Hukum hewan air jenis pertama menurut pendapat yang paling kuat adalah halal. Kemudian, jenis kedua yaitu hewan yang hidup di dua alam. Pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa seluruh hewan yang hidup di dua alam baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai adalah halal kecuali katak.
Kepiting memang hidup di darat dan di air, namun bukan seperti katak yang hewan amfibi. Seekor katak hidup di darat dan di air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit. Namun berbeda dengan kepiting yang bernapas dengan insang. Kepiting bisa bertahan hidup di darat selama 4-5 hari karena insangnya menyimpan air, sehingga masih bisa bernapas. Namun, jika tidak ada airnya sama sekali, maka akan terjadi evaporasi, dan akhirnya akan mati. Jadi, kepiting sangat bergantung dengan air.
Sejauh ini tidak ada ayat maupun hadits yang menyatakan bahwa kepiting haram dikonsumsi. Di sebagian buku pengetahuan dijelaskan bahwa hewan yang hidup di dua alam, yakni di darat dan di laut, hukumnya haram. Mungkin dari sinilah sebagian orang beranggapan jika mengkonsumsi kepiting adalah haram. Namun, sekali lagi hal ini tidak ada dalilnya yang kuat. Sedangkan di dalam Al-Quran sudah dijelaskan bahwa seluruh makanan itu halal kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama dengan lembaga Pengkajian Pangan, Obatâobatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI) dan Pengurus Harian MUI, pada hari Sabtu, 4 Rabiul Akhir 1423 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 15 Juni 2002 Masehi, telah menetapkan fatwa bahwa kepiting halal dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Apabila membahayakan orang yang mengkonsumsinya maka hukumnya menjadi haram.
Dalam menetapkan hukum halal dan haramnya kepiting untuk dikonsumsi, MUI mengacu pada tiga patokan. Pertama, adanya dalil berupa nash (Al-Quran atau hadis) yang menyatakan makanan itu halal. Kedua, Adanya dalil dalam Al-Quran atau hadis yang menyatakan makanan itu haram. Kemudian yang ketiga, tidak ada dalil yang menegaskan makanan itu haram atau halal.
Berdasarkan patokan tersebut, MUI berpendapat bahwa kepiting termasuk ke dalam patokan yang ketiga, yakni binatang yang tidak ditegaskan dalam Al Qurâan maupun hadis tentang halal atau haramnya. Maka hukumnya ditentukan menurut hukum asal bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah halal sepanjang tidak berdampak buruk bagi jasmani dan rohani. Jadi, ditegaskan kembali bahwa kepiting halal untuk dikonsumsi.