“Aku Hancurkan Egoku Untuk Aku dan Kamu”

WFH
sumber: solotrus.com

Aku adalah seorang perempuan. Makhluk yang dipenuhi dengan kata “mau”.

Kehidupanku diselimuti egoisme.

Semua hanya untuk aku, segalanya hany a boleh aku, dan seluruhnya harus bagiku.

Egoisme itu menutupi akal sehatku.

Kembali ke kala itu….

“Jangan boros-boros, ingat kebutuhan masih banyak”, tegur sahabatku.

“Ya”, jawabku ringan padahal hatiku penuh gerutu.

“Jangan iya-iya saja tetapi masih begitu”, sahutnya kembali sembari pergi meninggalkanku.

Aku rasa sahabatku sudah malas melihat tingkahku yang kerap kali menghabiskan gaji hanya untuk kesenangan pribadi, seakan tak peduli akan keluargaku.

Aku seperti pribadi yang setengah tersadar, tahu yang benar namun tak pernah belajar.

Kini dunia membawa berita menggemparkan.

Virus Covid-19 sudah tersebar, begitu cepat mereka menjalar.

Rasanya tak dapat kucerna dengan nalar.

Berdampak pada pekerjaanku dan usahaku mendapatkan sebuah gelar.

Aku mulai tersadar…

Terpaksa pimpinan di kantorku menunda semua kegiatan tatap muka.

Terpaksa kampus tempatku menimba ilmu ditutup sementara.

Aku murka.

Aku tak mampu terima.

Corona oh corona,

Mengapa engkau harus ada?

Membuat dunia mengada-ada.

Pagi dan siang terasa malam.

Sore dan malam kian merana.

Kemanakah mereka para manusia?

Kehadirannya kini menghilang perlahan.

Aku masih ingin jalan-jalan…

Hatiku memaksaku untuk tetap berkeliaran…

Padahal sudah semakin meningkat jumlah korban yang tertelan.

Keadaan memaksaku untuk segera membuat sebuah keputusan.

“Nakal, tidak mau dengar orang tua bicara”, aku dikagetkan oleh suara nenek yang begitu keras.

Beliau melarangku berpergian.

Padahal aku hanya ingin membeli makan.

Aku tetap pergi tanpa meningggalkan jawaban.

Sembari aku berjalan.

Hatiku menggumam.

Bagaimanakah aku bisa terus bertahan?

Ditengah segala keadaan yang ku anggap cobaan.

Aku sungguh tidak tahan.

Kaki dan pikiranku sama-sama berjalan…

Aku kembali pulang dengan raut wajah datar,

Disambut keluarga yang bergeming membuat getar.

Ku hempaskan diriku ke dalam kamar.

Tatapanku mulai samar-samar.

Kawan, apa kau merasakan yang sama?

Aku merasa sungguh diselimuti kegetiran.

Rasanya egoisme dalam diriku terlalu besar.

Harus kukalahkan demi kita bersama.

Ahhh…

Konyol rasanya!

Jam dinding menunjukkan pukul delapan malam.

Aku terbangun…

Berpikir semua lagi-lagi hanya mimpi.

Ternyata bayang semu itu benarlah nyata adanya.

Ku ambil sepiring jatah makan malam,

Termenung biasanya sering pergi keluar saat malam.

Kini lingkungan terasa sedang sakit dari tengah tengah keadaan sehat.

Jauh dari kata penuh keindahan.

Lagi-lagi muncul dalam batinku untuk berubah.

Untuk taat,

Untuk mengalah,

Untuk perubahan yang lebih cepat agar kondisi kembali normal.

Tiba-tiba nada dering teleponku berbunyi…

“Hei lagi ngapain? Sibuk?”, saudari sepupuku meneleponku.

“Iya! Sibuk rebahan, bosen, pengen jalan, pengen ke mall”, sahutku.

“Sabar saja, dengan social distancing semoga keadaan cepat pulih”, dia menjawab.

“Iya udah, lanjut chat saja ya, aku malas juga bahasnya”, tanggapku cepat.

Ku akhiri telepon dengan saudariku itu.

Dalam hati aku berpikir,

Benar juga ya, semakin aku berada di luar dan melakukan kegiatan normal,

Semakin besar kemungkinan untuk memperlambat pulihnya keadaan ini.

Dan, semakin besar peluang aku jadi sakit terkena virus Covid-19.

Walaupun sepertinya sekarang ini mental dan jiwaku diserang.

Seharusnya aku bersyukur,

Aku masih bisa berkomunikasi dengan orang-orang sekitarku, kerabat, dan teman melalui media komunikasi yang sudah canggih.

Seharusnya aku bisa menikmati hari-hari, kesempatan yang jarang kudapatkan ini.

Aku tidak sesibuk biasanya,

Aku tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi untuk bekerja.

Aku lebih hemat karena tidak jalan-jalan.

Jika aku bisa mengambil hikmah dari semuanya ini,

Aku tentunya dapat memiliki kualitas hubungan dengan keluarga, orang serumah lebih baik lagi.

Penyesalan memang selalu datang belakangan….

Baiklah,

Ku tekan egoku,

Untuk aku yang lebih baik.

Untuk kamu.

Untuk kita.

Aku dirumah,

Supaya aku aman.

Supaya kamu aman.

Supaya perjumpaan antara aku dan kamu terjadi lebih cepat…

Terima kasih Tuhan,

Engkau masih menegurku lewat batinku.

Akan selalu ku kenang masa sulit ini,

Menjadi sebuah cerita yang sungguh berarti,

Yang dapat kubagikan kepada kamu sekalian di hari nanti.

#LombaCeritaMini #2.0 #dictiocommunity #EgoismediSekitarKita #CeritaDiRumahAja #DiRumahAja