Apa Itu Kritik Teks?

image
Kritik teks berkaitan dengan penyalinan naskah dalam penelitian filologi.

Apa itu kritik teks?

Pengertian Kritik Teks

Seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu, teks pada umumnya disalin-salin dengan tujuan tertentu. Frekuensi penyalinan naskah tergantung pad a sambutan masyarakat terhadap suatu naskah. Dalam hal teks prof an yang dianggap milik bersama, frekuensi tinggi penyalinanmenunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, sedangkan sebaliknya merupakan petunjuk kurang populernya suatu naskah.

Berlawanan dengan teks profan, teks sakral yang mungkin merupakan milik kraton dan hanya dibaca di kalangan kraton saja tidak (banyak)disalin sebab dipandang kesakralannya berkurang karena penyalinan itu. Kalau teks itu disalin, harus dilakukan seteliti mungkin dan penyalinannya tidak sembarang orang. Ramayana, teks Kawin Jawa Kuna yang paling tua berasal dari abad ke-9 itu dipandang sakral. Namun demikian, teks itu karena fungsinya yang didaktis sangat digemari sehingga kerap kali disalin. Akibatnya, teks terdapat dalam sejumlah naskah, tetapi tampaknya teks disalin dengan cukup teliti karena bacaannya sama. Perbedaan kecil•kecil yang ada disebabkan salah baca atau kekeliruan. Memang naskah-naskah kawin umumnya menunjukan keseragaman tradisi yang cukup kuat karena para penurunnya dengan rasa hormat ingin menyelamatkan karya penciptapenciptanya.

Oleh karena penyalinan berulang kali maka terdapat banyak naskah dengan judul yang sama. Kandungannya menunjukkan berbagai variasi sesuai dengan sambutan penyalin, bahkan judul pun ada kalanya diubah, misalnya, Hikayat. Si Miskin- Hikayat Matakarmah, Salasi Negri Kedah Darul Aman- Hikayat MerongMahawangsa.

Dalam hal ini, apakah hanya judul saja yang diubah, sedang isinya tetap sama ataukah ini disesuaikan dengan ubah judul, perlu diteliti lebih lanjut.

Ketidaksamaan dalam berbagai lapisan teks, sengaja atau tidak karena panyalinan, menimbulkan usaha memungkinkan seperti yang giat dilakukan pada jaman humanism di Eropa ketika orang ingin menemukan kembali tradisi klasik dengan mencari teks yang dipandang asli, terutama teks Alkitab untuk mengetahui firman Tuhan semurni mungkin. Orang ingin pula memahami maksud dan makna naskah-naskah kuna yang dipandang dalam kehidupan mereka.

Di Indonesia pun terlihat berbagai bukti bahwa penurunan naskah-naskah dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkannya dan sekaligus merusak teks asli. Dengan adanya korupsi ini maka filologi, melalui kritik teks, dengan berbagai metode berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya. Teks ini dipandang autentik untuk dikaji lebih dalam dari berbagai segi dan sudut pandang, asal pengkajiannya tetap mengindahkan norma-normanya sebagai karya sastra.

Kritik teks merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan suatu teks karya sastra. Melalui kegiatan ini diharapkan berbagai permasalahan/penyimpangan yang muncul dapat dipaparkan dan diperbaiki melalui suntingan teks naskah sebagai bentuk kajian filologis. Dalam kegiatan kritik teks, rekomendasi perbaikan merujuk pada kaidah/aturan dalam penulisan pupuh; jumlah larik dalam satu bait (padalisan), jumlah suku kata dalam satu larik (guru wilangan), dan bunyi akhiran dalam satu larik (guru lagu). Adapun pendekatan analisis yang dilakukan pada kritik teks dilihat berdasarkan mutu (kualitatif) dan banyak jumlah penyimpangan (kuantitatif).

Menurut Baried (1985) kritik teks yaitu suatu usaha untuk mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya. Sementara itu, Robson menyebutkan bahwa kritik teks dibedakan menjadi dua jenis teks kritis yaitu edisi kritis yang direkonstruksi dan edisi kritis dari satu sumber. Pengertian kritik teks menurut Robson yang mengacu pada penjelasan De Haan adalah suatu usaha untuk memperbaiki teks asli yang hilang, berdasarkan sumber-sumber yang ada, memilih bacaan-bacaan terbaik, memperbaiki kesalahan, dan membakukan ejaan (Robson, 1994).

Kritik teks atau suntingan teks mempunyai beberapa metode yang pengaplikasiannya bergantung pada sifat teks. Menurut De Haan sebagaimana yang dikutip oleh Robson, dijelaskan bahwa sifat teks berkaitan dengan sifat teks asli yang menurunkan naskah yang dilestarikan atau sifat teks asli yang mempunyai kaitan satu sama lain (Robson, 1994). Maka dari itu, untuk menentukan metode suntingan teks yang akan dipakai, seorang filolog sebaiknya mengetahui terlebih dahulu tentang sifat teks yang ditelitinya. Sifat teks dapat diketahui melalui langkah kerja filologi terhadap naskah dan teks yang menjadi objek penelitian.

Adapun langkah kerja filologi yang harus dilalui agar sampai pada kritik teks yaitu inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan dan pengelompokan naskah, transliterasi, dan terakhir adalah terjemahan (Lubis, 2001). Tahap inventarisasi dan deskripsi naskah dapat menunjukan apakah naskah yang menjadi objek penelitian merupakan objek tunggal atau jamak. Objek tunggal tidak memerlukan lagi tahap perbandingan naskah, sedangkan objek jamak memerlukan perbandingan naskah guna melihat sifat teks yang meliputi varian dan versi korpus teks yang menjadi objek penelitian. Melalui perbandingan ini maka pada akhirnya dapat ditentukan teks mana yang sesuai untuk dibuat edisi suntingannya.
Dalam tataran kategori kasus kesalahan tulis redaksional, perbaikan dibagi ke dalam tiga kategori, diantaranya

  1. Penyimpangan huruf/bunyi, suku kata maupun kata yang dilakukan perbaikan (emendasi).
  2. Penambahan huruf/bunyi, suku kata, maupun kata (adisi).
  3. Penghilangan huruf/bunyi, suku kata, maupun kata (omisi).

Dalam proses perbaikannya, tataran emendasi, dilakakukan dengan cara memperbaiki penyimpangan huruf/bunyi, suku kata, dan kata. Tataran kesalahan kategori adisi diperbaiki dengan cara menguriangi pemakaian huruf/bunyi, suku kata, maupun kata yang dirasa tidak perlu ada. Selanjutnya, dalam tataran kategori kasus kesalahan berupa omisi, diperbaiki dengan cara menambahkan huruf/bunyi, suku, kata, maupun kata.