Apa itu Insan Multidimensionalis?

Seseorang yang multidimensionalis akan selalu objektif ketika menentukan strategi dalam konteks yang terus berubah.

Tapi,seperti apa sih sebenarnya wujud dari insan yang multidimensional itu?

Manusia Sebagai Makhluk Multidimensi

Manusia sebagai makhluk multidimensi menunjukan bahwa manusia memiliki kekayaan dimensi yang luar biasa untuk dipelajari. Kekayaan manusia dalam dimensi-dimensinya menjadi kajian berbagai ilmu untuk menemukan, mengakui, merumuskan, menganalisis dan akhirnya ilmu-ilmu berusaha untuk menyelesaikan sejumlah problematika manusia yang secara eksistensial merupakan makhluk problematika atau makhluk penuh persoalan dan masalah. Sejumlah problematika manusia mengakibatkan manusia yang hidup di lima benua ini memiliki sejarah, tampilan lahiriah (esensi), tingkatan ekonomi, pendidikan, daerah, sosial, politik, idiologi, biologis, dan seterusnya yang berbeda dan khas. Dalam bagian ini akan dijelaskan kajian sejumlah ilmu tentang manusia sebagai bagian yang amat penting untuk dicermati dan ditelaah agar mempermudahkan seorang pendidik atau pendamping untuk melakukan analisis dan bimbingan.
Ada empat macam dimensi yang akan di bahas, yaitu

  1. Dimensi keindividualan

  2. Dimensi kesosialan

  3. Dimensi kesusilaan

  4. Dimensi keberagaman

  5. Dimensi Keindividualan

Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.

Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.

  1. Dimensi kesosialan

Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling memberi dan menerima.

Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.

Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaanya.

  1. Dimensi kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.

Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.

  1. Dimensi Keberagaman

Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.

Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.

Sumber: Makalah Pendidikan Karakter Bangsa "Manusia sebagai makhluk individu, sosial, unik dan multidimensi" - Ahmed Roger Lee

1 Like

Multidimensional adalah sebuah kata sifat yang menggambarkan segala sesuatu dengan banyak bagian atau aspek yang berbeda. Seseorang yang multidimensionalis akan selalu objektif ketika menentukan strategi dalam konteks yang terus berubah.

Seseorang yang mempunyai jiwa multidimensional pada umumnya memiliki beberapa karakter, yatu

  1. Memilik jiwa pionir atau pelopor, dimana seorang pelopor mampu mempelopori suatu gerakan yang mampu berekperimen, persuasive, optimis, dan mampu menjalin koneksi yang baik dengan orang lain, dan seorang pelopor harus tetap mempertimbangkan langkah yang akan diambil dengan keputusan yang matang;

  2. Memiliki jiwa yang berenergi atau bersemangat dalam menjalankan usahanya, bertindak spontan, ramah dan kreatif, dan dapat berkolaborasi dalam menjalankan rencana;

  3. Bersifat suportif , dimana seseorang yang berjiwa suportif dapat membantu dan membangun orang-orang disekitarnya dengan good vibes, sehingga mampu menciptakan suasana yang nyaman;

  4. Terbuka, artinya memiliki rasa penerimaan yang tinggi, tulus, dan akomodatif;

  5. Rendah hati (humble) dengan sifat yang sederhana, berpikiran adil, dan konsisten;

  6. Penuh pertimbangan dalam mengambil setiap keputusan, analitis, teliti, dan disiplin;

  7. Tegas, artinya dapat berpikir secara rasional, mandiri, dan tidak takut akan tantangan, mereka dapat menetapkan standard yang tinggi yang bisa dicapai, baik oleh diri sendiri dan orang lain, serta dapat memastikan bahwa standard tersebut dapat dilaksanakan;

  8. Yan terakhir, mereka berwibawa yang mana memiliki jiwa kepemimpinan yang kental.

    Refleksi sosok multidimensionalis ada pada sosok Gus Dur yang hampir sempurna dalam menginterpretasikan ciri-ciri seseorang yang multidimensionalis, pendapat ini tertuang dalam buku “Pendapat Tokoh Tentang Manusia Multidimensional” karya Maswan dan anaknya Aida Farichatul Laila. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa sosok Gus Dur mampu menjalani proses hidupnya dengan membuat langkah-langkah diluar kemampuan manusia normal, beliau juga mampu membuat langkah-langkah loncatan yang jauh, tinggi, dan terdepan.

