Apakah yang dimaksud dengan Beriman Kepada Allah SWT?

Salah satu ciri orang yang bertakwa adalah beriman kepada Allah SWT.

Iman adalah membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan memperbuat dengan badan (beramal).

Beriman kepada Allah SWT adalah ;

  1. Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah SWT

  2. Membenarkan dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya;

  3. Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah SWT bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).

Pada hakekatnya kepercayaan atau iman kepada Allah SWT sudah dimilki manusia sejak lahir, bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah SWT ketika berada di alam arwah. Allah SWT berfirman :

“Dan ingatlah ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.” (QS. Al-A’raf : 172).

Dzat Allah SWT adalah sesuatu yang ghaib sehingga akal manusia tidak mungkin dapat memikirkan dzat Allah SWT. Ketika Rasulallah SAW mendapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang berusaha memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah SWT, maka Rasulallah SAW melarang mereka melakukan hal itu. Rasulallah SAW bersabda :

“ Dari Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat) dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh).

Sebagai perwujudan dari keyakinan akan adanya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa adalah dengan pengabdian kita dalam bentuk peribadatan, kepatuhan dan ketaatan secara mutlak serta tidak menghambakan diri kepada selain Allah SWT dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain.

Iman Kepada Allah


Yang dimaksud iman kepada Alah adalah membenarkan adanya Allah swt, dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah swt wajib adanya karena dzatnya sendiri (wajib Al-wujud li Dzathi), Tunggal dan Esa, Raja yang Maha kuasa, yang hidup dan berdiri sendiri, yang Qadim dan Azali untuk selamanya. Dia Maha mengetahui dan Maha kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang ia kehendaki, menentukan apa yang ia inginkan, tiada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan dia Maha mengetahui.

Berdasarkan firman Allah;

Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan Kami taat.” (mereka berdoa): “Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (QS. Al- Baqarah:285)

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisaa’:136)

Jadi iman kepada Allah adalah mempercayai adanya Allah swt beserta seluruh ke agungan Allah swt dengan bukti-bukti yang nyata kita lihat, yaitu dengan diciptakannya dunia ini beserta isinya.

Beriman akan adanya Allah Swt. merupakan saripati ajaran Islam. Keberadaan Allah Swt. dipandang sebagai sesuatu yang mutlak. Pangkal semua ajaran Islam adalah bersumber pada keyakinan ini.

Maulana Muhammad Ali menyebutkan adanya tiga bukti berkenaan dengan keberadaan Allah Swt.

  • Pertama, bukti yang diambil dari kejadian alam, yang dapat disebut pengalaman rendah atau pengalaman jasmani manusia.

  • Kedua, bukti tentang kodrat manusia, yang disebut pengalaman batin manusia.

  • Ketiga, bukti yang didasarkan atas wahyu Allah kepada manusia, yang dapat disebut pengalaman tertinggi atau pengalaman rohani manusia.

  1. Bukti pertama yang berkaitan dengan kejadian alam berpusat pada kata Rabbun (Tuhan). Dalam wahyu yang pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. beliau disuruh supaya: “membaca nama Rabb, Yang menciptakan” (QS. al-‘Alaq (96): 1).

    Kata rabbun memiliki dua arti, yaitu (1) memelihara, mengasuh atau memberi makan, dan (2) mengatur, melengkapi, dan menyempurnakan. Menurut Imam al-Raghib al-Isfahani, arti kata rabbun adalah memelihara sesuatu sedemikian rupa melalui tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain, sehingga mencapai tujuan yang sempurna.

    Ayat al-Quran yang menunjuk pengertian demikian adalah:

    “Muliakanlah nama Rabb-mu Yang Maha Luhur. Yang menciptakan, kemudian melengkapi. Dan yang membuat (sesuatu) menurut ukuran, kemudian memimpin itu menuju tujuan kesempurnaan” (QS. al-A’la (87): 1-3).

  2. Bukti kedua bertalian dengan jiwa manusia. Di dalam jiwa manusia terdapat kesadaran akan adanya Allah. Akan tetapi kadang-kadang kesadaran yang demikian ini dikesampingkan. Sikap demikian inilah yang kemudian menjerumuskan manusia dalam kesesatan. Adanya kesadaran ketuhanan ini sebenarnya telah diingatkan Allah dalam firman-Nya:

    Artinya: “Dan tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan para putera Adam, dari sulbii mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. al-A’raf (7): 172).

    Selain dalam jiwa manusia terdapat kesadaran akan adanya Allah; terdapat pula kesadaran yang lebih tinggi dari itu, yaitu adanya keinginan keras dalam diri manusia untuk bertemu dengan Tuhannya. Dalam jiwanya tertanam rasa cinta kasih kepada Allah, yang karena cinta itu manusia sanggup mengorbankan apa saja. Akhirnya jiwa itu akan mencapai tingkatan yang sempurna dengan cara mencintai-Nya ( mahabbah billah ).

    Dikisahkan, suatu saat, setelah berceramah Nasruddin ditanya: “Pak Nasruddin! Bagaimanakah pendapat Anda tentang kekuasaan Tuhan?” Jawab Nasruddin: “Sejak aku mengenali diriku sendiri, aku tahu segala apa yang ditetapkan oleh Allah adalah nyata. Andai kekuasaan Allah tiada, tentu aku telah berhasil memenuhi sebagian apa-apa yang aku angan-angankan!”

  3. Bukti ketiga, yaitu melalui wahyu. Dengan tersingkapnya rahasia sifat-sifat Allah melalui wahyu, maka keimanan kepada Allah menjadi faktor utama yang akan membimbing kehidupan manusia. Dengan mencontoh akhlak Allah, manusia akan meningkat ke puncak keluhuran akhlak yang tinggi.

Allah adalah Dzat yang memelihara dan mengasuh semua ciptaan-Nya; maka dari itu mengabdi kepada Allah berarti akan bekerja sekuat tenaga guna melayani kepentingan sesama manusia dan mencintai sesama makhluk. Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih; dengan demikian, orang yang beriman kepada Allah akan tergerak perasaan kasih sayangnya terhadap sesama makhluk. Demikian pula Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun; maka dari itu orang yang mengabdi kepada Allah, pasti tidak menjadi seorang yang pendendam, melainkan akan menjadi seorang yang pemaaf.

Secara sederhana iman kepada Allah dapat dipahami sebagai suatu keyakinan dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. itu benar-benar ada dan Allah Swt. itu memiliki sifat-sifat yang sempurna. Keberadaan Allah Swt. dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya tidak boleh diragukan sedikit pun. Dengan demikian dapat dikatakan, seseorang yang mengimani Allah harus benar-benar meyakini keberadaan Allah Swt. dengan berbagai bukti yang memperkuatnya dan sekaligus meyakini kesempurnaan semua sifat yang dimiliki-Nya.