Apa Dasar Hukum Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia?

Dasar Hukum Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

Istilah BLBI dikenal sejak ditegaskan pemerintah dalam Letter of Intent (LoI) sebagai salah satu upaya mempertahankan sistem perbankan.

Apa Dasar Hukum Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ?

Istilah BLBI dikenal sejak ditegaskan pemerintah dalam Letter of Intent (LoI) dengan International Monetary Fund (IMF), pada tanggal 15 Januari 1998, yang isinya antara lain pentingnya penyediaan bantuan likuiditas ( liquidity support ) antara Bank Indonesia kepada Perbankan sebagai salah satu upaya mempertahankan sistem perbankan. Istilah BLBI secara resmi baru dipergunakan oleh Bank Indonesia dalam bulan Maret 1998.

BLBI adalah fasilitas Bank Indonesia yang digunakan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dan sektor perbankan agar tidak terganggu karena ketidakseimbangan ( mismatch ) antara penerimaan dan penarikan dana pada bankbank, baik jangka pendek maupun panjang.

Dasar Hukum Pemberian BLBI


Dalam perspektif hukum, setidaknya ada beberapa peraturan perundangundangan yang bisa ditunjuk sebagai dasar hukum dari pemberian BLBI :

  1. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang menyebutkan bahwa : “Tugas pokok Bank Indonesia adalah membantu Pemerintah dalam mengatur dan menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.

  2. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, yang menyebutkan : “Bank Indonesia menjalankan tugas pokoknya tersebut dalam padal 7 berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah, dibantu oleh suatu Dewan Moneter”.

  3. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang mengatakan bahwa, ““Bank Indonesia bertugas memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan urusan perbankan” Pasal ini kemudian diberi penjelasan sebagai berikut : “Tugas tersebut dalam pasal ini disandarkan pada sifat dan kedudukan Bank Sentral sebagai Pembina dan pengawas perbankan. Dalam rangka tugas tersebut Bank memajukan perkembangan yang sehat dari perbankan dan perkreditan serta menjaga kepentingan masyarakat yang mempercayakan uangnya kepada bank-bank. Bank-bank sebagai perusahaan diselenggarakan berdasarkan azas-azas ekonomi perusahaan yang sehat dan wajar.”

  4. Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang menyatakan sebagai berikut : “Bank dapat pula memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat.”86 Pasal ini merupakan pasal yang meskipun cukup pendek, sangat krusial dan paling menunjukkan eksistensi BLBI memang merupakan otoritas yang diberikan oleh undang-undang tersebut kepada Bank Indonesia. Oleh karena itu, posisi Bank Indonesia dalam memberikan BLBI merupakan amanat peraturan perundang-undangan dan bukan suatu kebijakan yang bersifat ekstra legal dan juga bukan merupakan kebijakan sepihak dari Bank Indonesia.

  5. Penjelasan Umum Angka III Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang menyatakan sebagai berikut : “Sungguhpun Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis kebijakan Pemerintah di bidang moneter, namun dalam undang-undang ini kepada Bank Sentral diberikan beberapa wewenang yang ditujukan ke arah pemeliharan dan jaminan dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter itu yang sesuai dengan kebutuhan penjagaan kestabilan nilai satuan uang rupiah dan perkembangan produksi dan pembangunan guna meningkatkan taraf hidup rakyat.” Salah satu wewenang tersebut adalah di bidang perkreditan. Penjelasan Umum Angka III huruf b mengatakan sebagai berikut : “Bank Sentral dan perbankan pada umumnya diwajibkan mengikuti batas-batas yang telah ditetapkan dalam rancana kredit. Rencana kredit tersebut disusun oleh Bank Sentral untuk diajukan kepada Pemerintah melalui Dewan Moneter dalam penyusunan rencana moneter. Sebagai banker’s bank, Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk tujuan peningkatan produksi dan lain-lain sesuai dengan program Pemerintah, sedangkan sebagai lender of last resort Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitankesulitan likuiditas yang dihadapinya dalam keadaaan darurat. Dalam hal ini pemberian kredit yang diberikan oleh Bank Sentral dilakukan dalam rangka program Pemerintah dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh rencana kredit dari tahun yang bersangkutan. Disamping itu, Bank Sentral mempunyai wewenang untuk menetapkan batasbatas kuantitatif dan kualitatif di bidang perkreditan bagi perbankan, satu dan lain dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.”

  6. Pasal 37 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatakan sebagai berikut : “ Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal ini diberi penjelasan sebagai berikut : “Bank Indonesia dapat melakukan langkah untuk menyelamatkan bank yang mengalami masalah yang membahayakan kelangsungan usahanya dan/atau tindakan likuidasi. Langkah penyelamatan tersebut dilakukan terhadap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.” Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

  7. Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum yang menyatakan sebagai berikut : “Pemerintah memberikan jaminan bahwa kewajiban pembayaran bank umum kepada pemilik simpanan dan krediturnya akan dipenuhi.”

  8. Penjelasan Umum Angka III Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang menyatakan sebagai berikut : “Sungguhpun Bank Sentral menjalankan tugasnya berdasarkan garis-garis kebijakan Pemerintah di bidang moneter, namun dalam undang-undang ini kepada Bank Sentral diberikan beberapa wewenang yang ditujukan ke arah pemeliharan dan jaminan dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter itu yang sesuai dengan kebutuhan penjagaan kestabilan nilai satuan uang rupiah dan perkembangan produksi dan pembangunan guna meningkatkan taraf hidup rakyat.” Salah satu wewenang tersebut adalah di bidang perkreditan. Penjelasan Umum Angka III huruf b mengatakan sebagai berikut : “Bank Sentral dan perbankan pada umumnya diwajibkan mengikuti batas-batas yang telah ditetapkan dalam rancana kredit. Rencana kredit tersebut disusun oleh Bank Sentral untuk diajukan