Apa Hukumnya Memelihara Anjing Menurut Islam?

Memelihara anjing

Apa hukumnya memelihara anjing menurut Islam ?

“Telah menceritakan kepada kami Mu’âdz bin Fadâlah telah menceritakan kepada kami Hisyâm dari Yahya bin Abî Katsîr dari Abî Salamah dari Abî Hurairah ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang menyentuh anjing berarti sepanjang hari itu dia telah menghapus amalnya sebanyak satu qîrâth kecuali menyentuh anjing ladang atau anjing jinak”. Berkata, Ibnu Sîrîn dan Abu Sâlih dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: “Kecuali anjing untuk mengembalakan kambing atau ladang atau anjing pemburu”. Dan berkata, Abu Hâzim dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw.: "Anjing pemburu atau anjing yang jinak”.

Imam Nawawî mengatakan bahwa kepemilikan anjing adalah dilarang jika tanpa adanya keperluan, dan boleh memilikinya untuk keperluan berburu, menjaga ladang, dan ternak. Terkait kebolehan untuk menjaga rumah, orang jalan, dan semacamnya terdapat dua pandangan dalam masalah ini.

  • Pertama, tidak boleh memiliki anjing untuk keperluan tersebut berdasarkan makna eksplisit (tersurat) hadis yang menegaskan larang memiliki anjing kecuali untuk keperluan ladang, berburu, atau menjada ternak.

  • Kedua, boleh memiliki anjing untuk keperluan tersebut dengan di-qiyâsh-kan (dianalogikan) dengan tiga keperluan yang dijelaskan dalam hadis, sebagaimana pengamalan terhadap alasan yang dapat dipahami dari hadis-hadis, yaitu adanya sebuah keperluan. Yang demikian ini juga disepakati oleh Abu Tayyib dalam kitab syarh Abû Dâud yang mengatakan bahwa tidak salah apabila memelihara anjing untuk selain keperluan berburu, menjaga tanaman, dan berladang, misalnya untuk menjaga rumah atau keperluan lainnya.

Dilarangnya memelihara anjing juga dianut oleh umat Yahudi rabbinic. Dalam Talmud Babilonia dikatakan bahwa “Barang siapa memelihara anjing di rumahnya, dia telah menjauhkan kasih sayang dari rumahnya.”

Ibn ‘Abd al-Barr menegaskan bahwa kebolehan itu didasarkan pada jaib al-manafi’ wa duf’u al-mafasid (ambil yang bermanfaat, dan tinggalakan yang merusak) seperti menjaga tanaman, ternak, menanggulangi tindak kriminal, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dicontohkan dalam hadis.

Dengan demikian, tanpa ada kebutuhan. ulama hampir sepakat atas keharaman memelihara anjing. Namun, sebagian fuqaha menghukumi makruh. Alasannya, kalau saja memelihara anjing itu haram, tentu harus berlaku di setiap kondisi, baik pahalanya berkurang atau tidak, sebagaimana tersurat dalam hadis.

Yang disepakati ulama adalah tentang keharaman memelihara anjing yang suka menggigit (galak).

Badaruddin al-‘Aini memperbolehkan pemeliharaan anjing yang digunakan untuk pengamanan, senada dengan Badaruddin, al-Mubarakfuri juga mengatakan bahwa kata illah dalam hadis yang berisi pengecualian berarti membolehkan pemelihaaraan
anjing.

Dalam Islam, anjing sesungguhnya dikenal sebagai binatang yang bisa mengantarkan ampun an dan pahala. Dalam sebuah ha dis yang cukup terkenal yang bersumber dari Abu Hurairah dan diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dikisahkan ada seorang perempuan pelacur melihat seekor anjing sedang mengelilingi sebuah telaga pada hari nan terik. Anjing itu berusaha menjulurkan lidahnya karena kehausan. Perempuan itu pun menggunakan alas kaki yang terbuat dari kulit untuk mengambil air itu hingga anjing tersebut dapat minum. Nabi SAW pun bersabda, atas per buatannya itu, dosa wanita itu diampuni.

