, mie, dan rempeyek atau kerupuk. Jumlah nasi yang terkumpul biasanya mencapai ratusan bungkus. Banyaknya nasi yang terkumpul rupanya menunjukkan kualitas hasil panen. Apabila semakin banyak jumlah nasi bungkus yang terkumpul, itu berarti menunjukkan hasil panen warga semakin bagus.

Sebelum dikenal sebagai tradisi lempar nasi, sebenarnya tradisi yang dilakukan pascapanen itu adalah tradisi bersih desa atau nyadran. Warga desa berkumpul sebagai tanda syukur atas hasil pertanian mereka. Dalam tradisi bersih desa itu pula dipanjatkan doa supaya hasil pertanian tahun berikutnya tetap bagus. Nasi-nasi bungkus yang terkumpul kemudian dibagikan kepada warga yang kurang mampu. Tradisi inilah yang kemudian berubah. Belum diketahui pasti kapan tradisi bersih desa ini berubah menjadi ajang saling rebut dan lempar nasi antarwarga. Tradisi saling lempar nasi bermula dari warga yang saling berebut karena khawatir tidak kebagian nasi. Aksi saling rebut itu kemudian menjadi aksi saling lempar. Tradisi ini terjadi sampai sekarang.

Tradisi ini diyakini sudah berjalan selama ratusan tahun. Mulai dari anak-anak, kaum muda maupun tua turut meramaikan tradisi lokal ini. Meskipun dilakukan dengan aksi saling lempar, perang nasi ini penuh dengan canda tawa dan keseruan. Tradisi Perang Nasi biasanya dilaksanakan di sumber air yang bernama Sendang Tambak. Tradisi ini setiap tahunya digelar pada hari Jumat legi. Warga desa akan meninggalkan pekerjaan sehari-hari untuk turut serta dalam gelaran tradisi tinggalan nenek moyang itu. Tradisi Perang Nasi diawali dengan acara istighosah bersama. Di sela-sela kegiatan saling lempar nasi, para perempuan ada yang berinisiatif memunguti nasi-nasi yang masih terbungkus daun. Nasi yang masih bagus dan layak biasanya akan dibawa pulang. Kadangkala nasi yang diperoleh dari tradisi lempar nasi juga diproduksi sebagai kerupuk.

Tradisi Perang Nasi menjadi tradisi yang terus-menerus dilestarikan oleh masyarakat Ngawi. Tradisi ini sekaligus sebagai upaya untuk mempertahankan identitas lokal dan menghindarkan warga Desa Pelang Lor dari budaya-budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya setempat. Seluruh warga desa bergotong royong untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan Tradisi Perang Nasi. Aparat Desa Pelang Lor Ngawi berupaya semaksimal mungkin mendukung tradisi turun temurun yang merupakan bagian dari identitas budaya nasional itu tetap terlaksana setiap tahunnya.

Jangan lupa berikan pendapatmu apabila ada perbedaan.

1 Like