Anggur Masam Akan Berubah Menjadi Anggur Hitam

Taman Surga

Sebagian orang berkata: “Cinta akan melahirkan kewajiban untuk melayani.” Sebenarnya tidak seperti itu, namun hasrat dari orang yang dicintailah yang memunculkan adanya pelayanan. Jika ia ingin agar orang yang mencintainya sibuk melayaninya, maka sang pecinta akan melakukannya. Jika dia tidak menghendakinya, maka sang pecinta tidak akan melakukannya. Meski demikian, meninggalkan pelayanan bukan berarti menafikan cinta. Ketika sang pecinta tidak mempersembahkan pelayanan, maka cintalah yang akan mempersembahkannya. Akar dari segala sesuatu adalah cinta, sedangkan pelayanan merupakan cabang darinya. Gerakan lengan baju disebabkan oleh gerakan tangan, tetapi bukan berarti bahwa gerakan tangan akan selalu diikuti oleh gerakan lengan baju. Sebagai contoh, seseorang memilki jubah besar sehingga ketika pemakainya berputar, jubah itu tidak bergerak. Hal ini tentu tidak mustahil. Yang justru mustahil adalah ketika jubah itu bisa bergerak tanpa ada gerakan tubuh pemakainya.

Sebagian orang menganggap jubah itu sebagai orang, lengan baju sebagai tangannya, dan membayangkan sepatu sebagai kakinya. Tangan dan kaki ini adalah lengan baju dan sepatu bagi tangan dan kaki yang lain. Mereka berkata, “Fulan berada di bawah tangan (kekuasaan) fulan,” atau “Fulan memiliki tangan (kekuasaan) dalam banyak hal,” atau “Fulan memberikan tangannya (pendapatnya) dalam sebuah pembicaraan.” Tidak diragukan bahwa yang dimaksud dari tangan dan kaki dalam kata-kata tersebut bukanlah tangan dan kaki ini.

Pangeran itu datang, berkumpul bersama kami dan kemudian pergi. Dengan cara yang sama, lebah menyatukan lilin dengan madu dan kemudian pergi. Hal itu karena wujudnya adalah sebuah keharusan, sementara kekekalannya bukan sebuah keharusan. Ibu dan ayah kita seperti lebah, yang mempertemukankan antara pencari dengan yang dicarinya dan antara pecinta dengan yang dicintainya, lalu mereka pergi secara tiba-tiba. Allah menjadikannya sebagai perantara untuk mengumpulkan lilin dan madu, kemudian mereka terbang. Sementara lilin, madu dan kebun masih tetap ada. Seandainya lebah tidak terbang meninggalkan kebun itu, maka kebun ini bukanlah jenis kebun yang mungkin ditinggalkan; justru lebah itu berpindah dari satu sisi ke sisi kebun yang lain.

Tubuh kita laksana sel lebah, yang mana di dalamnya terdapat lilin dan madu cinta Allah. Meskipun lebah-lebah itu, yaitu ibu dan ayah kita, hanyalah perantara saja, namun mereka diangkat sebagai tukang kebun dan tukang kebun juga membuat lilin. Allah telah memberikan kepada lebah-lebah itu suatu gambaran yang lain. Ketika ia mengerjakan sebuah pekerjaan, maka ia mengenakan pakaian yang sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tetapi ketika ia pergi ke alam sana, ia akan mengganti pakaiannya, sebab di sana ada pekerjaan yang lain. Meski demikian, orang itu adalah dirinya yang sama ketika ia melakukan pekerjaan yang pertama.

Contoh lainnya adalah seseorang yang pergi ke medan perang. Dia akan mengenakan pakaian perang, mengasah senjata dan meletakkan tameng di kepalanya, karena pada saat itu memang waktunya berperang. Tetapi ketika ia datang ke sebuah pesta, ia akan menanggalkan pakaian perangnya itu karena di sana ia akan sibuk dengan perbuatan lain. Bagaimanapun juga, dia adalah orang yang sama. Karena yang kamu lihat adalah pakaiannya, maka setiap kali kamu mengingatnya, kamu akan menggambarkan orang itu sesuai dengan gaya dan pakaian itu, Meskipun bisa jadi ia telah berganti pakaian ratusan kali.

Seseorang menghilangkan cincin di suatu tempat, meskipun cincin itu telah berpindah ke tempat lain, ia tetap saja mengitari tempat itu seraya berkata, “Aku telah kehilangan cincin itu di tempat ini.” Seperti seseorang yang kehilangan kekasihnya, dia akan mendiami kuburannya, mengelilingi tumpukan debu dan menciumnya tanpa sadar. Ia terus berkata: “Aku telah kehilangan cincin itu di tempat ini,” tetapi bagaimana mungin cincin itu masih ada di sana?

Allah menciptakan banyak karya untuk menampakkan kemahakuasaan-Nya. Dalam sehari atau dua hari, Dia mengumpulkan roh dan jasad demi sebuah hikmah Ilahiah. Seandainya manusia duduk sesaat bersama mayat di kuburan, tentu mereka khawatir akan menjadi gila. Tetapi ketika mereka telah terbebas dari jaring tubuh dan parit jasmani, kenapa mereka masih tetap berada di sana? Allah menunjukkan semua itu untuk menakut-nakuti hati, dan sebagai sebuah tanda pembaharuan di setiap saat, agar histeria di hati menjadi bangkit karena takut akan kuburan dan gelapnya tanah. Hal ini serupa dengan yang terjadi ketika suatu kafilah di serang di sebuah tempat, lalu para pemimpin kafilah menimbun dua atau tiga batu di atas jalanan sebagai tanda yang mengisyaratkan jika di tempat ini terdapat bahaya. Kuburan ini juga sebagai tanda yang dapat dilihat dan mengisyaratkan bahwa tempat itu berbahaya.

Ketakutan itu memengaruhi kekuatan manusia meskipun hal itu tidak selalu diwujudkan. Misalnya orang-orang berkata, “Si Fulan takut kepadamu,” maka tanpa ragu kamu—meski mereka tidak melakukan apa-apa untukmu—akan memperlihatkan kasih sayang pada mereka. Sebaliknya jika mereka berkata, “Si Fulan sama sekali tidak takut padamu, dan kamu sama sekali tidak punya kewibawaan di hatinya,” maka hanya dengan berkata demikian saja, dalam hatimu akan muncul kemarahan pada mereka.

Aliran tersebut adalah buah dari ketakutan. Seluruh alam semesta mengalir, namun aliran setiap sesuatu mengalir sesuai dengan keadaannya. Aliran manusia adalah satu macam, aliran tumbuh- tumbuhan adalah macam yang lain, dan aliran roh adalah macam yang lain lagi. Roh mengalir tanpa langkah dan tapak kaki, coba kamu bayangkan buah anggur yang kecut, berapa kali ia mengalir sampai menjadi anggur hitam yang matang? Kapan ia akan menjadi manis, adalah ketika ia sampai ke tempat itu. Meskipun alirannya tidak terlihat dan terasa, namun saat ia sampai ke tempat itu, dapat diketahui bahwa ia telah lama mengalir sampai ke sini. Seperti saat manusia masuk ke dalam air, namun tak seorang pun yang mengetahui kapan ia masuk. Ketika ia mengeluarkan kepalanya dari dalam air, seketika itu juga dapat diketahui bahwa dia telah masuk ke dalam air hingga sampai pada titik ini.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum