Apa Itu Stunting?

image

Di Indonesia masalah stunting masih menjadi masalah kesehatan dengan jumlah penderita cukup banyak. Hal ini biasanya dikarenakan angka kecukupan gizi pada anak tidak terpenuhi. Lalu apakah stunting itu?

Apa itu stunting?

Pertumbuhan anak tidak hanya dilihat dari berat badan, tetapi juga tinggi. Pasalnya, tinggi badan anak adalah salah satu faktor yang menandai stunting dan menjadi penanda apakah nutrisi anak sudah tercukupi atau belum. Apa itu stunting? Mengutip dari Buletin Stunting yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya.

Mudahnya, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya. Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Terlebih lagi, jika kondisi ini dialami oleh anak yang masih di bawah usia 2 tahun dan harus segera ditangani dengan segera dan tepat. Anak masuk ke dalam kategori stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Penilaian status gizi yang satu ini biasanya menggunakan grafik pertumbuhan anak (GPA) dari WHO.

Tubuh pendek pada anak yang berada di bawah standar normal merupakan akibat dari kondisi kurang gizi yang telah berlangsung dalam waktu lama. Hal tersebut yang kemudian membuat pertumbuhan tinggi badan anak terhambat sehingga mengakibatkan dirinya tergolong stunting. Jadi singkatnya, anak dengan tubuh pendek belum tentu serta merta mengalami stunting. Kondisi ini hanya terjadi ketika asupan nutrisi harian anak kurang sehingga memengaruhi perkembangan tinggi badannya.

Apa penyebab stunting?

Masalah kesehatan ini adalah hasil atau akibat dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Berbagai faktor ini misalnya asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, bayi lahir prematur, serta berat badan lahir rendah (BBLR). Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan. Berikut beberapa hal yang menjadi penyebab stunting pada anak:

  • Kurang asupan gizi selama hamil
    WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa sekitar 20 persen kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hamil yang kurang bergizi dan berkualitas sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran. Oleh karena itu, penting untuk mencukupi berbagai nutrisi penting selama hamil.

  • Kebutuhan gizi anak tidak tercukupi
    Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat makanan balita saat masih di bawah usia 2 tahun yang tidak tercukupi. Entah posisi menyusui yang kurang tepat, tidak diberikan ASI eksklusif, ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas. Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan yang mengandung zinc, zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita. Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai berkembang saat anak berusia 3 bulan.

Proses perkembangan tersebut lambat laun mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun. Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun dan anak dengan usia lebih dari 3 tahun. Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang berlangsung.

Sementara pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted). Selain itu yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting pada anak, yaitu:

  1. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi sebelum hamil, saat hamil, dan setelah melahirkan.
  2. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan, termasuk layanan kehamilan dan postnatal (setelah melahirkan).
  3. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
  4. Masih kurangnya akses makanan bergizi karena tergolong mahal.

Ciri-ciri stunting pada anak
tidak semua anak balita yang berperawakan pendek mengalami stunting. Masalah kesehatan ini merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dilihat dari standar baku pengukuran tinggi badan menurut usia berdasarkan standar WHO. Menurut Kemenkes RI, balita bisa diketahui stunting bila sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini berada pada kisaran di bawah normal. Seorang anak termasuk dalam stunting atau tidak, tergantung dari hasil pengukuran tersebut. Jadi tidak bisa hanya dikira-kira atau ditebak saja tanpa pengukuran. Selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:

  1. Pertumbuhan melambat
  2. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
  3. Pertumbuhan gigi terlambat
  4. Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
  5. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
  6. Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
  7. Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
  8. Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.
    Sementara untuk tahu apakah tinggi anak normal atau tidak, sang ibu harus secara rutin memeriksakannya ke pelayanan kesehatan terdekat.

• Dampak stunting pada anak
Stunting adalah gagal tumbuh akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Maka itu, kondisi ini bisa memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara keseluruhan. Dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme. Dampak jangka panjangnya, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin berdampak:

  1. Menurunkan kemampuan perkembangan kognitif otak anak
  2. Kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit
  3. Risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan
  4. Penyakit jantung
  5. Penyakit pembuluh darah.
  6. Kesulitan belajar
    Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam dunia kerja. Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah dewasa. Hal tersebut biasanya terjadi pada wanita dewasa dengan tinggi badan kurang dari 145 cm karena mengalami stunting sejak kecil.

Pasalnya, ibu hamil yang bertubuh pendek di bawah rata-rata (maternal stunting) akan mengalami perlambatan aliran darah ke janin serta pertumbuhan rahim dan plasenta.
Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kondisi bayi yang dilahirkan.

Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat. Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia. Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.

Summary

https://www.cdc.gov/ncbddd/actearly/milestones/milestones-4yr.html
https://childmind.org/guide/parents-guide-to-developmental-milestones/
https://www.cdc.gov/ncbddd/actearly/milestones/milestones-1yr.html

Intervensi anak kerdil atau lebih dikenal dengan stunting adalah kondisi perlambatan pertumbuhan fisik pada anak. Stunting mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS 2006. Sehingga pada masa itu, sebaiknya anak diberikan perhatian khusus untuk mendapatkan gizi yang cukup sebagai penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan tahun 2019 angka stunting di Indonesia berada pada urutan ke-4 dunia, sebelum pandemic mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta balita di Indonesia. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2019 yakni 27,7%. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya dibawah 20 persen. Melihat angka ini, Kementerian telah berupaya dengan melakukan berbagai kebijakan diantaranya intensifikasi gizi spesifik dan program PAMSIMAS (Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis Masyarakat).

Referensi
KEMKOMINFO. (2019). Bersama Perangi Stunting. Dikjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo. Jakarta Pusat.

Menurut data dari WHO, di seluruh dunia, 178 juta anak di bawah usia lima tahun diperkirakan mengalami pertumbuhan terhambat karena stunting.
Stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam rentang yang cukup waktu lama, umumnya hal ini karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun.
Bagi UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis), hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.
Selain mengalami pertumbuhan terhambat, stunting juga kerap kali dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang tidak maksimal. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk.
Selain itu, efek jangka panjang yang disebabkan oleh stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, acap kali dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
Penyebab Stunting

Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut:

  1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
  2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
  3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
  4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres
  5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.

Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai. Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi di masa lalu seorang.

Gejala Stunting

  1. Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
  2. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
  3. Berat badan rendah untuk anak seusianya
  4. Pertumbuhan tulang tertunda