Apa yang anda ketahui tentang Candi Tegawangi : Candi ruwatan Bhre Matahun?

Candi Tegawangi terletak di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, sekitar 24 Km dari kota Kediri. Letaknya agak tersembunyi di kawasan perumahan penduduk, sekitar 1 km dari jalan raya, namun lingkungan di sekitar candi sudah tertata apik. Candi Hindu ini diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-14 atas perintah Raja Hayam Wuruk. Tujuan pembangunannya adalah untuk meruwat (menghilangkan keburukan) Bhre Matahun, sepupu Raja Hayam Wuruk. Nama Tegawangi tercantum dalam Kitab Pararaton, yang meyebutkan bahwa Bre Matahun yang meninggal pada tahun 1310 Saka (1388 M) didarmakan di Tigawangi.

Candi Tegawangi menghadap ke barat, berdenah dasar bujur sangkar seluas 11,20 m dengan tinggi yang diperkirakan mencapai 4,29 m. Dengan demikian, candi yang dibangun dari batu andesit ini lebih besar ukurannya dibandingkan dengan Candi Surawana yang juga terdapat di Kediri. Kerusakan yang dialami candi ini lebih parah dibandingkan dengan yang dialami Candi Surawana, karena saat ini yang masih utuh hanya batur dan sebagian kecil tubuhnya.

Pada pipi tangga terdapat pahatan yang menggambarkan pemain genderang. Bagian bawah kaki candi dihiasi panil pahatan dengan motif sulur-suluran, bunga dan gana yang dipasang berselang-seling. Dinding kaki candi dihiasi relief yang sangat halus pahatannya, yang memuat cerita dari Kidung Sudamala. Relief dengan cerita Sudamala ini menguatkan dugaan bahwa Candi Tegawangi dibangun untuk tujuan pengruwatan. Relief yang memuat kisah Sudamala terdapat juga di Candi Sukuh.

Di sudut tenggara halaman candi terdapat jajaran batu reruntuhan candi yang masih belum berhasil dikembalikan ke tempatnya semual. Di antaranya terdapat juga beberapa arca, termasuk Arca Parwati.

Relief Sudhamala di Candi Tegawangi

oleh : Jamharil

Relief Candi Tegawangi termasuk ke dalam relief jenis gaya istana dikarenakan ada
beberapa alasan yang mendukung untuk itu. Beberapa alasannya adalah:

  • Menurut kitab Negarakertagama, Candi Tegawangi merupakan dharma yang didirikan untuk Bhre Matahun, ipar Hayam Wuruk (Suleiman, 1975: 78). Hal tersebut memperlihatkan bahwa Candi Tegawangi merupakan candi yang berfungsi sebagai tempat pendharmaan dari kerabat raja majapahit, maka Candi Tegawangi dimasukkan ke dalam bangunan suci yang diawasi oleh pemerintah pusat kelompok dharma dalm/haji, di dalam pengelolaan candi itu berada di bawah pengawasan pejabat tinggi kerajaan dalam bidang keagamaan yang disebut sebagai dharmmadyaksa (Santiko, 1999: 13).

  • Penggambaran tokoh dibuat raya dengan penggunakan pakaian yang lengkap disertai perhiasan-perhiasan.

  • Selain itu, penggambaran lingkungan yang melingkupi tokoh terlihat lebih rumit dan penuh dengan segala hiasan, mengesankan seluruh panil diisi sesak dengan ornamen.

  • Penggambaran tokoh dan hiasan pendukung dipahat dengan halus, mencerminkan teknik penggarapan yang cermat dan teliti.

Deskripsi Adegan-Adegan Relief Cerita Sudhamala di Candi Tegawangi

Secara umum Candi Tegawangi berdenah bujursangkar, menghadap ke barat, pada tubuh candi dihiasi relief cerita Sudhamala yang berjumlah 14 adegan dipahatkan secara berurutan, dimuat pada 6 panil, yaitu 1 panil di sisi barat candi di bagian penampil sisi selatan, 1 panil di sisi barat, 2 panil di sisi selatan, dan 2 panil di sisi timur.

Panil 1 berada di sisi barat bagian penampil sisi selatan memuat adegan ke-1 yang dibatasi dengan batas panil di sisi kiri dan kanannya.

Kemudian panil 2 di sisi barat memuat adegan ke-2 dan ke-3, adegan ke-2 dibatasi oleh batas panil di sisi kiri dan motif gapura di kanannya. Adegan ke-3 dibatasi oleh motif gapura di sisi kiri dan batas panil di sisi kanan.

Panil 3 memuat tiga adegan, yaitu adegan ke-4, adegan ke-5, adegan ke-6. Adegan ke-4 dibatasi oleh batas panil di sisi kiri dan motif tumbuhan di sisi kanan. Adegan ke-5 dibatasi oleh motif tumbuhan di sisi kiri dan motif pagar keliling di sisi kanan. Adegan ke-6 dibatasi oleh motif pagar keliling di sisi kiri dan batas panil di sisi kanan.

Panil 4 memuat empat adegan, yaitu adegan ke-7, ke-8, ke-9, ke-10. Adegan ke-7 dibatasi oleh batas panil di sisi kiri dan motif gapura di sisi kanan. Adegan ke-8 di batasi oleh motif gapura di sisi kiri dan motif suluran di sisi kanan. Adegan ke-9 dibatasi motif suluran di sisi kiri dan motif gapura di sisi kanan. Adegan ke-10 dibatasi oleh motif gapura di sisi kiri dan batas panil di sisi kanan.

Panil 5 memuat tiga adegan yaitu adegan ke-11, adegan ke-12, adegan ke-13. Adegan ke-11 dibatasi oleh batas panil di sisi kiri dan motif bangunan di sisi kanan. Adegan ke-12 dibatasi oleh motif bangunan di sisi kiri dan motif tumbuhan di sisi kanan. Adegan ke-13 dibatasi oleh motif tumbuhan di sisi kiri dan batas panil di sisi kanan. Panil 6 memuat adegan ke-14 dibatasi oleh batas panil di sisi kiri dan motif tumbuhan di sisi kanan.

A.J Bernet Kempers dalam Ancient Indonesian Art menyatakan bahwa relief Sudhamala pada dinding kaki Candi Tegawangi yang dilihat secara prasavya (1959: 95). Pembacaan relief dilakukan berlawanan arah jarum jam (prasavya), barulah dapat diketahui ada keteraturan dan kesinambungannya.

Pembacaan adegan dimulai dari kaki candi sisi barat bagian penampil sisi selatan sampai ujung panil, kemudian dilanjutkan ke dinding kaki candi sisi barat sampai ujung panil. Setelah itu pembacaan adegan relief berlanjut di dinding kaki candi sisi selatan sampai ujung panil, dan diakhiri pada dinding kaki candi sisi timur.

