Apa yang dimaksud dengan Ide atau Idea?

Dunia idea adalah dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita. Dalam dunia ini tidak ada perubahan, semua idea bersifat abadi dan tidak dapat diubah. Hanya ada satu idea “yang bagus”, “yang indah”. Di dunia idea semuanya sangat sempurna. Hal ini tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual. Misalkan saja konsep mengenai “kebajikan” dan “kebenaran”.

Apa yang dimaksud dengan Dunia Idea?

Sumbangsih Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern berpendapat ide adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja.

Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Idea tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea.

Idea menurut Plato bersifat objektif-universal, tidak subyektif-parsial. Idea objektif berada di luar pikiran, sedangkan idea subyektif ada dalam pikiran. Plato juga memakai istilah Absolute Beauty (Idea of Beauty) dan Absolute Good (Idea of Good). Dari akar kata “idea” muncul “ideaisme” (Idealisme) (TitLrs, 1984). Tentang perbedaan anrara idealisme subjektif dengan objektif ini penting pula kita pahami. Seorang idealis subjektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. “Objek” pengalaman bukan benda material, objek pengalaman adalah persepsi. Benda-benda seperti bangunan-bangunan dan pohon-pohon itu ada, telapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya. Seorang idealis subjektif tidak mengingkari adanya apa yang kita namakan alam yang “riil”. Yang menjadi pemasalahan bukan adanya benda-benda itu akan tetapi bagaimana alam itu diinterpretasikan. Jenis idealisme subyektif sering disebut dengan “mentolisnte” atau " Fenonmenalisme".

Bagi Plato yang berfaham idealisme objektif, peraturan dan bentuk dunia, begitu juga pengetahuan, adalah ditentukan oleh watak dunia itu sendiri. Akal menemukan peraturan alam. Realitas fundamental menurut Plato disebut ide, tetapi tidak berarti bahwa ide itu, untuk berada, harus bersandar kepada suatu akal, apakah itu manusia atau akal Tuhan. Plato yakin bahwa di belakang alam perubahan atau alam empiris, alam fenornena yang kita lihat atau kita
rasakan, terdapat alam ideal, yaitu alam esensi, form atau ide.

Kata-kata Bijak Plato

Bagi Plato, dunia dibagi dalam dua bagian.

  • Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual. Dunia seperti itu, yakni yang konkrit, temporal dan rusak dan bukannya dunia yang sesungguhnya, melainkan dunia penampakan saja.

  • Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau esensi yang abadi. Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual adalah copy atau bayangan dari ide-ide tersebut (Titus. 1984)

Dalam Tinaeus, Plato secara jelas mengajarkan bahwa Tuhan atau Denriurge membuat benda-benda di dunia sesuai dengan model ldea. Ini berdampak
pada terpisahnya Idea dari benda tersebut, termasuk terpisah dari Tuhan itu sendiri (F. Coplestou, 1946, Nurcholis Madjid 1992).

Berdasarkan keterangan di atas, kita dapat ungkapkan bahwa ldea itu bersifat universal, tetap dan tidak berubah sefta mandiri. Secara sintetik sebenarnya Plato ingin menyelesaikan dua mazhab filosof sebelumnya yakni tentang pertanyaan: "Hanya terdapat yang berubah-ubah (Herakleitos) atau yang tetap (Parmenides). Yakni antara pengetahuan inderawi dengan pengetahuau budi (I.R. Poedjawijatna, 1980) Bagi Plato, pendapat Herakleitos benar urrtuk dunia fisik, dan pendapat Parmenides juga benar tetapi untuk dunia ide.

Selain itu, Plato juga berpendapat bahwa Idea itu ada yang umum dan ada yang khusus. Pengertian “kucing” di alam idea berlaku umuum, kebenaran umumr: sedargkan “kucing hitam di rumah saya” adalah kucing yang khusus (Ahrnad Taf’sir, 1990) Dalarn bahasa logika, konsep “idea” disebut’pengertian’.

Manusia sebagai makhluk harus mempunyai pengertian “Untuk tahu” dan juga kita memerlukan pergertian “untuk berilmu”. Lebih lagi, kita memerlukan pengertian “Untuk berdialog”, dimana kita harus punya pengertian untuk mengutarakan dengan kata-kata, maupun untuk menangkap pengertian (maksud) orang yang kita ajak berdialog, supaya jangan timbul salah pengertian.

Tentang pengertian (idea) ini, Plato menggunakan kata *eidos yang memiliki arti: gambar. Namun dalam karyanya. Plato mengartikan eidos sebagai: maksud, arti dan pengertian.

Dalarn dunia filsafat dikenal juga istilah lain, yaitu :

  • Universale (kalau jamak: Universalia. artinya ‘umum’- karena pengertian itu berlaku umum):

  • Conceptus (dari kata concipere, artinya ‘menangkap’, karena pengertian itu merupakan hasil tangkapan manusia dengan budinya)

  • *Terminus yang berarti pangkal, batas Istilah terminus sering juga disebut term.

Istilah “pengertian” ini bersifat abstrak-sebab itu lalu berlaku umum. Walaupun tidak sama umumnva- tergantung dari pengabstrakan. Pengertian memang selalu abstrak- tetapi pengertian “manusia” lebih abstrak daripada pengertian “guru”, artinya: pengertian “manusia” lebih umum daripada pengertian “guru”, sebab semua individu yang masuk jenis manusia dapat dimasukkan kepada pengertian manusia, tetapi tidak semuanya dapat dimasukkan kepada pengertian guru.

Pengertian atau ide itu berlaku umum, sedangkan realitas itu konkrit, jadi tidak umum, sebab yang konkrit itu merupakan individu, dan sebagai individu, ia berbeda dengan yang lain. Timbul pertanyaan, dapatkah pengertian itu dikatakan benar?

Idea itu bersifat umum sedangkan kesungguhan atau realitas itu bersifat khusus atau konkrit.

Peryanyaan kedua, bagaimana kalau kiranya manusia dapat mencapai yang umum itu dari yang konkrit?

Jawabannya: idea itu sedikit banyaknya benar, artinya sesuai dengan realitas yang ditunjuk. Pendapat yang mengatakan bahwa idea itu
sama sekali tidak benar, tidak kita utarakan, sebab mereka dalam prinsipnya sudah mengingkari adanya idea.

Menurut Plato- pengertian itu bagian putusan, putusan merupakan pencetusan pengetahuan. Pengetahuan dan pengertian itu dalam prinsipnya sama. Manusia bila mengetahui yang konkrit ia memiliki pengetahuan yang konkrit, berlaku satu persatu. Namun manusia pun mempunyai idea, jadi mempunyai pengetahuan yang umum.
Manakah yang sesuai dengan realitas, yang khusus ataukah yang umum?

Menurut Plato kedua-duanya benar. Pengertian tidaklah menunjuk hal yang konkrit dengan segala ketentuan yang terdapat padanya. melainkan yang jauh lebih tinggi. Yang ada di dunia ini terbatas sekali dan terlibat dalam ruang dan waktu. Jadi harus ada sesuatu yang terlibat dalam ruang dan waktu, sehingga tetap dan tidak berubah. Dalam ilmu, misalnya ilmu pasti, kita mepergunakan yang tetap dan tidak berubah,misalnya : lingkaran, segitiga dan lain-lain

Yang dimaksud bukanlah lingkaran yang tergambar pada papan tulis, pun bukan segitiga yang terbuat dari kayu. Ini semuanya nenunjukkan ketidaksernpurnaan, maka ada berbagai bentuk lingkaran dan segitiga. Tetapi segitiga atau lingkaran yang dimaksudkan oleh ilmu pasti ialah yang sempurna dan tidak berubah yakni, misalnya dalam putusan: segitiga itu l80 derajat jumlah sudutnya. Itulah eidos.

Ide-ide (idaos, eidos), bentuk-bentuk (forms), atau hal-hal yang universal, selamanya merupakan objek-objek nyata, bukan objek-objek perantara yang maya dan relatif, yang dapat dipersepsi dengan panca indera. Ide-ide atau bentuk-bentuk Platonik juga menerapkan tujuan-tujuan sebagai pola-pola keberadaan dan sebagai sasaran-sasaran kerinduan (Eros) manusia terhadap nilai-nilai yang lebih tinggi.

Secara epistemologis, Plato mengakui dua sumber pengetahuan, yakni yang bersifat indrawi (sense-perception), dan supra indrawi atau nalar (reflection). Pengetahuan indrawi bersifat semu (tidak hakiki), dan tidak pasti; karena alam empiris hanya copy dari idea yang sempurna. Pergetahuan yang benar (hakiki) menurut Plato adalah pengetahuan yang diperoleh akal budi dari dunia idea. Namun demikian pengetahuau indrawi tetap penting (K. Bertens, 1978)

Referensi :

  • Copleston, Frederick, (1945), A History of Philosophy, Vol-l: Greece and Rome, Search press, London
  • Bertens, K., (1988), Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogayakarta.
  • Titus, cs (1984), Persoalan-persoalan Filsafat, Bulan Bintang,
  • Poedjawijatna, I.F. (1978), Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, PT Pembangunan, Jakarta
  • Poedjawijatna, I.F.(1985), Logika Filsafat Berfikir, Bina Aksara, Jakarta