Apa itu politik pendidikan?

2083657728-grafis-foto

Konsepsi Politik Pendidikan

Politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan. Dalam kamus berarti acting or judgeing wisely, welljudged prudent. Kata politik diambil dari kata latin politicus atau bahasa Yunani (Greek) politicos yang bermakna relating to a citizen. Kata itu berasal juga dari kata polis yang searti dengan city “kota”. Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu, segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.

Menurut Deliar Noer, politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat. Sedikit berbeda dengan Deliar Noer, Miriam Budiardjo berpendapat bahwa, pada umumnya dikatakan bahwa politik (politices) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Sedangkan kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan akhiran –an, dan berarti perbuatan, hal, dan cara. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Maka, politik pendidikan adalah segala kebijakan pemerintah suatu Negara dalam bidang pendidikan yang berupa perturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan demi tercapainya tujuan negara.

Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia (al-hâjat al-asasiyyah) yang harus dipenuhi oleh setiap manusia seperti halnya pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan perumahan. Pendidikan adalah bagian dari masalah politik (siyâsah) yang diartikan sebagai ri‘âyah asy-syu’ûn al- ummah (pengelolaan urusan rakyat) berdasarkan ideologi yang diemban negara. Berdasarkan pemahaman mendasar ini, politik pendidikan (siyâsah atta‘lîm) suatu negara sangat ditentukan oleh ideologi (pandangan hidup) yang diemban negara tersebut. Faktor inilah yang menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang dibentuknya.

Kebijakan Politik Pendidikan Pemerintahan Indonesia

Kebijakan politik pendidikan Indonesia secara umum dapat dibagi ke dalam empat periode.

  • Pertama kebijakan politik pemerintahan pada masa Pra-kemerdekaan;
  • Kedua, kebijakan politik pemerintahan Indonesia pada masa Orde Lama; \
  • Ketiga kebijakan politik pemerintahan Indonesia masa Orde Baru;
  • keempat kebijakan poltik pemerintahan Indonesia pada Orde Reformasi.
  1. Kebijakan Politik Pemerintahan Masa Pra-kemerdekaan

Pada masa pra-kemerdekaan kebijakan politik pemerintahan berada di tangan penjajah Belanda. Pada masa itu Belanda menerapkan politik Diskriminatif terhadap rakyat jajahannya, terutama terhadap ummat Islam. Hal ini baru berubah, setelah Belanda mendapatkan tekanan dari dunia internasional. Belanda mulai memberikan kesempatan secara terbatas kepada bangsa Indnesia untuk mendapatkan pendidikan. Tujuan dari pendidikan tersebut adalah untuk tenaga kerja yang akan diperkerjakan di pemerintahan Belanda.

Belanda sangat mencurigai dan tidak suka akan keberadaan pendidikan Islam yang diselenggarakan di pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, dsb. Dalam keadaan demikian, maka politik pendidikan yang diterapkan ummat Islam adalah bersikap non-kooperatif dengan Belanda. Ummat Islam menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan sistem sekolah , yang diselenggarakan oleh oraganisasi-organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam, dll. Di lembaga tersebut diajarkan pengetahuan agama, pengetahuan umum, nasionalisme, patriotisme, dll.

  1. Kebijakan Politik Pemerintahan Masa Orde Lama

Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis.
Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi ”win-win solution” dengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.

Pada masa ini politik pendidikan Islam lebih diarahkan pada upaya memperbaharui dan memperbanyak lembaga pendidikan Islam yang lebih bermutu sejalan dengan tuntutan zaman. Namun, kegiatan ini belum terlaksana sepenuhnya, mengingat Indonesia yang baru saja merdeka masih berada dalam keadaan labil dan mencari bentuk sesungguhnya. Selain itu adanya kekuatan ideologis yang mempengaruhi situasi politik dan kebijakan pemerintah juga ikut mempengaruhi politik pendidikan Islam pada masa itu. Pemerintah berada dalam tiga tekanan ideologi yaitu ideologi nasionalis, komunis, dan islamis. Jadi, politik pendidikan Islam pada masa ini
difokuskan pada upaya membendung paham komunis

  1. Kebijakan Politik Pemerintahan Masa Orde Baru

Dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan ditahun 1989. Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi. Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga menjadi kader-kader yang ‘yes man’, selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif, yang ada hanyalah birokrat yang “sendikho
dhawuh”. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Orang-orang atau cendekia yang idealis, kritis, dan inovatif tiba-tiba memble ketika masuk pada jalur birokrasi.

Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu sebab kuatnya intervensi kekuasaan sangat mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa orba, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu.

Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati. Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam.

Politik pendidikan pada masa Orde Baru dimulai pada tahun 1966. Ada beberapa karakteristik pemerintahan Orde Baru yang kurang kondusif bagi pengembangan pendidikan Islam, karakter tersebut antara lain:

  • Pemerintahan Orde Baru adalah pemerintahan yang kuat dan dominan
  • Pemerintahan Orde Baru melengkapi dirinya dengan aparat keamanan represif serta aparat politik-ideologis untuk melestarikan dan mereproduksi kekuasaannya
  • Pemerintahan Orde Baru sejak awal mendapatkan dukungan dari Kapitalisme internasional.

Politik Pendidikan Orde Baru mengacu kepada GBHN yang mulai diberlakukan sejak tahun 1973-1998. Kebijakan-kebijakan pemerintahan dalam bidang pendidikan:

  • Melanjutkan program pemberantasan buta huruf
  • Melaksanakan pendidikan masyarakat agar memilki kemampuan, mental, spiritual, dan keterampilan
  • Mengenalkan pendidikan luar sekolah
  • Pembinaan generasi muda
  • Dilaksankannya proram orang tua asuh mulai tahun 1984.

Pada masa Orde Baru muncul SKB 3 menteri yang secara formal sudah memberi pengakuan kesetaraan, namun di lapangan masih belum diterima penuh, masih banyak perlakuan diskriminatif dalam penerimaan lulusan madrasah. Barulah ketika UU no.2 tahun 1989 madrasah dianggap sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam dan kurikulumnya sama persis dengan kurikulum sekolan plus agama.

  1. Kebijakan Politik Pemerintahan Masa Reformasi

Pemerintahan Reformasi ditandai oleh semakin berkembangnya wacana demokrasi. Mahasiswa sudah memiliki kebebasan yang luar biasa. Mereka dapat merangcang berbagai program sesuai dengan aspirasi yang berkembang. Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional N0 20 tahun 2003. Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secara top-down diubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalah bottom-up.

Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah. Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu, implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses
pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini.

Referensi

Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan. Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Satmoko, Retno Sriningsih, 1999. Landasan Kependidikan. Pengantar ke arah Ilmu Pendidikan Pancasila. Semarang : CV IKIP Semarang Press

Suhartono, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan. Sebuah Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 1982