Untuk memenuhi segala muatan yang terkandung pada seni pahat relief, maka disusunlah suatu urutan di dalam pendeskripsian, adapun urutan pendeskripsiannya adalah :

  1. Sikap tokoh: memuat penggambaran posisi tokoh dalam adegan.
  2. Pakaian dan perhiasan: memuat penggambaran busana tokoh beserta perhiasan dan hiasan yang dikenakan tokoh dalam adegan.
  3. Keadaan lingkungan: memuat suasana yang ada di sekitar tokoh dalam satu setting adegan
  4. Tafsiran cerita: memuat jalan cerita dalam adegan, untuk mengetahui sequence pada adegan-adegan dalam relief tersebut

Deskripsi Tiap Adegan

  • Adegan ke-1

Adegan ke-1 digambarkan seorang tokoh wanita dalam posisi duduk bersila (tokoh 1), tangan posisi menyembah dan kepala menengadah ke atas seperti posisi melakukan memohon/berdoa, mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi dan pada belahan sorban dihiasi dengan hiasan bunga, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan sepasang gelang tangan.

Di depan wanita terlihat sesajian yang terdiri dari berbagai buah-buahan yang ditujukan kepada bangunan berbatur tinggi, berdinding, beratap genteng dengan bentuk limasan dan di bingkai pintunya menggunakan ragam hias bingkai pintu kala-mrga, di samping bangunan tersebut terlihat pohon yang berbentuk meruncing ke atas, ditanamkan pada bejana persegi, mempunyai batang berbentuk pilinan, dengan daun terkulai ke bawah.

Bangunan terbuka dengan empat tiang, mempunyai atap genteng berbentuk tajug yang bagian bawahnya terdapat lapik, perigi yang mempunyai hiasan tumpal di dasar, bejana diikatkan pada tali yang ditambatkan pada tongkat panjang yang bersandar di batang pohon, lalu terdapat seekor burung hinggap pada ranting pohon, gapura dengan atap menyatu dan bertingkat dan mempunyai daun pintu pada bagian tubuh.

  • Adegan ke-2

Adegan ke-2 digambarkan dua tokoh raksasi (tokoh 1 dan 2) dalam posisi berjongkok dengan bertumpu pada kedua lututnya, terlihat sedang bercakap-cakap satu sama lain dengan mengenakan pakaian sederhana, berada di dekat bangunan yang berbingkai pintu kala-mrga, lalu dipahatkan tokoh raksasi (tokoh 3) dalam posisi berdiri mengancam dengan paras muka menakutkan mengenakan pakaian dari kain pendek sampai lutut, yang diputar di badan dari arah kiri ke kanan, dan kain ini dipakai di bawah pusar dilengkapi ikat pinggang, sampur dan uncal. ia mengenakan perhiasan jamang pada kepalanya dengan dimahkotai rambut yang terjurai ke belakang kepalanya, mengenakan kalung, tali kasta di bahu kiri, gelang tangan dan gelang kaki, mengacungkan jari kepada tokoh wanita (tokoh 4) yang sedang duduk bersila dengan posisi menyembah mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi dan pada belahan sorban dihiasi dengan hiasan bunga, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan sepasang gelang tangan.

Panil tersebut memperlihatkan suatu bangunan berdinding dengan beratapkan genteng berbentuk limasan dan di bingkai pintunya menggunakan ragam hias bingkai pintu kala-mrga, di samping bangunan tersebut terlihat pohon yang ditanamkan pada bejana persegi, mempunyai batang berbentuk pilinan, bentuk pohon seperti segitiga meruncing ke atas, dengan daun terkulai ke bawah dan pohon berbentuk seperti parabola, mempunyai batang yang meliuk dengan daun berjuntai ke bawah, pohon tersebut ditanamkan pada bejana persegi.

Bangunan terbuka dengan empat tiang, mempunyai atap genteng berbentuk tajug yang bagian bawahnya terdapat lapik, perigi yang mempunyai hiasan tumpal di dasarnya, bejana diikatkan pada tali yang ditambatkan pada tongkat panjang yang bersandar di batang pohon, lalu terdapat seekor burung hinggap pada ranting pohon, gapura dengan atap menyatu dan bertingkat, mempunyai daun pintu pada bagian tubuhnya dan pagar keliling.

  • Adegan ke-3

Adegan ke-3 digambarkan seorang tokoh raksasi (tokoh 1) dengan muka menakutkan, mata melotot dengan mengenakan kalung, hiasan telinga, rambut disanggul ke belakang kepalanya, sedang mengikuti atau membayangi tokoh wanita (tokoh 2) yang berjalan bergerak menjauhi sebuah gerbang, ia mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi dan pada belahan sorban dihiasi dengan hiasan bunga, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan sepasang gelang tangan.

Adegan tersebut berada di luar pintu gerbang dengan bagian atap menyatu dan bertingkat dilengkapi pagar keliling, terdapat pula tumbuhan dengan daun memanjang.

  • Adegan ke-4

Adegan ke-4 digambarkan 7 tokoh, yaitu tokoh 1 berjenis kelamin wanita dalam posisi berdiri dengan telapak tangan kanan dalam sikap terbuka, di arahkan ke bawah seakan-akan sedang memberi. Ia mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi, menggunakan hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu, sepasang gelang tangan dan memakai kain panjang sampai pergelangan kaki. Ia terlihat sedang memberikan sesuatu kepada tokoh 2 berjenis kelamin pria, dalam posisi berjongkok dengan bertumpu pada kedua lututnya, posisi tangan menyembah. Tokoh 2, mempunyai postur tubuh gemuk pendek dan berperut buncit, mengenakan pakaian sederhana dengan bagian rambut disanggul ke belakang kepalanya.
Tokoh 3 berjenis kelamin pria, dalam posisi berdiri dengan kedua tangannya berada di depan dada, paras mukanya seakan-akan terkejut, ia mempunyai postur tubuh sedang, mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan
memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Di sampingnya terdapat tokoh pria (tokoh 4) yang berdiri dengan menoleh ke arah samping seakan-akan sedang berbicara dengan tokoh 5. Tokoh 4, mempunyai postur tubuh tinggi mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu, gelang tangan dan gelang kaki, mengenakan kain yang diangkat pendek sehingga tampak seperti cawat. Tokoh pria (tokoh 5) yang berdiri menghadap ke tokoh 4, seakan-akan sedang bercakap-cakap. Ia berpostur tubuh sedang dan mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Tokoh 6 dalam posisi berdiri dengan menoleh ke arah tokoh 7, ia mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kainnya yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Tokoh 7 dalam posisi berdiri dengan muka tertunduk mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Pada adegan ke-4 digambarkan berbagai macam jenis tumbuhan, yaitu pohon yang berbatang meliuk dengan bentuk daun membulat dan pada bagian batang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan yang merambat, pohon yang berbatang besar mempunyai daun memanjang dengan buah berbentuk bulat lonjong, dan tumbuhan rendah dengan daun memanjang.

