Apa itu sistem tebasan dalam pemasaran pertanian?

padi-panen

Salah satu sistem pemasaran yang banyak dilakukan oleh petani di Indonesia yaitu sistem tebasan. Lantas apa yang dimaksud dari sistem tebasan itu dan mengapa banyak petani memilih sistem tersebut?

2 Likes

Sistem pemasaran amat penting peranannya dalam pengambilan keputusan mengenai
pemasaran, peramalan permintaan, kebijaksanaan harga dan penjualan. Nurtika, et al (1992), tebasan merupakan cara penjualan yang dilakukan berdasarkan taksiran hasil produksi. Umumnya penjualan secara tebasan dilakukan saat akan dipanen, sedangkan pemeliharaan selanjutnya menjadi tanggung jawab pembeli. Sistem tebasan biasanya baru dilakukan oleh petani apabila harga cukup bagus. Pada tingkat kasus, tebasan biasanya lebih disukai petani kaya atau juga petani yang tidak lagi mempunyai sumberdaya tenaga kerja memadai karena perubahan siklus usia rumah tangga. Siklus usia mengubah jumlah dan komposisi anggota rumah tangga. Seorang petani duda atau janda yang anak-anaknya sudah dewasa dan tidak lagi menerjuni pertanian (menjadi pegawai negeri, karyawan, atau pengusaha di kota) umumnya memilih tebasan untuk menjual panenan. Bagaimanapun, tunda-jual memerlukan pengerahan tenaga kerja tersendiri. Petani harus mengangkut panenan ke rumah, menjemur gabah hingga mencapai kekeringan tertentu sehingga layak disimpan, lalu menyediakan tempat dirumahnya untuk menyimpan. Dengan alasan- alasan di ataslah petani tua yang tidak bisa lagi mengerahkan sumberdaya internal rumah tangganya memilih tebasan (Mulyono, 2010).

Rusastra, et al (2004) menunjukkan penjualan gabah dengan sistem tebasan tidak merefleksikan lemahnya posisi petani. Petani menilai sistem tebasan ini memiliki beberapa kelebihan dan menguntungkan pada kedua belah pihak (petani dan pedagang) dan nampaknya cukup kompetitif, yang ditunjukkan banyaknya penebas yang beroperasi di desa. Sistem tebasan mulai marak dipilih petani, terutama di daerah Jawa.

Pada sistem tebasan terdapat perantara atau penghubung antara petani dan penebas.
Perantara ini disebut sebagai “Peluncur”. Penebas yang berasal dari luar desa tempat petani tinggal akan mencari seorang peluncur. Peluncur merupakan orang kepercayaan penebas yang berasal dari lingkungan sekitar petani. Hal ini dimaksudkan untuk membangun kepercayaan antara petani dan penebas serta terjalin komunikasi pemasaran padi yang baik antara penebas dan petani melalui peluncur. Namun jika penebas berasal dari lingkungan desa dan telah mengenal petani, maka penebas tidak membutuhkan peluncur sebagai perantara. Peluncur akan mencari sebanyak-banyaknya petani untuk melakukan proses tebasan. Peluncur akan memperoleh imbalan jasa berupa uang dari penebas.

Terjadi proses tawar menawar harga tebasan. Proses tawar menawar harga biasanya dilakukan antara petani dengan peluncur di rumah petani, atau dilakukan antara penebas dan petani langsung jika petani dan penebas berasal dari satu daerah dan telah saling mengenal. Apabila tidak terjadi kesepakatan harga, petani tidak akan menjual padinya kepada penebas tersebut. Petani akan menunggu penebas lain yang bersedia menawar
padinya dengan harga yang lebih tinggi.

Berbeda dengan sistem jual sendiri, pada sistem tebasan mekanismenya lebih meringankan
petani dalam proses pemanenan. Pada sistem tebasan, petani maupun pengedok tidak perlu
mencari tenaga kerja panen karena tenaga kerja pada semua proses pemanenan dan biaya sewa mesin perontok padi menjadi tanggung jawab penebas. Disini penebas membawa sendiri tenaga kerja panen dengan sistem upah borongan. Perbedaan perhitungan pendapatan antara petani yang melakukan jual sendiri dan tebasan yakni, jika pada sistem jual sendiri keseluruhan biaya panen dan pemasaran dikeluarkan oleh petani dan harus dihitung dengan lebih rinci sedagkan sistem tebasan petani tidak perlu berasal dari luar desa atau luar kecamatan petani (Fauzi et al., 2014).

Referensi

Fauzi, N. F., Yuli H., dan Joni, M.M.A. 2014. Sistem Tebasan Pada Usahatani Padi Dan Dampaknya Terhadap. Jurnal Ilmiah INOVASI. 14 (1) : 26-34

Mulyono, Dede. 2010. Kapasitas Tunda Jual Petani Padi Studi Kasus Di Boyolali, Jawa Tengah. www.kedaulatanpangan.net.

Nurtika, N dan Suwandi. 1992. Pengaruh Pemberian Kapur dan Sumber Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuahn dan Hasil Tomat. Buletin Penelitian Hortikultura 22 (4): 16-21.

Rusastra, I Wayan, dkk. 2009. Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. www.pse.libang.deptan.go.id.