    Gus Dur adalah gambaran sosok multidimensionalis yang kemampuan berpikirnya diatas rata-rata, beliau juga mempunyai daya intuitif yang kuat, dan dapat berlari secepat kilat dalam memprediksi persoalan baru yang bakal muncul dan prediksi tersebut selalu tepat. Karakter seperti inilah, yang menurut saya baiknya ditanamkan pada generasi-generasi zaman sekarang atau yang biasanya disebut generasi milenial untuk perbaikan kualitas milenialis, utamanya kita sebagai mahasiswa ang diharapkan sebagai penerus bangsa

    Dalam kenyataannya, kebanyakan dari kita menilai bahwa sifat yang semacam dimiliki oleh Gus Dur adalah sebuah karakter diri yang aneh dan tidak rasional, dimana pemikiran tersebut muncul karena ketika mencoba untuk mengejar ternyata tak sampai, dan akhirnya lelah sehingga muncul sifat apatis. Dengan adanya sifat apatis ini, maka sifat keangkuhan diri akan serta merta muncul dan akhirnya menyalahkan perbuatan Gus Dur kemudian menilai bahwa perbuatan beliau adalah sebuah perilaku yang aneh tadi.

    Karakter multidimensioanlis yang lain yang patut dicontoh dari seorang Gus Dur adalah poin nomer 4, dimana beliau selalu menghargai dan sangat meng-apresiasi setiap karya budaya dan jarang mendeskriminasi setiap produk hasil dari anak bangsa. Beliau juga merupakan sosok yang sangat menghargai perbedaan, serta selalu menjaga prinsip bahwa , yang dibela haruslah yang benar, yang lemah, dan yang teraniaya.

    Mungkin sebagian dar kalian berpikir bahwa, penggambaran sosok Gus Dur agaknya terlalu menggambarkan bahwa seorang Gus Dur adalah manusia yang sempurna. Akan tetapi dilain sisi seperti yang tertulis pada buku “Pedagogi Kemanusiaan, Sebuah Refleksi Multidimensionalis”, memang benar adanya, bahwa statement ‘manusia adalah makhluk yang sempura (sebaik-baiknya)’ adalah benar. Mengapa statement ini benar? Merujuk pada firman Allah dalam surat a-tin ayat 4 bahwa:

(At-Tiin ayat 4 “sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”)

Kalimat “sebaik-baiknya disini dapat diartikan sebagai sesosok atau sesuatu yang dianggap sempurna

Maka dapat disimpulkan bahwa manusia sejatinya memang diciptakan dalam keadaan sempurna, akan tetapi bukan kesempurnaan yang paripurna, Karena pastinya selalu ada celah dan kekurangan.

Penjelasan yang lain adalah tentang poin nomer 7 bahwa, seorang yang multidiimensionalis, dituntut agar mampu untuk tidak takut menghadapi tantangan, dapat menetapkan standard yang tinggi yang bisa dicapai diri sendiri dan orang lain, adalah benar. Karena mungkin, sebagian dari kita lemah dalam membangun khayalan. Padahal dengan khayalan sangat diharapkan mampu mengembang-biakkan angan-angan dan menumbuhkan dorongan dari dalam diri untuk diwujudkan menjadi kenyataan.

Jadi, dalam hidup kita harus mempunyai standard hidup. Karena, apabila dalam hidup tidak mempunyai standard yang bias dicapai –setidaknya untuk diri sendiri terlebih dahulu- maka orientasi hidup akan kabur, sehingga berakhir pada melakukan perkejaan yang tidak tahu apa sebenarnya tujuan melakukan pekerjaan tersebut.
Jadi semangat untuk kita, yang sudah mempunyai standard dalam hidup, dan tengah berproses mencapai standard itu.