  • Adegan ke-5

Adegan ke-5 digambarkan 4 tokoh, yaitu dua tokoh (tokoh 1 dan 2) yang bertubuh gemuk pendek dalam posisi berjalan berdekatan satu sama lain seakanakan sedang berbincang-bincang terlihat mengikuti tokoh pria (tokoh 3) yang berada di depan, mereka mengenakan pakaian sederhana dengan rambut disanggul ke belakang kepalanya. Setelah itu digambarkan tokoh pria (tokoh 3) dalam posisi berdiri dengan tangan ditarik oleh tokoh wanita di depannya. Tokoh pria ini mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Selanjutnya tokoh wanita (tokoh 4) dalam posisi berdiri menoleh ke samping dengan menarik tangan tokoh pria di sampingnya untuk mengikuti, tokoh tersebut mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan sepasang gelang tangan.

Pada adegan ke-5 digambarkan berbagai macam jenis tumbuhan, yaitu pohon rindang berbatang besar dengan daun yang membulat, pohon yang tidak begitu rindang berbatang meliuk dengan daun membulat, dan tumbuhan rendah yang berdaun memanjang dan membulat.

  • Adegan ke-6

Pada adegan ke-6 digambarkan dua raksasi (tokoh 1 dan 2) dalam posisi berjongkok dengan bertumpu pada kedua lututnya memegang cawan di tangan, ia mengenakan pakaian sederhana duduk di dekat tokoh raksasi (tokoh 3) yang sedang berdiri dengan mengacungkan pisau kecil di tangan kanan dan tangan kiri menunjuk kepada tokoh pria yang diikat di pohon. Tokoh ini mengenakan hiasan rambut berbentuk sanggul yang disusun di atas kepala secara berantakan kemudian mengenakan hiasan telinga, kelat bahu dan gelang tangan serta memakai kain yang panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Tokoh berikut adalah tokoh pria (tokoh 4) yang diikat pada pohon, ia mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Di belakang tokoh pria tersebut digambarkan tokoh raksasi (tokoh 5) sedang memegang tangan tokoh pria di depannya, tokoh ini menggunakan kunciran rambut di belakang kepalanya lalu mengenakan selendang yang melingkari leher. Di belakang tokoh wanita tersebut terlihat beberapa hantu manusia berkepala binatang (tokoh 6) yang bertelanjang dada mengenakan kain dari pinggang hingga lutut dan manusia melayang (tokoh 7) yang mengenakan topi tekes.

Pada adegan ke-6 digambarkan bangunan berdinding, beratap genteng yang berbentuk limasan dengan bingkai pintu berbentuk kala-mrga, pada atap terdapat burung yang hinggap. Pada samping bangunan tersebut terdapat pohon yang berbatang besar, berdaun panjang mempunyai buah bulat lonjong. Lalu terlihat burung yang terbang menjauhi bangunan berdinding, dekat burung tersebut terlihat tangan melayang.

  • Adegan ke-7

Pada adegan ke-7 digambarkan 3 tokoh wanita, dalam posisi berjongkok dengan bertumpu pada kedua lututnya dan tangan sedang memegang benda yang berlainan: dimulai dari paling kiri, mukanya menoleh ke arah kiri, ia memegang camara (tokoh 1), lalu tokoh kedua memegang kipas (tokoh 2) dan tokoh terakhir yang mukanya menoleh ke tokoh 2 seakan-akan sedang bercakap-cakap ia memegang sebuah sisir (tokoh 3). Ketiga tokoh itu mengenakan perhiasan lengkap dimulai dari jamang, rambutnya disanggul ke belakang kepala, hiasan telinga, kalung, kelat bahu, gelang tangan tangan dan mengenakan kain panjang sampai pergelangan kaki. Lalu digambarkan tokoh wanita (tokoh 4) yang berdiri pada pedestal dengan kepala menunduk melihat ke arah tokoh pria yang berada di samping, pada sekeliling kepala terdapat lingkaran prabha dan di luar prabha tersebut terdapat beberapa lidah api. Tokoh wanita ini mempunyai dua tangan di belakang yang masing-masing memegang aksamala dan trisula, sedangkan kedua tangan di depan dalam posisi tangan kanan diletakkan di bawah tangan kiri, dan ia mengenakan atribut lengkap dimulai dari mengenakan kirita mahkota, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Selanjutnya tokoh pria (tokoh 5) dalam posisi berlutut dan tangan bersikap menyembah kepada tokoh wanita di sampingnya, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Pada adegan ke-7 digambarkan bangunan berdinding yang beratap genteng berbentuk limasan dan di bingkai pintu menggunakan ragam hias bingkai pintu kala-mrga, bangunan terbuka dengan empat tiang, mempunyai atap genteng berbentuk tajug yang berdiri di atas lapik, gapura yang atapnya menyatu dan bertingkat, mempunyai daun pintu pada bagian tubuh.

  • Adegan ke-8

Adegan ke-8 digambarkan 2 tokoh (tokoh 1 dan 2) yang berjalan keluar dari pintu gerbang mengikuti tokoh pria di depan, berperawakan gemuk pendek mengenakan pakaian sederhana dengan rambut disanggul ke belakang kepalanya. Tokoh 3 yang sedang diikuti tersebut adalah tokoh pria yang berjalan menjauhi pintu gerbang, berperawakan sedang, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, tali kasta yang digantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal

Adegan tersebut berada di luar pintu gerbang, beratap menyatu, bertingkat dan memiliki pagar keliling, di sana terlihat burung sedang terbang menukik ke arah suatu pohon yang belum diketahui jenisnya.

  • Adegan ke-9

Adegan ke-9 terlihat tokoh pria (tokoh 1) dalam posisi berlutut dengan tangan dalam sikap menyembah, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, tali kasta yang dipakai dari bahu kiri turun ke pinggang kanan, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Di depan tokoh pria tersebut terdapat tokoh wanita (tokoh 2) dalam posisi berlutut dengan tangan bersikap menyembah, ia mempunyai rambut panjang yang terurai di belakang kepala, mengenakan kain panjang yang menutupi tubuh hingga ke pergelangan kaki dan memakai gelang tangan.

Tokoh berikut adalah tokoh pria (tokoh 3) berjanggut dalam posisi berdiri menghadap kedua tokoh sebelumnya, seakan-akan sedang memberi sabda kepada kedua tokoh di depan. Tokoh ini bertubuh gemuk, mengenakan sorban, kain panjang menutupi tubuh hingga pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Adegan tersebut berada di luar pintu gerbang dengan bentuk atap menyatu dan terdapat tangga masuk, di sana terlihat bangunan penyangga berupa bangunan terbuka dengan tiang tunggal. Lalu terdapat pohon berbatang besar dengan daun membulat.

