Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) atau juga disebut dengan nama Kakawin Desawarnana (Deśawarṇana), merupakan kakawin Jawa Kuno karya Empu Prapañca yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang paling banyak diteliti. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Ia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja akan dibakar oleh tentara KNIL.
Arti judul
Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah “Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci”. Nama Nagarakretagama itu sendiri tidak terdapat dalam kakawin Nagarakretagama. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut terbukti telah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama.
Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon terbitan Dr. J.L.A. Brandes: Iti Nagarakretagama Samapta. Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana.
Penulis
Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit.
Dia adalah putera dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga “Mpu Prapanca” adalah penulis Nagarakretagama.
Isi
Naskah Nagara Kretagama ditemukan sebanyak 5 (lima) naskah. Pada 7 Juli 1978 di kota Antapura, Kabupaten Lombok, pulau Bali ditemukan 1 (satu) naskah dengan judul Desawarnana, tersimpan di Geria Pidada, Karang Asem. Pada tahun 1874 di Puri Cakranegara, pulau Lombok di temukan 1 (satu) naskah dengan judul Nagara Kretagama. Selanjutnya, tidak diketahui angka tahun penemuannya, di Geria Pidada, Klungkung ditemukan turunan rontal Nagara Kretagama 1 (satu) naskah; dan di Geria Carik Sideman ditemukan 2 (dua) naskah turunan Nagara Kretagama juga.
Nagara Kretagama berisi uraian tentang hubungan keluarga raja, para pembesar negara, jalannya pemerintahan, adat istiadat, candi makam para leluhur. Dan desa-desa perdikan, keadaan ibu kota, keadaan desa-desa sepanjang jalan keliling Sang Prabu pada 1359 masehi.
- Pupuh pertama menceritakan Raja Sri Rajasanagara sebagai titisan Siwa-Budha.
Keluhuran budi dan wataknya disamakan dengan dewa Iswara dewanya para yogi, Purusa yaitu jiwa bagi kapila. Kapila adalah pengikut ajaran sangkya. Selanjutnya disamakan dengan Wagindra atau dewa Brahma yang menghimpun segala ilmu, dewa Kama dala cinta birahi, dan dewa Yama penguasa hidup dan mati. Ketika dalam kandungan terjadi peristiwa alam sebagai isyarat keluhuran, yaitu meletusnya gunung Kelud, gempa bumi dan Pabanyu Pindah, hujan abu diikuti guruh dan halilintar.
- Pupuh kedua sampai keenam menceritakan tentang hubungan kekerabatan.
Rajapatni atau Gayatri adalah putri bungsu Sri Kertanegara. Rajapatni meninggal pada 1350 dan dimakamkan di Bayalangu. Ibu Sri Rajasanagara bernama Tribuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani, rani di Kahuripan dan ayahnya bernama Sri Kertawardana.
- Pupuh ketigabelas sampai empat belas tentang nama-nama wilayah.
Pada abad 13 wilayah Majapahit meliputi Kediri, Singasari, Janggala (Surabaya), Madura dan pada tahun 1316 ditambah Lumajang, kemudian seluruh Jawa Timur termasuk Madura dikuasai Majapahit pada 1331.
Pada tahun 1343 Bali, Lombok dan Gurun, dan pada tahun 1350 Suwarnabhumi termasuk Pahang, Trengganu, Langkasuka, Kelantan, Woloan, Cerating, Paka, Tembeling, Grahi, Palembang, Muara Kampe, Lamuri, dan Tumasik. Pada pertengahan abad keempat belas Brunai masuk wilayah Majapahit.
Pada tahun 1357 kota Dompo ditundukan. Dompo sebagai batu loncatan untuk menguasai pulau-pulau kecil lainnya di sebelah timur sampai Wanin, pantai barat Irian.
Pada pertengahan abad keempat belas wilayah Sumatra yang dikuasai adalah: Jambi, Pelembang, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Siak, Rokan, Mandailing, Panai, Kampe, Haru, Temiang, Parlak, Samudra, Lamuri, Barus, Batan, Lampung. Wilayah Kalimantan (Tanjung Pura) adalah: Kapuas, Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kandngan, Singkawang, Tirem, Landa, Sedu, Barune, Sukadana, Seludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutai, Malano. Wilayah Semenajung Tanah Melayu (Hujung Medini) adalah: Pahang, Langkasuka, Kelantan, Saiwang, Nagor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang, Kedah, Jerei. Sedangkan wilayah Timur Jawa adalah: Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, Taliwang, Dompo, Sapi, Gunung Api, Seram, Hutan Kadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian, Selayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon atau Maluku, Wanin, Seram, dan Timor.
Menurut Budya Pradipta dalam makalah ”Bedah Naskah Nagarakretagama" yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional RI pada 2005, wilayah Majapahit dikelompokkan menjadi lima golongan, yaitu Jawa, Digantara, Nusantara, Desantara, dan Dwipantara.
- Jawa meliputi Nagara Majapahit, Jiwana, Singasari, Wengker, Lasem, Daha, Pajang, Matahun, Paguhan, Wirabhumi, Mataram, Pawwanawwan, dan Kebalan.
