Apa yang dimaksud dengan sosiolinguistik?

sosiolinguistik

Liguistik merupkan ilmu yang berushaa menyibak bahasa dari berbagai macam sudut pandang. Salah satu alat bedah dari linguistik yaitu sosiolinguistik yang merupakan cabang ilmu linguistik makro.

Apa yang dimaksud dengan sosiolinguistik?

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Maka, untuk memahami apa sosiolinguistik itu, perlu terlebih dahulu dibicarakan apa yang dimaksud dengan sosiologi dan linguistik itu. Sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat.

Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.

Sosiolinguistik menurut Kridalaksana dalam Chaer, didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa.

J.A Fishman dalam Chaer, berpendapat sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.

C. Criper dan H.G. Widdowson dalam Pateda, mengatakan: “Sociolinguistics is the study of language in operation, it’s purpose is to investigate how the conventions of language use relate to other aspects of social behaviour” (sosiolinguistik adalah studi bahasa dalam pelaksanaannya yang bermaksud mempelajari bagaimana konvensi bahasa berhubungan dengan aspek-aspek lain dari tingkah laku sosial).

G.E. Booji, J.G. Kerstens, dan H.J. Verkuyl dalam Pateda, mengatakan: “Sociolinguistiek is subdiscipline van de taalkunde, die bestudeert welke sociale factoren een rol spelen in het taalgebruik er welke rol taal spelt in het social verkeer” (sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam pemakaian bahasa dan yang berperan dalam pergaulan).

Sedangkan Rene Appel, Gerard Hubers, dan Greus Meijer dalam Pateda, mengatakan: “Sociolinguistiek is de studie van taal en taalgebruik in de context van maatschappij en kultuur” (sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dan pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan).

Dapat disimpulkan, sosiolinguistik adalah sebuah ilmu antardisiplin yang mempelajari ciri, variasi, fungsi bahasa, dan kaitannya dengan para pemakainya serta pemakaian bahasa tersebut dalam konteks sosial dan budaya.

Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur- unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu.Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa.

Berdasarkan pengertian sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor kemasyarakatan ( Nababan 1993).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik tidak hanya mempelajari tentang bahasa tetapi juga mempelajari tentang aspek-aspek bahasa yang digunakan oleh masyarakat.

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan erat. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, lembaga- lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga- lembaga, proses social dan segala masalah social di dalam masyarakat, akan diketahui cara- cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing- masing di dalam masyarakat.

Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa, atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat (Chaer dan Agustina 2003). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan tersebut.

Alwasilah (1993) menjelaskan bahwa secara garis besar yang diselidiki oleh sosiolingustik ada lima yaitu macam-macam kebiasaan (convention) dalam mengorganisasi ujaran dengan berorientasi pada tujuan tujuan social studi bagaimana norma- norma dan nilai- nilai sosial mempengaruhi perilaku linguistik. Variasi dan aneka ragam dihubungkan dengan kerangka sosial dari para penuturnya, pemanfaatan sumber-sumber linguistik secara politis dan aspek- aspek sosial secara bilingualisme.

Trudgill (dalam Sumarsono 2004) mengungkapkan sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala kebudayaan.Bahasa bukan hanya dianggap sebagai gejala sosial melainkan juga gejala kebudayaan.Implikasinya adalah bahasa dikaitkan dengan kebudayaan masih menjadi cakupan sosiolinguistik, dan ini dapat dimengerti karena setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu.

Jangkauan Sosiolinguistik

Pada awal pertumbuhan sosiolinguistik di Amerika, ada sebuah pertemuan atau konferensi sosiolinguistik yang diadakan di University of California, Los Angeles, pada tahun 1964. Dari hasil pertemuan itu Bright (1966: 11-15) mencoba memberikan pedoman apa kirakira yang termasuk di dalam perhatian sosio-linguistik. la menyebut tujuh hal berikut sebagai dimensi sosiolinguistik.

  1. ldentitas sosial pembicara, yang tercermin dari, misalnya, di kalangan penutur bahasa Bali, Jawa, Madura, atau Sunda. Keempat bahasa itu mengenal adanya sor-singgih, undak-usuk, atau unggah-ungguh (tingkat-tingkat bahasa-bahasa biasa atau bahasa halus). Penutur yang merasa lebih rendah kedudukannya- entah dari segi usia entah dari segi kepangkatan atau yang lain-akan memakai yang halus kepada kawan atau lawan tuturnya.
  2. ldentitas lawan atau kawan bicara, yang merupakan kebalikan dari hal yang pertama di atas: apakah yang kita ajak bicara itu masih anak-anak, orang yang akrab dengan kita, ataukah orang yang kita hormati. Bahasa yang kita pakai kita sesuaikan dengan kawan atau lawan bicara kita.
  3. Latar, yakni semua unsur konteks komunikasi di luar hal (1) dan (2) di atas. Ketiganya tidaklah sating mengecualikan tetapi sating berkaitan. Bahasa yang dipakai dalam suasana santai keseharian berbeda dengan bahasa yang dipakai pada waktu resmi, misalnya pada upacara pernikahan atau pada upacara kematian.
  4. Jangkauan dan tujuan peneliti yang dapat bersifat sinkronis atau diakronis. Penelitian Ervin-Tripp (1972) mengenai pemakaian bentuk sapaan dalam bahasa lnggris, misalnya, adalah contoh penelitian yang bersif at sinkronis; sedangkan penelitian Brown dan Gilman (1968) yang menelusuri pemakaian kata sapaan pada beberapa bahasa di Eropa bersif at diakronis.
  5. Perbedaan antara bagaimana kita memakai bahasa dan apa yang kita yakini tentang perilaku kita berbahasa. Hal ini berhubungan dengan sikap bahasa: ada bahasa yang kita anggap lebih kaya ataupun lebih miskin, lebih halus ataupun lebih kasar daripada bahasa yang lain.
  6. Luasnya keanekaragaman, yang berkaitan dengan masyarakat atau negeri yang mengenal satu bahasa dengan beberapa dialek dan masyarakat atau negeri yang mengenal banyak bahasa.
  7. Penerapan, yang dibedakan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah penerapan yang menjadi minat para ahli sosi ologi. Mereka berminat untuk melihat kemunginan adanya korelasi antara data sosiolinguistis dengan struktur.