  • Adegan ke-10

Adegan ke-10 digambarkan seorang tokoh pria (tokoh 1) yang melewati pintu gerbang dengan tangan ditarik oleh tokoh 2. Tokoh 1 mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, tali kasta yang dipakai mulai dari bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Tokoh 2 adalah tokoh pria bertubuh gemuk dan berjanggut sedang menarik tokoh 1, tokoh ini mengenakan sorban, hiasan telinga, kalung, tali kasta di bahu sebelah kiri, kelat tangan dan mengenakan kain panjang sampai pergelangan kaki. Tokoh 3 ialah wanita yang berdiri menunduk kepada tokoh 4, rambutnya terurai ke belakang kepala dan mengenakan hiasan telinga, kalung, mengenakan kain panjang yang menutupi seluruh tubuh hingga pergelangan kaki. Tokoh 4 ialah wanita yang sedang berdiri melihat tokoh 3, rambutnya di gulung hingga ke atas kepala dan mengenakan hiasan telinga, selendang disandarkan pada bahu sebelah kiri, tubuhnya mengenakan kain panjang sampai pergelangan kaki. Tokoh 5 adalah tokoh wanita yang menoleh ke kanan, seakan-akan sedang tersipu malu, rambutnya terurai ke belakang kepala, mengenakan hiasan telinga, selendang yang disandarkan pada bahu sebelah kiri, memakai kain panjang sampai pergelangan kaki, di dekat tokoh wanita ini terdapat tokoh pria kecil yang mengenakan pakaian sederhana.

Pada adegan ke-10 digambarkan pintu gerbang dengan atap menyatu dan bertingkat, lalu bangunan yang berdinding dengan beratap genteng berbentuk limasan, dan bangunan ini ditopang dengan empat tiang di tiap sisi. Lalu terdapat pohon berbatang kecil dengan daun berdiri.

  • Adegan ke-11

Adegan ke-11 digambarkan tokoh pria dengan rambut disanggul ke atas kepala, dalam posisi duduk memangku seorang wanita yang rambut terurai ke belakang kepala dan tangan kiri memegang payudara wanita itu. Pada adegan ini wajah, pakaian dan perhiasan tidak terlihat jelas. Adegan tersebut berlangsung di dalam bangunan terbuka yang ditutupi dengan tirai dari kain panjang, beratap genteng berbentuk limasan, di atap terdapat dua ekor burung yang sedang berdekatan.

Di luar bangunan tersebut terlihat 3 bangunan lain dan seorang tokoh bertubuh gemuk pendek yang sedang mengintip ke dalam bangunan terbuka tersebut. Selain bangunan tersebut, ada pula bangunan-bangunan lain yang turut dipahatkan seakan-akan memberi kesan bahwa adegan ini berlangsung pada suatu kompleks pertapaan. Di sana terlihat bangunan terbuka dengan ditopang satu tiang, bangunan berdinding dengan atap menjulang ke atas.

  • Adegan ke-12

Adegan ke-12 digambarkan adalah tokoh pria (tokoh 1) berperawakan gemuk pendek mengenakan sorban, pada pakaian dan perhiasannya terlihat tidak jelas. Tokoh 2 adalah tokoh pria berperawakan gemuk dan berjanggut, dalam posisi berdiri dengan tangan kanan di ulurkan ke depan seakan-akan sedang memberi sesuatu pada tokoh 3. Tokoh ini mengenakan sorban, hiasan telinga, kalung, mengenakan kain yang panjangnya sampai pergelangan kaki. Tokoh 3 ialah tokoh pria berperawakan sedang dalam posisi berdiri sedikit merunduk ke arah tokoh 2, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, tali kasta dipakai pada bahu sebelah kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal.

Adegan ini menunjukkan bermacam-macam bangunan yang umumnya terlihat di kompleks pertapaan, di sana terdapat bangunan terbuka dengan tiang tunggal beratap tajug dan bangunan berdinding yang beratap menjulang ke atas.

  • Adegan ke-13

Adegan ke-13 digambarkan 9 tokoh, yaitu: tokoh 1 adalah tokoh pria dalam posisi berdiri dengan tangan kanan berada di depan dada, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Tokoh 2 adalah tokoh pria bertubuh gemuk, berjanggut dalam posisi berdiri, mengenakan sorban, hiasan telinga, kalung, kelat tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki, disertai sampur dan uncal. Tokoh 3 adalah tokoh pria dalam posisi berdiri dengan kedua tangan berada di depan dada dalam sikap menyembah, ia mengenakan hiasan rambut supit urang, hiasan telinga, kalung, kelat bahu, gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang disertai sampur dan uncal.

Tokoh 4 ialah wanita dalam posisi berdiri dengan kedua tangan berada di depan dada dengan memegang tangan tokoh 3, ia mengenakan hiasan telinga, kalung, sepasang kelat bahu dan sepasang gelang tangan. Tokoh berikutnya adalah tokoh 5 (pria) dalam posisi berdiri menpunyai postur tubuh sedang, mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut, kalung, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Di belakang tokoh 5 terdapat tokoh 6 (pria) yang berdiri dengan menoleh ke arah kanan seakan-akan sedang bercakap-cakap dengan tokoh 7, tokoh ini berpostur tubuh tinggi mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut supit urang, kalung, tali kasta yang tergantung di bagian bahu kiri, sepasang kelat bahu dan gelang tangan, gelang kaki, kemudian mengenakan kain yang diangkat pendek sehingga tampak seperti cawat.

Tokoh pria 7 yang berdiri menghadap tokoh 6 yang seakan-akan sedang bercakap-cakap. Ia berpostur tubuh sedang dan mengenakan hiasan telinga, hiasan rambut supit urang, kalung, sepasang kelat bahu dan kelat tangan, kain yang dipakai panjangnya sampai pergelangan kaki dan memakai ikat pinggang, disertai sampur dan uncal. Tokoh 8 dan 9 ialah tokoh pria, bertubuh gemuk pendek dalam posisi berdiri dengan salah satu tangan menutupi bagian dada, ia menyanggul rambut ke belakang kepalanya, mengenakan kain sepanjang pinggang hingga pergelangan kaki. Pada adegan ini menunjukkan miniatur bangunan berdinding dengan atap menjulang ke atas dan pohon kelapa.

  • Adegan ke-14

Pada adegan terdapat lima tokoh wanita, yaitu tokoh 1 dalam posisi berdiri dengan kepala menoleh ke arah kiri, tangan kiri memegang perut dan tangan kanan ke bawah memegang kain, rambut disanggul ke belakang kepala, kemudian mengenakan hiasan telinga gelang tangan dan memakai kain hingga pergelangan kaki. Tokoh 2 dalam posisi berdiri dengan tangan kiri diletakkan di perut, telapak tangan kanan mengarah ke depan, rambut disanggul ke belakang kepala, mengenakan hiasan telinga, kalung, kelat tangan, memakai kain panjang sampai pergelangan kaki.

Tokoh 3 posisi berdiri dengan kedua tangan dipertemukan dan diletakkan di depan dada, muka tertunduk seakan-akan sedang memberi hormat kepada tokoh 4, rambut terurai ke belakang kepala, mengenakan kalung, gelang tangan, memakai kain panjang sampai pergelangan kaki. Tokoh 4 posisi berdiri dengan kedua tangan memegang tangan tokoh 3 dan muka menunduk ke arah tokoh 3 seakan-akan sedang menerima hormat. Tokoh 4 mengenakan hiasan rambut berbentuk seperti sorban yang disusun meninggi, hiasan telinga, kalung, kelat bahu, gelang tangan, selendang dipakai di bahu kiri, memakai kain panjang sampai pergelangan kaki. Tokoh 5 posisi berdiri dengan muka menoleh ke arah kanan, memakai kalung, gelang tangan, memakai kain panjang sampai pergelangan kaki.