- Digantara artinya wilayah lain yaitu daerah yang takluk kepada raja Rajasanagara selain Jawa. Daerah tersebut adalah Pahang, Melayu, Gurun, dan bakulapura.
- Nusantara adalah pulau-pulau lain, yang termasuk Nusantara adalah Daerah melayu, daerah Tanjung Nagara, dan daerah Semenanjung Malaya.
- Desantara adalah segala penjuru, seluruh angkasa, daerah lain, dan negara lain, yang termasuk desantara adalah Syangka, Ayodyapura, Dharmanagari, marutama, Rajapura, Anghanagari, Campa, Kamboja.
- Dwipantara adalah kepulauan lain, yang termasuk dwipantara dan mitra adalah Yawana, Cina, Karnataka, dan Goda.
-
Pupuh kelimabelas hubungan dengan negara asing. Hubungan majapahit dengan negara asing seperti Siam, Darmanegara, Singanagari, Campa, dan Kamboja.
-
Pupuh keenambelas sampai pupuh keenampuluh menceritaka tentang perjalanan keliling dari Majpahit ke Lumajang pada tahun 1959. Pupuh keenambelas merupakan inti dari kakawin Nagara Kretagama.
-
Pupuh keenampuluh satu sampai pupuh keenampuluh dua menceritakan, pada tahun 1361, Sri Rajasanagara ke desa Simping, memperbaiki candi makam pembangun Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.
-
Pupuh keenampuluh tiga sampai keenampuluh tujuh menceritakan, pada 1362 Sri Rajasanagara mengadakan upacara srada, memperingati nenek baginda Gayatri dari Singasari.
-
Pupuh keenampuluh delapan sampai enampuluh sembilan menceritakan sejarah pembagian kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala dan Panjalu, serta menceritakan pembangunan candi Prajnyaparamitapuri sebagai lambang penyatuan kembali kerajaan Janggala dan Panjalu.
-
Pupuh ketujuh puluh sampai tujuh puluh tiga menceritakan perjalanan kembali dari desa Simping dan kematian Patih Gajah Mada.
Dengan meninggalnya patih Gajah Mada, Sri Rajasanagara tidak mengangkat Patih Amangkubumi, tetapi dalam pemerintahan selanjutnya Sri Rajasanagara dibantu enam orang menteri. Menteri-menteri tersebut adalah Mpu Tandi sebagai menteri sepuh, Mpu Nala dengan gelar Tumenggung Amancanagara sebagai pembantu utama, Sang Pati Dami sebagai Menteri Anom dengan tugas segala urusan di dalam pura, Mpu Singa sebagai sekretaris negara yang bertugas menyaksikan segala keputusan raja, dan dua orang menteri yang membantu dalam pengadilan.
-
Pupuh ketujuh puluh empat sampai delapan puluh dua menceritakan nama-nama candi makam, tanah perdikan, asrama, desa kebudhaan, desa kesiwaan dalam kerajaan Majapahit, dan usaha raja dalam menyatukan tiga agama yaitu agama Siwa, Budha, dan wisnu.
-
Pupuh kedelapan puluh tiga menceritakan kesejahteraan pulau Jawa; tamu asing yang berkunjung; kirap atau perjalanan tahunan yang dilaksanakan setiap bulan Palguna.
-
Pupuh kedelapan puluh empat menceritakan lanjutan kirap keliling.
-
Pupuh kedelapan puluh lima menceritakan pertemuan setiap bulan Caitra, bulan pertama setiap tahun.
Dalam pupuh tersebut juga membahas tentang jalannya pemerintahan untuk keselamatan negara, dihadiri para menteri, perwira, pembantu raja, kepala daerah, kepala desa, pendeta dari tiga aliran. Sega dursila harus disingkirkan, semua orang wajib menganut ajaran yang termuat dalam Rajapakakapa.
- Pupuh kedelapan puluh enam sampai sembilan puluh dua menceritakan pesta besar di lapangan Bubat yang ditutup pada bulan Caitra.
Keterangan lebih lanjut nama-nama bulan pada jaman Majapahit adalah:
Caitra (Maret-April), Waisaka (April-Mei), Jyestha (Mei-Juni), Asadha (Juni-Juli), Srawana (Juli-Agustus), Bhadrapada (Agustus-September), Aswina (September-Oktober), Kartika (Oktober-Nopember) Margasirsa (Nopember-Desember), Pausa (Desember-Januari), Magda (Januari-Pebruari), Phalguna (Pebruari-Maret). Bulan pertama adalah Caitra antara Maret-April).
-
Pupuh kesembilan puluh tiga sampai sembilan puluh empat menceritakan para pendeta yang menciptakan kakawin puja sastra, antara lain Budha Sri Aditya menggubah Sloka Bhogawali, Pendeta Mutali Saherdaya dan Upapati Sudharma menggubah sloka. Dan lima kakawin ciptaan Prapanca,yaitu Cakabda, lambang, Parwasagara, Bhismacaranantya, Sugataparwwawarnana.
-
Pupuh kesembilan puluh lima sampai sembilan puluh delapan meceritakan nasib sang pujangga Mpu Pra Panca.