Apa itu Porcine Reproductive And Respratory Syndrome?

Babi-babi terserang ditandai dengan gejala demam, nafsu makan menurun, lesu, sesak nafas, kulit bercak kebiruan. Tingkat kebuntingan rendah,

PENGENALAN PENYAKIT

  1. Gejala Klinis

Babi-babi terserang ditandai dengan gejala demam, nafsu makan menurun, lesu, sesak nafas, kulit bercak kebiruan. Tingkat kebuntingan rendah, babi bunting ditandai dengan keguguran, fetus lahir mati, mumifi kasi, fetus anak yang dilahirkan dalam keadaan lemah, anak sedang menyusui kematiannya tinggi dan gejala pernafasan yang berat. Gejala pernafasan ini dapat berlangsung dalam beberapa bulan.

  1. Patologi

Perubahan patologi yang paling menonjol adalah pada paru, kelenjar limfe dan otak. Pada paru yang terserang adalah lobus depan, tengah dan aksesoris serta bagian ventromedial dari lobus belakang, ditandai dengan pneumonia. Kelenjar limfe, membesar 3-10 kali lipat dari ukuran normal dan edema.

Perubahan histopatologi dari jaringan terserang berupa rinitis limfohistiositik multifokal pada hidung, silia jumlahnya berkurang dan epitel turbinatus membengkak dan berongga. Jumlah leukosit meningkat di dalam epitel turbinatus dan di submukosa terdapat peradangan limfohistiositik dan supuratif ringan serta edema. Paru mengalami hiperplasia dan hipertrofi diikuti dengan penebalan septa alveoli oleh sel mononuklear. Eksudat alveoli berisi makrofag, debris nekrotik dan sel multinuklear.

Jaringan limfoid pada kelenjar limfe mengalami hiperplasia dan nekrosa fokal. Folikel diinfi ltrasi oleh limfoblas dan makrofag, sel piknosis dan nekrose dapat ditemukan di dalam folikel. Area perifolikuler diinfi ltrasi oleh beragam tipe sel mononuklear. Pada otak ditemukan adanya ensefalitis yang ditandai dengan gliosis dan perivascular cuffi ng yang terdiri dari histiosit dengan derajat keparahan dari ringan, sedang sampai parah. Pada jantung ditemukan miokarditis yang ditandai dengan limfoplasmositik multifokal dan histiosit terutama di endokardium dan sekitar pembuluh darah.

  1. Diagnosa

Penyakit dapat didiagnosa berdasarkan data epidemiologi, gejala klinis, patologis, isolasi dan identifi kasi virus. Virus dapat disolasi secara in vitro pada biakan sel, selanjutnya virus diidentifi kasi dengan flourescent antibody technique (FAT) sedangkan antibodi dapat dideteksi dengan berbagai uji serologis seperti FAT tak langsung (IFA), serum netralisasi (SN), immunoperoxidase (IP)dan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Uji IFA dan IP merupakan uji yang sangat spesifi k dan peka, antibodi dapat dideteksi dengan kedua uji ini dalam waktu 7 dan 15 hari setelah infeksi. Kedua uji tetap memberikan hasil yang tepat sebagai alat deteksi antibodi selama 2-3 bulan setelah infeksi, akan tetapi akan segera menurun setelah 3-6 bulan infeksi. ELISA juga dianggap uji yang spesifi k dan peka. Demikian juga SN merupakan uji yang spesifi k, akan tetapi sebelumnya diduga bahwa SN kurang peka dibandingkan IFA dan IP Kepekaan uji SN dapat ditingkatkan dengan penambahan serum babi normal pada serum yang akan diuji. Belakangan telah dikembangkan uji yang lebih maju seperti Western immunoblotting untuk deteksi protein virus, dengan uji ini dapat mendeteksi protein virus 15 kD dalam waktu 7 hari pasca infeksi dan persistan selama 105 hari. Reserve Transciption dan Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dapat mengamplifi kasi DNA virus, sedangkan in situ hibridization non radioaktif yang dapat mendeteksi lokasi virus di dalam sel dan jaringan yang telah difi ksasi serta dapat membedakan strain virus.

  1. Diagnosa Banding

Penyakit ini mempunyai gejala klinis dan perubahan patologis yang mirip dengan beberapa penyakit seperti Hog Cholera, streptokokosis atau Haemorrhagic Septicemia.

  1. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen

Pengambilan spesimen ditujukan untuk isolasi dan pemeriksaan histopatologis. Spesimen untuk isolasi diambil jaringan paru, limpa dan kelenjar limfe kemudian dimasukan kedalam botol berisi media tranpor gliserin fosfat bufer 50% atau media Hank’s yang mengandung antibiotika. Untuk pemeriksaan histopatologis diambil semua jaringan dan difi ksasi dengan formalin bufer 10%.

E. PENGENDALIAN

  1. Pengobatan

Belum ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini.

  1. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

a. Pelaporan

Apabila ada kasus PRRS segera dilaporkan kepada Dinas Peternakan atau BPPV setempat dan tembusannya dikirimkan kepada Direktorat Kesehatan Hewan.

b. Pencegahan

Babi yang sakit segera dipisah, sebaiknya dipotong bersyarat dan babi yang mati harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur yang dalam. Kandang tercemar didesinfeksi dengan formalin 2-5% atau NaOH 2%. Di daerah yang enzootik PRRS dilakukan vaksinasi, sedangkan daerah bebas dilarang memasukkan hewan dari daerah tertular. Tindakan karantina yang ketat dan pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan teliti.

c. Pengendalian dan Pemberantasan

Vaksinasi dilakukan pada daerah sekitar kasus (ring vaccination) dengan radius 10 km dan melakukan sistem pemusnahan (stamping out) di daerah yang bebas penyakit. Vaksinasi terhadap babi-babi yang sehat dapat dilakukan menggunakan vaksin aktif (live vaccine) atau inaktif (killed vaccine). Hewan yang sakit tidak dianjurkan untuk dipotong, kalaupun dipotong untuk dikonsumsi harus dibawah pengawasan Dokter Hewan atau petugas yang berwenang.

Referensi: