Dibalik keunikan dari komodo, ternyata ada satu hal yang bisa dibilang cukup berbahaya dari hewan itu, yaitu air liurnya. Mungkin kamu juga pernah mendengar bahwa air liur komodo itu berbahaya dan beracun. Dari mana datangnya racun itu?
Air liur tersebut dapat menyebabkan hewan yang terperangkap dalam mulut seekor komodo menjadi lumpuh karena keracunan. Ya, hal ini memang sangat menguntungkan komodo dalam memburu dan memangsa hewan-hewan lain, seperti rusa dan kambing.
Dari mana datangnya racun di dalam air liur komodo itu? Asal tahu saja, dalam mulut seekor komodo bersarang sekitar 50 bakteri! Wow, pantas saja air liurnya berbahaya. Apalagi, hampir semua bakteri itu bersifat patogenik. Bakteri patogenik ini sendiri adalah bakteri yang cenderung bersifat menginfeksi makhluk hidup sehingga menimbulkan efek sakit tertentu. Bakteri ini terus berkembang biak dan dapat menyebar dari satu komodo ke komodo lainnya. Penelitian terbaru menduga bahwa sumber utama hadirnya bakteri ini adalah kesehatan gigi komodo yang sangat buruk, sehingga menyebabkan bakteri leluasa berkembang biak di mulutnya.
Jadi, bagi yang tertarik mengunjungi komodo di Pulau Komodo sebaiknya berhati-hati ya. Biasanya sudah ada pawang yang menjaga supaya komodo tidak menyerang para pengunjung. Meski demikian, kita tetap perlu waspada agar jangan sampai tergigit oleh komodo. Dan jika tergigit, sebaiknya segera minta pertolongan agar bakterinya tidak menyebar ke seluruh tubuh.
Sumber:
sains.me
Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik pada saat makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo melumpuhkan mangsanya dengan bisa dan bakteri yang ada dalam air liur mereka. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah.
Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa yaitu bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian (Fry et al. 2005). Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo (Australian Federal Police 2009). Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya, lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini (Montgomery et al. 2002). Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septicemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan, diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium (Feldman 2007).
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang yaitu sekitar 15–20 menit. Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah (Balance and Morris 1998).