Kelompok kedua adalah penerapan yang menjadi minat pakar linguistik historis. Mereka mencoba menyelidiki bagaimanakah cara sebuah atau beberapa dialek berubah dan dalam keadaan bagaimana dialek(-dialek) itu berubah.

Kelompok ketiga adalah penerapan yang dilakukan oleh pa-ra perencana bahasa. Mereka membuat perencanaan, misalnya, tentang pemakaian bahasa nasional atau bahasa resmi (di negara yang baru merdeka yang mengenal banyak bahasa); tentang bahasa apakah yang sebaiknya dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolahsekolah; atau tentang pemakaian istilah-istilah dalam beberapa bidang ilmu.

Sementara itu, Fishman (1971) merumuskan bahwa sosiolinguistik berusaha menemukan bukan hanya norma-norma atau kaidah-kaidah kemasyarakatan yang dapat menjelaskan dan menjadi kendala bagi perilaku bahasa dan perilaku terhadap perilaku bahasa dalam masyarakat bahasa, melainkan juga berusaha menentukan nilai simbolis dari ragam bahasa bagi para pemakainya.

Dalam tulisannya yang lain Fishman (1971), seorang penganjur pemakaian istilah sosiologi bahasa, membedakan sosiologi bahas menjadi sosiologi bahasa deskriptif dan sosiologi bahasa dinamis. Yang pertama mencari jawab atas pertanyaan “siapa berbicara (menulis) dalam (ragam) bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan apa maksudnya”. Sosiologi bahasa deskriptif mencoba mengungkapkan norma-norma pemakaian bahasa bagi masyarakat dan jaringan-jaringan masyarakat tertentu.

Yang kedua mencari jawab atas pertanyaan “apa yang menjelaskan laju perubahan dalam organisasi sosial pemakaian bahasa dan perilaku terhadap bahasa”. Sosiologi bahasa dinamis berusaha menjelaskan mengapa dan bagai mana organisasi pemakaian bahasa dan perilaku terhadap bahasa secara selektif dapat berbeda di dalam jaringan-jaringan sosial atau masyarakat yang ada pada dua kejadian yang berbeda.

Sosiologi bahasa dinamis juga berusaha menjelaskan mengapa jaringanjaringan masyarakat atau sosial yang dulunya mirip atau serupa dalam hal pemakaian bahasa dan perilakunya terhadap bahasa sekarang dapat menjadi sangat berbliti interaksi antarindividu dari sebuah kelompok yang kecil, yang termasuk mikrososiolinguistik. Sebagai contoh, misalnya, bagaimana orang melaksanakan tindak tutur, memakai kata sapaan, dan salam atau ujaran yang bersifat rutin. Di pihak lain ia dapat juga meneliti bahasa apa yang dipakai di seluruh negeri sebagai media komunikasi, termasuk di dalamnya masalah persebaran bahasa, kedwibahasaan, dan diglosia.

Yang terakhir ini termasuk dalam perhatian makrolinguistik. Dari buku-buku bacaan sosiolinguistik yang beredar tampaknya buku Chambers, Sociolinguistic Theory, lebih mengarah ke mikrososiolinguistik. Fasold menerbitkan bukunya menjadi dua jilid. Jilid yang pertama, The Sociolinguistics of Society, dapat dianggap sebagai pembahasan sosiolinguistik yang bersifat makro; sedangkan bukunya yang jilid kedua, The Sociololinguistics of Language, dapat dipandang sebagai uraian sosiolinguistik yang bersifat mikro.

Yang terakhir, Coulmas membahas isu-isu mikrososiolinguistik dan makrososiolinguistik dalam satu jilid buku, Sociolinguistics: The Study of Speakers’ Choice. Meskipun disadari bahwa ruang yang tersedia sangat terbatas, di sini kita akan mengikuti langkah Coulmas, yakni memulai pembahasan dari yang bersifat mikro menuju ke arah pembahasan yang bersifat makro dalam satu buku.

Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur- unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu. Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teoriteori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa.

Berdasarkan pengertian sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek –aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor kemasyarakatan ( Nababan 1993).

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan erat. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, lembaga- lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat.

Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga- lembaga, proses social dan segala masalah social di dalam masyarakat, akan diketahui cara- cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing- masing di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa, atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat (Chaer dan Agustina 2003).

Fishman (dalam Chaer 2003) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif.Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian- perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topic, latar pembicaraan.

Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.Sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa

Ditinjau dari nama, sosiolingustik menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu sosiolinguistik mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian bahasa.Jadi kajian sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (Sumarsono 2004).

Sosiolinguistik cenderung memfokuskan diri pada kelompok sosial serta variabel linguistik yang digunakan dalam kelompok itu sambil berusaha mengkorelasikan variabel tersebut dengan unit- unit demografik tradisional pada ilmu-ilmu sosial, yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosio- ekonomi, pengelompokan regioanal, status dan lain- lain.

Bahkan pada akhir-akhir ini juga diusahakan korelasi antara bentuk-bentuk linguistik dan fungsi- fungsi sosial dalam interaksi intra-kelompok untuk tingkat mikronya, serta korelasi antara pemilihan bahasa dan fungsi sosialnya dalam skala besar untuk tingkat makronya (Ibrahim, 1995).