Aku Tertawa Ketika Membunuh

Taman Surga

Ada kepala-kepala yang berhiaskan mahkota emas. Ada juga kepala-kepala yang menutupi rambut kepangnya yang indah dengan mahkota permata. Setiap kepang rambut gadis-gadis cantik akan membangkitkan cinta, dan cinta adalah ruang singgasana hati. Mahkota emas itu keras, dan hanya orang yang dirindukan oleh relung hati yang memakainya. Kita mencari cincin Sulaiman as. ke berbagai tempat, tapi kita menemukannya dalam kefakiran. Dalam pesona ini jugalah kita tundukkan kefakiran kita. Tidak akan kita biarkan mereka mengerjakan sesuatu tanpa persetujuan dari kita.

Baiklah, aku adalah seorang pelacur. Karena aku masih muda, maka aku menjadi penjaja cinta. Aku tahu ini bisa menyingkirkan hambatan dan membakar selubung-selubung, karena cinta adalah pangkal ketaatan, sedangkan amalan lain hanyalah cabangnya saja.

Kalau kamu tidak berkorban, bagaimana kamu bisa mendapatkan keinginan hatimu? Menyerahkan segalanya membawa dirimu menuju pembinasaan, sumber segala kesenangan di mana tidak ada perpisahan yang hadir:

“Dan Allah bersama orang-orang yang sabar [QS. al-Baqarah: 249].”

Semua yang ada di pasar, baik pertokoan, kedai, barang dagangan, atau profesi, orientasi utama dari semuanya adalah kebutuhan dalam diri manusia. Orientasi itu begitu samar. Jika kebutuhan akan sesuatu tidak tampak, maka akhir dari kebutuhan itu akan tetap tersembunyi dan tidak akan bergerak. Demikian juga dengan karakter dari setiap ideologi, setiap agama, setiap keajaiban, setiap mukjizat, dan setiap keadaan para Nabi. Akhir dari kebutuhan pada semua ini ada dalam jiwa manusia. Jika kebutuhan tidak tampak, maka akhir dari kebutuhan ini tidak akan muncul.

“Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Maulana Rumi berkata:

“Apakah kebaikan dan keburukan itu digerakkan oleh satu atau dua pelaku?”

Jawabannya: Di satu sisi, kebaikan dan keburukan memang digerakkan oleh dua pelaku karena seseorang tidak mungkin berbeda haluan dengan dirinya sendiri. Sementara dari sisi yang lain, keburukan tidak bisa dilepaskan dari kebaikan karena perbuatan baik adalah ketika kita meninggalkan keburukan, dan meninggalkan keburukan akan mustahil tanpa adanya keburukan itu sendiri. Bukti bahwa meninggalkan keburukan adalah sebuah kebaikan yaitu jika di sana tidak ada pendorong pada keburukan, maka tidak mungkin ada tindakan untuk meninggalkan keburukan. Dari sisi ini kebaikan dan keburukan bukanlah dua hal yang terpisah. Seperti perkataan seorang Majusi:

“Sesungguhnya Yazdan adalah pencipta kebaikan dan Ahriman adalah pencipta keburukan dan semua hal yang dibenci.”

Kemudian kita berkata untuk menyanggah ucapan itu:

“Bahwa segala sesuatu yang dicintai tidak terlepas dari segala sesuatu yang dibenci. Karena yang pertama tanpa adanya yang kedua adalah mustahil adanya. Secara logika, yang dicinta ada karena hilangnya yang dibenci, dan mustahil sesuatu yang dibenci hilang tanpa didahului oleh keberadaannya. Kebahagiaan adalah hilangnya kesedihan sedang kesedihan tak akan hilang tanpa didahului oleh keberadaannya. Demikian keduanya menjadi satu.”

Aku berkata:

“Jika sesuatu tidak sirna, maka faedah makna sejatinya tidak akan tampak oleh mata. Sebagaimana sebuah ucapan yang jika rangkaian hurufnya belum sirna dari pelafalan lisan (belum selesai diucapkan), maka pendengar tidak akan mampu mengambil faedah dari ucapan tersebut. Setiap orang yang berkata keji kepada orang yang bijak, sebenarnya ia sedang berkata baik padanya, sebab orang bijak akan menjauh dari sifat yang bisa menyebabkan datangnya celaan itu padanya. Sang bijak adalah musuh dari kesombongan, dan karenanya, siapapun yang mencela orang bijak, maka sejatinya celaan itu ditujukan bagi musuh sang bijak dan merupakan pujian baginya, karena ia akan menjauhi sifat-sifat tercela semacam itu, dan ini adalah pebuatan yang terpuji. “Segala sesuatu menjadi jelas lewat kebalikanya.” Seorang bijak akan mengetahui jika si pencela bukanlah musuhnya, jadi ia tidak akan membalas celaan itu.

Aku adalah taman hijau yang dikelilingi oleh dinding kumuh yang di atasnya ada berbagai macam kotoran dan onak. Setiap orang yang melintas tidak akan bisa melihat taman itu; mereka hanya melihat dinding yang dipenuhi dengan kotoran sampai-sampai terlontar celaan dari orang-orang itu. Lalu kenapa taman itu harus marah pada mereka? Sungguh celaan itu hanya akan membahayakan si pencela karena semestinya dia bersabar, mendobrak dinding itu terlebih dahulu agar ia bisa melihat tamannya. Dengan mencelanya, mereka justru semakin jauh dari taman itu dan membinasakan dirinya sendiri.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Aku tertawa ketika aku membunuh.”

Maksudnya beliau tidak memiliki musuh yang menyebabkan beliau marah dalam mengeksekusi. Beliau memerangi orang kafir dengan satu cara sehingga mereka tidak memeranginya dengan seratus cara. Sungguh Rasulullah adalah pemimpin yang banyak tertawa ketika membunuh.

Sumber : Jalaluddin Rumi, 2014, Fihi Ma Fihi, F Forum