Kisah lainnya yang masih bersumber dari Abu Hurairah dan di riwayatkan Imam Bukhari Muslim menjelaskan, seorang lelaki pernah berjalan dan mengalami kehausan. Dia berjumpa sebuah telaga untuk turun dan meminum airnya. Ketika keluar dari telaga itu, dia melihat seekor anjing mengeluarkan lidahnya. Dia menjilat-jilat debu karena kehausan. Lelaki itu berkata di dalam hatinya, anjing ini mesti kehausan seperti aku.

Dia pun turun ke dalam telaga dan memasukkan air ke dalam alas kakinya. Lelaki itu menggunakan mulutnya untuk menggigit alas kaki itu supaya dapat membawanya naik ke atas. Dia hendak memberikan air kepada anjing itu. Melihat itu, Allah SWT berterima kasih kepadanya dan mengampuninya. Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya perbuatan kita terhadap binatang seperti anjing tersebut bisa mendapatkan pahala? Rasulullah SAW menjawab,

‘Setiap yang mempunyai ruh (bernyawa) ada pahalanya’."

Anjing sesungguhnya menyimpan najis dari air liurnya. Karena itu, Rasulullah SAW menyuruh kita untuk mencuci bejana tempat air dengan tujuh kali cucian, sedangkan satu diantaranya menggunakan tanah. Ini pun diqiyaskan sebagai alasan para ulama untuk menetapkan bahwa air liur anjing bersifat najis. Dr Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani menjelaskan, najis adalah kotoran yang harus dibersihkan dan dicuci pada bagian yang terkena olehnya. Dalam hal ini, kewajiban untuk membersihkan bejana yang terkena liur anjing menjadi cara untuk membersih kan najis.

Imam Malik mengungkapkan, najis hanya sebatas pada air liur anjing. Sedangkan, tubuhnya boleh untuk disentuh. Imam Syafi’i RA menetapkan bahwa tubuh anjing secara keseluruhan bersifat najis. Menurut Imam Sya fii, tidak ada yang bisa memastikan di bagian mana saja anjing itu menjilati tubuhnya. Ketika menyentuh anjing tersebut, kita bisa terkena najis.

Nabi SAW pun secara eksplisit menyebutkan syarat agar anjing bisa dipelihara. Diriwayatkan daripada Sufian bin Abu Zuhair RA katanya:

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang memelihara anjing bukan untuk menjaga ladang atau ternak, maka setiap hari pahala amalannya akan berkurang sebanyak satu qirat.”

Dr Yusuf Qardhawi dalam bukunya Al Halal wal Haram fi Islam terbitan Darul Ma’rifah dan terjemahan versi Indonesia Halal Haram dalam Islam mengungkapkan, di antara yang dilarang Nabi SAW adalah memelihara anjing di rumah tanpa ada suatu alasan untuk keperluan.

Larangan ini tidak lain untuk anjing yang dimiliki (dipelihara) bukan untuk keperluan atau manfaat tertentu. Sebagian ahli fikih berpendapat bahwa larangan memelihara anjing tersebut adalah makruh bukan haram, kecuali pemeliharaan anjing untuk pemburu, penjaga ternak, kebun dan sejenisnya adalah boleh. Makruh adalah suatu hal yang dibenci atau larangan Allah SWT yang tidak dikenai sanksi haram. Namun, orang yang mempermudah dan mengabaikan hal yang makruh cenderung terjerumus dalam hukum haram.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut pernah memberi fatwa mengenai hukum memelihara anjing ini. Menurut MUI, hukum memelihara anjing untuk tujuan dan kebutuhan dan manfaat tertentu serta segala perkara yang berkaitan dengan pemeliharaannya bersifat mubah. Jika tanpa adanya keperluan dan manfaat, hukumnya menjadi makruh.

Meski demikian, MUI Garut memberi catatan jika dalam memelihara anjing tidak berkeliaran di dalam rumah. Anjing harus ditempatkan dalam kandang atau pekarangan khusus agar terpelihara, terjaga, dan tidak menimbulkan dampak negatif atau mem bahayakan lingkungan sekitar. Untuk anjing yang diperbantukan sebagai binatang pemburu atau penjaga keamanan, semesti nya memperoleh didikan untuk kepentingan tuannya. MUI juga memberi catatan agar anjing-anjing liar yang dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan binatang pemburu sebaiknya diserahkan kepada otoritas berwenang.

Referensi:Bolehkah Umat Islam Pelihara Anjing? | Republika Online