Adegan ini berada di luar pintu gerbang yang dilengkapi dengan pipi tangga, di dekat tokoh-tokoh tersebut terdapat 2 macam tumbuhan, yaitu bentuk pohon dan suluran. Di dalam pintu gerbang terlihat pohon kelapa dan tumbuhan menjalar.

Sudah banyak peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan relief candi Tegawangi ini. Cerita pada relief Candi Tegawangi ini mengadopsi dari Kidung Sudhamala. Beberapa peneliti yang sudah melakukan penelitian pada relief ini antara lain :

  • Ki. J Padmapuspita dalam buku “Candi Sukuh dan Kidung Sudhamala” (1981) meneliti tentang Candi Sukuh kemudian mentransliterasikan kidung Sudhamala yang berbahasa Jawa Tengahan ke dalam Bahasa Indonesia serta mendeskripsikan relief Sudhamala pada Candi Sukuh dan Candi Tegawangi berdasarkan naskah kidung Sudhamala,

  • Kusen dalam tulisan “Kreativitas dan Kemandirian Seniman Jawa dalam Mengolah Pengaruh Budaya Asing : Studi Kasus Tentang Gaya Seni Relief Candi di Jawa abad IX-XVI” (1985),

  • Ann R. Kinney dalam “Worshipping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java”(2003).

1. Uraian Deskripsi Menurut Padmapuspita

Adegan ke-1 memperlihatkan Kunti, setibanya di Setra, bersaji kepada sang Batari Durga. Kita melihat dia duduk bersimpuh, menyembah. Di mukanya terdapat sesajian. Kediaman Batari Durga mengingatkan kita kepada bentuk rumah di Bali. Di ambang pintu kita melihat hiasan ukir-ukiran, bermotifkan: kala-mrega, ialah kepala raksasa dan kepala menjangan di sisi kiri kanan, pengganti motif kala-mangkara yang tampak menghias ambang pintu candi-candi Jawa Tengah. Di samping rumah, kita melihat pohon kepel yang disebut pula sebagai pohon arjuna (terminalia arjuna), bangunan-bangunan sanggah, perigi lengkap dengan tali timba dan gandar (senggot), disandatkan pada batang pohon. Di belakang Kunti tempat pintu gerbang jalan ke luar halaman.

Adegan ke-2 mengisahkan Kunti bertemu dengan Dewi Durga. Dalam pertemuan ini Dewi Durga dalam wujud raksasi seperti rangda di Bali ke luar menemui Kunti, dengan diiringi oleh dua orang raksasi, dayang-dayang Dewi Durga. Durga meminta agar Kunti menyerahkan Sadewa sebagai korban, untuk imbalan kesanggupan Durga membantu Pandawa dalam menghadapi musuh raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Kunti menolak dan memohon diri (Padmapuspita, 1981: 162).

Adegan ke-3 mengisahkan Kunti meninggalkan halaman untuk kembali ke istana. Hantu Kalika mengejar dari belakang untuk merasuki tubuh Kunti, agar Kunti mau mengorbankan Sadewa. Setelah Kalika merasuki Kunti, lalu Kunti berubah fikiran dan timbul niat keras untuk mengorbankan Sadewa demi keselamatan para Pandawa.

Adegan ke-4 mengisahkan Kunti yang telah dirasuki kalika sampai di istana, menemui Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Ia memberitahukan kepada mereka tentang niat mengorbankan Sadewa. Para Pandawa mencegah Kunti, tetapi tidak berhasil. Di muka Kunti kita melihat panakawan Semar yang tampak sedang berjongkok menyembah, seakan-akan sedang menerima perintah dari Kunti. Dapat dilihat latar adegan ini memperlihatkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan, seperti pohon semboja, randu alas, pohon pandan, alas, dan pohon kepuh (sterculia foetida L), tampak juga segumpal mega berbentuk menyerupai burung yang mengikuti Kunti berjalan.

Adegan ke-5 mengisahkan Kunti yang telah dirasuki oleh Kalika, memaksa Sadewa untuk mengikutinya dengan menarik tangan Sadewa secara paksa. Ia menyeret Sadewa menuju ke Setra, kediaman Dewi Durga (Ranini). Tokoh punakawan, Twalen dan Werdah ikut serta berjalan di belakang Sadewa.

Adegan ke-6 mengisahkan Sadewa dikorbankan kepada Dewi Durga, diikat oleh hantu perempuan, si Kalika namanya. Ranini tampak berdiri, mengancam Sadewa dengan badama (semacam pedang pendek). Bermacam-macam hantu mengelilingi Sadewa; ada yang melayang di udara, ada hantu yang berkepala macam-macam binatang, hantu tangan dan hantu ulat yang sangat besar. Di muka Sadewa kita melihat daging teriris-iris dan semacam tempayan tempat menampung darah, semua itu tentu saja untuk menakuti-nakuti Sadewa, agar ia mau meruwat Ranini dari wujud raksasi dan mendapatkan wujud semula, ialah Dewi Uma yang cantik jelita.

Adegan ke-7 Adegan ini mengisahkan setelah Ranini (Dewi Durga) diruwat oleh Sadewa, maka ia memperoleh wujud semula, ialah wujud Dewi Uma permaisuri Dewa Siwa yang cantik dan molek. Di sini kita melihat Dewi Uma digambarkan seperti Dewa Siwa, lengkap dengan atribut–atributnya ialah: aksamala, trisula, semua dipegang dengan tangan belakang, sedang tangan depan mengambil sikap tangan orang yang sedang bercakap-cakap. Gambar Dewi Uma itu ada kebimbangan kita : apakah ini gambar Dewi Uma atau Dewa Siwa, tetapi jikalau kita melihat teliti dada lukisan digambarkan sangat menonjol, menyerupai payudara perempuan dan pengiring Dewi Uma berupa bidadari-bidadari : ada yang membawa kipas, camara, sehingga kita dapat mengatakan, bahwa yang dilukis di sini adalah Dewi Uma, mungkin dalam wujud Arddhanareswari, ialah wujud setengah laki-laki setengah perempuan, gambar Uma dan siwa jadi satu.

Adegan ke-8 mengisahkan Sadewa yang kini diberi nama: Sudhamala oleh Dewi Uma, berjalan menuju Prang-alas, asrama Begawan Tambapetra, diiringi oleh panakawan Twalen dan Werdah.

Adegan ke-9 mengisahkan setelah Sadewa berhasil menyembuhkan Begawan Tambapetra dari penyakit buta, ia diperkenalkan dengan anak gadisnya yang cantik. Kita melihat anak gadis itu berjongkok menyembah bersama-sama dengan Sadewa.

Adegan ke-10 mengisahkan Sadewa dikawinkan oleh Begawan Tambapetra dengan Ni Soka dan Ni Padapa. Relief ini memperlihatkan adegan ketika Sadewa dibawa oleh Bengawan Tambapetra menuju tempat dua orang gadis tersebut. Isteri Begawan sedang sibuk mengenakan pakaian mempelai kepada anaknya. Di belakang isteri Begawan kita melihat gadis yang memalingkan kepala, seakan-akan tampak tersipu-sipu malu. Di atas gadis ini tampak lukisan motif mega panjang berkepala binatang seperti ular yang seakan-akan menukik ke arah gadis tersebut. Gadis ini tentu Ni Padapa yang menjadi pilihan Sadewa.

Adegan ke-11 mengisahkan Sadewa sedang memangku Ni Padapa yang seakan-akan mencoba melepaskan diri dari pelukan Sadewa, tentu saja hanya berpura-pura. Kita melihat Semar mengintai, di belakang Semar tampak seekor anjing melolong. Pelukis di sini menampakkan sifat yang penuh humor juga. Di atas atap rumah, kita dapat melihat sepasang burung merpati yang sedang bercumbuan.

Adegan ke-12 mengisahkan Begawan Tambapetra tampak sedang berbicara dengan Sadewa, membicarakan Kalanjaya dan Kalantaka. Sadewa ingat pada kewajibannya sebagai ksatria, ia pun memohon diri untuk kembali pulang menolong Pandawa. Begawan Tambapetra menyetujuinya, bahkan ia sendiri akan ikut serta menghantarkan pulang menantunya.

Adegan ke-13 mengisahkan pertemuan Sadewa yang diikuti oleh Nakula dan Begawan Tambapetra dengan Kunti, Yudistira, Bima, Arjuna. Sadewa seakan-akan sedang menguraikan pengalamannya, mulai dari peristiwa akan dibunuh oleh Dewi Durga, dan berhasil meruwat Dewi Durga, mendapatkan anugerah dari Dewi Uma, perkawinan dengan Ni Padapa dan juga perkawinan Nakula dengan Ni Soka setelah Nakula menyusul di asrama Begawan Tambapetra .

2. Uraian Deskripsi Menurut Kinney

Adegan ke-1 dari relief ini berada di sisi selatan dari pipi tangga berdekatan dengan relief musisi, memperlihatkan wanita bersorban bersimpuh dengan sesajian di depan bangunan candi. Motif hiasan kala-mrga mengelilingi pintu candi, di sana ada paviliun kecil yang dijadikan latar belakang dengan patung dan di kanan terdapat mata air dengan ember yang dipasang di batang dan di pohon terdapat burung hantu. Wanita bersorban ini adalah Kunti yang sedang menunggu kedatangan Durga dan meminta bantuan untuk mengalahkan roh jahat Kalantaka dan Kalanjaya.

Adegan ke-2 menggambarkan Kunti bertemu Durga di dalam setting yang sama termasuk paviliun, beberapa pepohonan, dan mata air. Durga dilukiskan sebagai hantu wanita yang maha besar dengan mata besar, mulut mengangga dan rambut serabut yang tebal. Diiringi oleh dua wanita pengikut, ia berdiri dengan pose mengancam, timbul amarah Durga ketika Kunti menolak untuk memberikan Sadewa. Dinding dengan pintu gerbang merupakan tanda berakhir episode ini.

Adegan ke-3 memperlihatkan Kunti menangis setelah ia ke luar dari pemakaman tempat kerajaan Durga. Durga telah menyuruh Kalika yang terbang di udara dan menunjukkan bahwa ia sedang ingin merasuki tubuh Kunti (Kinney, 2003: 240).

Adegan ke-4 memperlihatkan Kunti telah kembali ke rumah dan memberitahukan keinginan untuk menyerahkan Sadewa kepada Durga. Semua lima bersaudara Pandawa yang hadir dan punakawan bersujud kepada Kunti. Yudistira saudara tertua, berdiri dengan rambut khas berbentuk upswept pouf at the back of the head. Saudara yang lain mengikuti dengan ciri-ciri yang umum, yaitu : badan besar dan berotot ialah Bhima, Arjuna dengan hiasan rambut cakar kepiting dan kembaran yang kecil, Nakula dan Sadewa. Vegetasi memisahkan episode ini dengan episode lain.

Adegan ke-5 memperlihatkan Kunti yang diikuti oleh dua punakawan mengantarkan Sadewa menuju kediaman Durga. Relief ini menghilangkan alur ketika Kalika meninggalkan tubuh Kunti. Kunti pun menjadi sadar dan menyadari keterlambatannya dan kembali ke rumah.

Adegan ke-6 memperlihatkan adegan pemakaman yang sangat terkenal dari relief Sudhamala. Dinding pemakaman menandakan awal dari adegan ini. Kediaman Durga yang berada di kiri dan ia diiringi oleh dua pengikut setia. Durga dalam posisi berdiri dengan memegang pisau besar di tangan kanan kemudian mengancam Sadewa yang terikat di pohon kapuk. Kalika memegangi batang pohon kapuk dan beberapa hantu berkepala binatang duduk di dekatnya. Panil ini menggabungkan dua episode. Episode pertama adalah Kalika kembali ke pemakaman dan memberi tawaran untuk melepaskan Sadewa jika ia mau untuk menikah dengannya, Kalika bersiap melepaskan dari pohon kapuk dan menunggu jawaban dari Sadewa. Sadewa menolak tawarannya dan membuat Kalika murka lalu memukul simbal untuk memanggil keluar para hantu dan makhluk menakutkan untuk menakuti Sadewa agar tunduk. Di relief dapat dilihat mayat melayang, hantu tangan, lipan raksasa yang melayang di atas mangkuk persembahan. Durga hanya keluar setelah hantu dan setan tidak berhasil membuat takut Sadewa.

Adegan ke-7 memperlihatkan Sadewa dalam sikap sembah hormat kepada Dewi Uma yang bertangan empat, dan pengikut Uma bersimpuh di belakang Uma. Pengikut Durga yang berupa raksasi sekarang berubah menjadi peri surga yang cantik memegang kipas dari bulu merak dan flywatters. Uma digambarkan dengan pakaian yang raya dan memakai hiasan kepala yang merujung, motif mega mendung melayang di atas. Kedua tangan depan Dewi Uma dalam sikap menenangkan dan kedua tangan belakang Uma memegang tasbih dan bunga. Dewi Uma menganugerahi nama Sudhamala kepada Sadewa dan memberi senjata rahasia untuk membunuh Kalantaka dan Kalanjaya. Uma menyuruh Sadewa pergi ke pertapaan Tambapetra dan menyembuhkan pertapa tersebut dari kebutaan.

Adegan ke-8 menggambarkan setelah Uma ke surga, Sadewa sekarang yang bernama Sudhamala pergi ke pertapaan dengan diikuti oleh dua punakawan. Adegan ini jauh dari elemen-elemen ancaman, pengamat ditenangkan dengan kadal yang berjemur di dekat matahari di puncak dari dinding dan burung terbang dengan anggun ke arah pohon yang dipenuhi buah. Adegan sebelumnya dipisahkan dengan bentuk barisan daun-daunan dan paviliun kecil.