2 Likes

Sistem tebasan merupakan pola tataniaga yang banyak dipilih petani karena dirasa lebih mudah dan simple. Sistem tebasan merupakan pola tataniaga yang dilakukan berdasarkan taksiran hasil produksi. Biasanya pola tataniaga secara tebasan dilakukan saat akan dipanen, sedangkan pemeliharaan selanjutnya menjadi tanggung jawab pembeli. Biasanya juga sistem tebasan dilakukan sebelum masuk panen dimana perjanjian yang terjadi antara petani dan penebas sifatnya tidak tertulis. Apabila petani mengalami kegagalan panen maka resiko tersebut juga ditanggung oleh penebas, begitupun juga dengan petani apabila hasil panennya melimpah namun hasil yang diterima tidak sesuai dengan yang seharusnya akibat dari perjanjian sistem tebasan yang dilakukan sebelumnya dengan penebas, maka resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh petani.

Namun, dari banyaknya resiko dari pola tataniaga sistem tebasan banyak juga petani yang tetap memilih sistem tebasan. Hal tersebut dikarenakan petani tidak harus mengangkut panenan ke rumah, menjemur gabah hingga mencapai kekeringan tertentu sehingga layak disimpan, lalu menyediakan tempat di rumahnya untuk menyimpan apabila menggunakan sistem tebasan. Karena pada sistem tebasan yang bertanggung jawab setelah pemanenan adalah pihak penebas. Sesuai dengan pendapat Fauzi et al., (2014), pada sistem tebasan mekanismenya lebih meringankan petani dalam proses pemanenan. Pada sistem tebasan, petani maupun pengedok tidak perlu mencari tenaga kerja panen karena tenaga kerja pada semua proses pemanenan dan biaya sewa mesin perontok padi menjadi tanggung jawab penebas.

Selain itu, beberapa petani memilih sistem tebasan karena pada saat transaksi berlangsung ada yang diberikan bantuan modal oleh pembeli (penebas lain/pedagang pengumpul/bandar). Bantuan modal ini menguntungkan kedua belah pihak, dari sisi petani tidak kesulitan mencari modal untuk usahatani, dan dari sisi pembeli dapat menekan risiko kegagalan produksi dan kualitas yang akan dipasarkan kepada konsumen akhir. Bantuan modal tersebut berupa biaya pemeliharaan, seperti untuk pupuk, pestisida untuk pengendalian hama penyakit, dan lain-lain. Namun transaksi ini tidak dilakukan untuk semua sistem tebasan hanya beberapa orang saj dengan perjanjian yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

Referensi

Fauzi, N. F., Yuli H., dan Joni, M.M.A. 2014. Sistem Tebasan Pada Usahatani Padi Dan Dampaknya Terhadap Kondisis Sosial Ekonomi Petani Di Kabupaten Jember. Jurnal Ilmiah INOVASI. 14 (1) : 26-34

Rochdiani, D., Qanti, S. R., dan Saidah, Z. (2016). Kelembagaan Tataniaga dan Faktor yang Mempengaruhi Petani Mangga Memilih Sistem Tebasan. Universitas Padjadjaran. Mimbar Agribisnis Volume 1 Nomor 2.

1 Like

Sistem tebasan merupakan salah satu cara penjualan hasil produk pertanian sebelum produk tersebut dipanen, di mana produk tersebut hasilnya telah siap dipanen. Pada sistem tebasan umumnya terjadi transaksi jual beli sekitar satu minggu sebelum panen, petani bebas menunjuk kepada siapa komoditinya akan ditebaskan, dan bebas juga untuk tidak menebaskan hasil produksi pertaniannya (Windia, dkk., 1988).

Pada kasus tertentu, tebasan umumnya lebih digemari petani kaya atau juga petani yang tidak lagi memiliki sumber daya tenaga kerja yang mencukupi karena perubahan siklus usia rumah tangga. Siklus usia memodifikasi jumlah dan komposisi anggota rumah tangga. Seorang petani yang berstatus duda atau janda yang memiliki anak sudah dewasa dan tidak lagi berprofesi di bidang pertanian (menjadi pegawai negeri, karyawan, atau pengusaha di kota) biasanya memilih tebasan untuk menjual panennya.

Bagaimanapun, tunda-jual membutuhkan mobilisasi tenaga kerja tersendiri. Petani perlu mengangkut panenan ke rumah, menjemur gabah agar mencapai kekeringan tertentu supaya dapat layak disimpan, lalu memberikan tempat kosong di rumahnya untuk menyimpan. Dengan alasan tersebut, petani yang sudah berusia tua yang tidak mampu lagi mengerahkan sumberdaya dan memilih tebasan (Mulyono, 2010).

Sistem tebasan memberikan sisi positif dan sisi negatif. Dampak positif dari sistem tebasan yaitu petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya panen, biaya tenaga kerja, dan petani mendapatkan uang secara langsung dari hasil produksinya, sedangkan dampak negatifnya, petani tidak cukup pengetahuan mengenai berapa hasil produksi, keuntungan yang akan diterima, dan harga yang ditetapkan oleh tengkulak.

Referensi
Mulyono, Dede. 2010. Kapasitas Tunda Jual Petani Padi Studi Kasus Di Boyolali, Jawa Tengah. www.kedaulatanpangan.net. Diakses pada tanggal 05 Agustus 2020.
Windia, I W., A. Kusasi, I W. Widyantara, E. Lallo, dan I D. G. Agung, 1988, Dampak Sistem Tebasan Terhadap Pengamanan Harga Dasar Kualitas Gabah dan Pendapatan Petani di Bali, Dalam Majalah Ilmiah FP Unud, Denpasar, No. 12 Tahun VIII.

1 Like