Apa Fungsi Utama Itikad Baik?


Sehubungan dengan fungsi itikad baik dalam Pasal 1338 (3) BW, menurut beberapa sarjana antara lain P. L. Werry, Arthur S. Hartkamp dan Marianne M. M. Tillem, terdapat tiga fungsi utama itikad baik, yaitu:

a. Fungsi yang mengajarkan bahwa kontrak harus ditafsirkan menurut itikad baik (itikad baik sebagai asas hukum umum), artinya kontrak harus ditafsirkan secara patut dan wajar (fair).
b. Fungsi menambah atau melengkapi (aanvullende werking van de geode trouw), artinya itikad baik dapat menambah isi atau kata-kata perjanjian apabila terdapat hak dan kewajiban yang timbul di antara para pihak tidak secara tegas dinyatakan dalam kontrak. Menurut P. L. Werry hal ini terkait dengan pelaksanaan kontrak sebagaimana putusan Hoge Raad tanggal 10 Februari 1921 dalam perkara persaingan antara pengurus firma yang bertentangan dengan itikad baik. Demikian pula dalam putusan Hoge Raad tanggal 13 Maret 1964, NJ 1964 dalam perkara perlaksanaan kontrak penanggungan (borgtocht) yang mewajibkan kreditor untuk memerhatikan itikad baik dalam pelaksanaan kontrak.
c. Fungsi membatasi atau meniadakan (beperkende en deroerende werking van de goede trouw), artinya fungsi ini hanya dapat diterapkan apabila terdapat alasan-alasan yang amat penting (alleen in spreekende gevallen). Putusan Hoge Raad yang membatasi atau meniadakan daya kerja kontrak dapat dicermati dalam kasus Stork v. N. V Harleemshe Katoen Maatschappij (Sarong Arrest), HR 8 Januari 1026, NJ 1926, 203, Mark is Mark Arrest, HR 2 Januari 1931 serta Saladin v. Hollandsce Bank Unie (HBO) Arrest, tanggal 16 Mei 1967, Hoge Raad dan NBW dalam menerapkan fungsi ini hanya terhadap kasus-kasus yang pelaksanaan menurut kata-kata kontrak tersebut sungguh-sungguh tidak dapat diterima karena tidak adil. Rasio penerapan ini dapat dipahami karena merupakan penyimpangan (perkecualian) terhadap asas pacta sunt servanda.