Adegan ke-9 menggambarkan Sadewa dan wanita muda bersimpuh kepada Begawan Tambapetra. di sana terdapat buah yang tergantung pada pohon sebagai latar belakang.

Adegan ke-10 menggambarkan setting gerbang, Tambapetra mengiring Sadewa untuk bertemu dengan kedua anaknya, di sana terlihat pertapa perempuan sedang berdiri di antara kedua putri bengawan, Ni Padapa dan Ni Soka. Putri yang berada di kanan berbicara dengan punakawan wanita, anjing kecil. Adegan pertama di sebelah timur merupakan adegan ke-11, menggambarkan adegan perkawinan, memperlihatkan Sadewa dan Ni Padapa sedang berada di bilik nikah mereka. Pasangan ini menggambarkan pose bercinta dan Semar berada di luar untuk mengintip.

Adegan ke-12 menggambarkan Tambapetra menyambut Nakula di pertapaan dan kemungkinan Sadewa menawarkan ia, Ni Soka sebagai istri Nakula.

Adegan ke-13 menggambarkan Tambapetra menemani Sadewa dan Nakula ke rumah Pandawa, di sana Kunti berdiri menyambut mereka. Ketiga saudara lainnya berdiri di belakang Kunti.

Adegan ke-14 menggambarkan setelah menyambut anaknya, Kunti menyambut istri-istri baru mereka di rumah Pandawa. Ni Padapa berdiri sebelum Kunti memberi sembah dan anak lainnya berada di sebelah kiri di belakang pertapa perempuan. Emban perempuan berdiri di belakang Kunti.

3. Uraian Menurut Deskripsi Kusen

Adegan ke-6 menggambarkan ketika Sadewa diikat oleh Kalika pada pohon randu hutan. di belakang mereka terlihat beberapa hantu yang berbentuk manusia berkepala binatang. Di depan Sadewa, Durga berdiri memegang pedang dalam sikap mengancam. Di antara Sadewa dan Durga terdapat seekor burung, hantu tangan, hantu ulat yang sangat besar, daging teriris-iris dan semacam tempayan untuk menampung darah. Di belakang Durga duduk berlutut kedua orang pengiringnya. Pada bagian kiri panil terlihat sebuah bangunan berbatur tinggi, berdinding batu (?), beratap genting berbentuk tajug. bangunan ini memiliki tangga naik yang dilengkapi pipi tangga, bagian ambang pintu dihiasi motif kala-mrga dan di atas rumah terlihat seekor burung bertengger. Di dalam panil terlihat pula sebuah pohon pinang dan gumpalan awan yang digambarkan dalam bentuk meander.

Adegan ke-7 Uma berdiri di padmasana dengan kepala menunduk melihat ke arah Sadewa yang duduk menyembah. Di belakang Uma didampingi oleh tiga orang pengiring dalam sikap duduk bersimpuh serta dua buah bangunan yang memiliki atap limasan dan atap tajug. Uma digambarkan memiliki empat buah tangan, tangan kanan belakang memegang sesuatu yang tidak jelas bentuknya, tangan kiri belakang membawa camara sedang kedua tangan depan berada di depan dada dalam sikap bersabda. Pakaian dan perhiasan yang dikenakan Uma sangat raya, mahkota berbentuk kirita. Di sekelliling kepala terdapat lingkaran prabha, di luar prabha terlihat adanya beberapa lidah api. Sadewa digambarkan memakai penutup kepala berbentuk supit urang serta mengenakan pakaian dan perhiasan yang raya. seperti halnya Sadewa, ketiga pengiring Uma juga mengenakan penutup kepala supit urang namun dalam bentuk berbeda dengan supit urang yang dikenakan oleh Sadewa. Di belakang Sadewa terdapat tembok dengan gapura yang berbentuk paduraksa.

Adegan 8 menggambarkan ketika Sadewa dengan kedua punakawan dalam perjalanan menuju pertapaan Prangalas. Bagian kanan melukiskan adegan ketika Sadewa dan Ni Padapa menghadap Tambapetra. Kedua adegan tersebut dipisahkan oleh motif tumbuh-tumbuhan yang digambarkan secara vertikal. Dalam panil bagian kiri terlihat Sadewa berjalan diiringi oleh kedua punakawan. Sadewa digambarkan memakai gelung supit urang dengan pakaian dan perhiasan raya. Kedua punakawan digambarkan memakai pakaian sederhana dan rambut keduanya tampak dikuncir, kemudian di atas punakawan terlihat seekor burung terbang, segerombol bunga dan pepohonan. Di atas motif tumbuhan pembatas adegan, terlihat sebuah bangunan berbatur berlantai panggung, bertiang satu serta beratap genteng sirap (?) dalam bentuk atap tajug.

Adegan 9 terlihat Sadewa dan Ni Padapa sedang berlutut menyembah Tambapetra. Di belakang Tambapetra terlihat pintu gerbang berbentuk paduraksa. Tambapetra digambarkan berjanggut, mengenakan sorban serta pakaian dan perhiasan yang mewah bagi ukuran seorang pertapa. Sebagai penghias bidang ditampilkan pohon yang sedang berbuah lebat serta gumpalan awan yang digambarkan seperti lengkungan pita. Adegan tersebut kemungkinan menggambarkan pada saat Sadewa dan isterinya berpamitan kepada Tambapetra di luar tembok padepokan Prangalas.

Candi Tegowangi merupakan candi yang terletak di Desa Tegowangi Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Indonesia.

Menurut Kitab Pararaton, candi ini merupakan tempat Pendharmaan Bhre Matahun. Sedangkan dalam kitab Negarakertagama dijelaskan bahwa Bhre Matahun meninggal tahun 1388 M. Maka diperkirakan candi ini dibuat pada tahun 1400 M dimasa Majapahit karena pendharmaan seorang raja dilakukan 12 tahun setelah raja meninggal dengan upacara srada.

Bentuk


Secara umum candi ini berdenah bujursangkar menghadap ke barat dengan memiliki ukuran 11,2 x 11,2 meter dan tinggi 4,35 m. Pondasinya terbuat dari bata sedangkan batu kaki dan sebagian tubuh yang masih tersisa terbuat dari batu andesit. Bagian kaki candi berlipit dan berhias. Tiap sisi kaki candi ditemukan tiga panel tegak yang dihiasi raksasa (gana) duduk jongkok; kedua tangan diangkat ketas seperti mendukung bangunan candi. Di atasnya terdapat tonjolan - tonjolan berukir melingkari candi di atas tonjolan terdapat sisi genta yang berhias.

Pada bagian tubuh candi di tengah-tengah pada setiap sisinya terdapat pilar polos yang menghubungkan badan dan kaki candi. Pilar-pilar itu tampak belum selesai dikerjakan. Di sekeliling tubuh candi dihiasi relief cerita Sudamala yang berjumlah 14 panil yaitu 3 panil di sisi utara, 8 panil di sisi barat dan 3 panil sisi selatan. Cerita ini berisi tentang pengruatan (pensucian) Dewi Durga dalam bentuk jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuk baik yang dilakukan oleh Sadewa, tokoh bungsu dalam cerita Pandawa. Sedangkan pada bilik tubuh candi terdapat Yoni dengan cerat (pancuran) berbentuk naga.

Dihalaman candi terdapat beberapa arca yaitu Parwati Ardhenari, Garuda berbadan manusia dan sisa candi di sudut tenggara. Berdasarkan arca-arca yang ditemukan dan adanya Yoni dibilik candi maka candi ini berlatar belakang agama Hindu.

Lokasi Wisata

Candi Tegowangi menepati sebuah areal yang cukup luas dan terbuka. Areal wisata arkeologi ini juga terawat dengan baik, tidak terlihat sampah bertebaran kecuali daun-daun kering pepohonan dalam jumlah yang juga tidak terlalu banyak. Didekat gerbang masuk anda akan menjumpai sebuah peternakan lebah milik penduduk setempat yang bisa dijadikan nilai tambah tersendiri saat berkunjung.

Wilayah Kediri masa kini dulunya merupakan ranah inti dari Kerajaan Kadhiri. Meskipun demikian tidak semua peninggalan sejarah yang ada di Kediri adalah peninggalan dari Kerajaan Kadhiri. Candi Tegowangi adalah salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang ada di wilayah Kediri.

Secara administratif Candi Tegowangi terletak di Dusun Candirejo, Desa Tegowangi, Plemahan, Kab. Kediri. Candi ini dapat dituju dari beberapa arah. Dari Blitar, Jombang, Malang para traveler sekalian dapat melewati rute: Alun alun Pare ke barat (Jl. Jendral Sudirman) lurus saja sekitar 5,5 km hingga menjumpai SDN Tegowangi di kanan jalan; Dari pertigaan SDN Tegowangi silahkan berbelok ke kanan dan sampailah di Candi Tegowangi. Jika dari Kediri, traveler sekalian bisa beracuan dari Simpang Lima Gumul; Ambil arah Pare, Jombang/ Malang (Jl. Erlangga); Ikuti jalan raya (±15 km) hingga sampai di Monumen Garuda Pancasila kemudian belok ke kiri sejauh 2,9 km hingga di SDN Tegowangi; Candi Tegowangi hanya berjarak sekitar 1,5 km dari SD tersebut.

tegowanngi2
Candi Tegowangi pertama kali dilaporkan secara tertulis oleh N.W. Hoepermans, kemudian R.D.M. Verbeek, J. Knebel (1902), dan P.J. Perquin (1915).

tegowangi3
Candi Perwara (candi pendamping)

Candi Tegowangi menghadap ke barat, terbuat dari batu andesit. Keadaan candi ini telah runtuh dan hanya menyisakan bagian kaki candi saja. Bangunan yang bisa kalian lihat saat ini merupakan hasil pemugaran pada tahun 1983 sampai 1984. Meski telah runtuh, sisa kemegahan candi ini masih dapat dinikmati dari reliefnya. Relief pada Candi Tegowangi terletak pada dinding kaki candi menceritakan Kisah Sudamala. Relief tersebut belum sepenuhnya terselesaikan, baru separuh sisi barat, sisi selatan, dan sisi timur yang terpahat. Bagian akhir Kisah Sudamala yang seharusnya berada pada dinding utara dan barat belum terpahat.

tegowangi4
Sebelah kiri menunjukkan sisi candi yang telah dipahat, sisi kanan menunjukkan sisi candi yang belum selesai dipahat.

Sudamala mengisahkan tentang Bhatari Durga dan para Pandawa. Kisah ini berawal saat Kunti menghadap Bhatari Durga di Kuburan Setra Gandamayu, untuk meminta meminta perlindungan agar para Pandawa selamat dalam perang Bharatayuddha karena dua raksasa sakti Kalantaka dan Kalanjaya membantu Kurawa. Durga setuju asalkan Sadewa (bungsu Pandawa) diberikan padanya. Awalnya Kunti tidak setuju namun karena dirasuki oleh Kalika, akhirnya Kunti menyerahkan Sadewa. Durga meminta agar dirinya diruwat Sadewa. Dengan bantuan Bhatara Guru yang masuk ke dalam tubuh Sadewa, Durga berhasil diruat dan kembali menjadi Dewi Uma/ Parwati yang berparas cantik. Sebagai tanda terimakasih, Sadewa dinikahkan dengan anak anak Pendeta Tambrapetra. Kisah ini pada Candi Tegowangi dapat dibaca secara praswaya (berlawanan arah jarum jam).

tegowangi5
Relief candi dengan penggambaran tokoh tokohnya seperti wayang menunjukkan corak khas Majapahit

Berdasarkan kisah Sudamala yang mengisahkan tentang dewa dewa Hindu, diduga Candi Tegowangi bercorak agama Hindu. Hal ini juga didukung dengan keberadaan Yoni pada bilik candi. Ada pula yoni lain yang sekarang ditata berjajar dengan batu batu reruntuhan candi yang tidak dapat dikembalikan ke posisi awalnya. Yoni merupakan penggambaran Dewi Parwati, biasanya merupakan satu kesatuan dengan Lingga (Lambang Bhatara Guru/ Dewa Siwa) yang menggambarkan penciptaan dalam agama Hindu.

Sementara itu, meski telah diketahui bahwa Candi Tegowangi didirikan pada masa Majapahit, namun kapan tahun pendiriannya masih menjadi kajian para ahli. Dalam Nagarakrtagama Tegowangi pernah disebutkan namun merupakan nama daerah bukan nama bangunan suci. Berikut kutipan Nagarakrtagama pada pupuh 82 yang menyebutkan Tegowangi:

an mangka lwir nikan bhumi jawa ri panadeg/ cri natha siniwi, nora sandeha ri twasniran umulahaken/ kirttyanukani rat,tkwan/ cri natha karwamwan i hajin agawe saddarmma kucala mwan penan/ cri narendra pranuha tumut i buddi cri narapati.

cri nathe sinhasaryyanaruka ri sagada darmma parimita, cri nathen wenker in curabhana pasuruhan lawan tan i pagan, buddadistana tekan rawa ri kapulunan/ mwan locanapura, cri nathe watsarikan tigawani magawe tusten para jana.

Alih Bahasa : Demikianlah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata. Penegakan bangunan-bangunan suci membuat gembira rakyat Sri Paduka menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma. Serta Bibi Baginda patuh mengikuti niat Baginda Raja.
Sri Nata Singasari membuka ladang luas di daerah Sagala. Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Mendirikan perdikan Buda di Rawi, Locanapura, Kapulungan Sri Paduka sendiri membuka ladang Watsari di Tigawangi.

Pendapat populer menyatakan bahwa Candi Tegowangi didirikan untuk pendharmaan Bhre Matahun (kerabat Hayam Wuruk) yang meninggal pada tahun 1388 M, namun pendiriannya sudah berlangsung sejak tahun 1358 M. Pendapat ini tidak termuat secara gamblang dalam Nagarakrtagama, namun berasal dari penafsiran ahli. Sekali lagi kapan tepatnya Candi Tegowangi didirikan masih menjadi kajian para ahli.