Apa yang dimaksud dengan infeksi?

Infeksi

Infeksi merupakan suatu gangguan pada kesehatan manusia yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Infeksi sering menyerang manusia, terutama didaerah tropis.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen, dan bersifat sangat dinamis. Secara umum proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi yaitu : faktor penyebab penyakit (agen), faktor manusia atau pejamu (host), dan faktor lingkungan.

Penyebaran Penyakit Infeksi


Secara garis besar, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu (calon penderita) yang rentan melalui dua cara:

  1. Transmisi Langsung
    Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu (calon penderita). Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.

  2. Transmisi Tidak Langsung
    Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor. Beberapa macam transmisi tidak langsung adalah :

    • Vehicle Borne
      Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat bedah/kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.

    • Vektor Borne
      Sebagai media perantara adalah vektor (serangga) yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu (calon penderita) adalah sebagai berikut:

      • Cara Mekanis
        Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum mikroba patogen, lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu (calon penderita).

      • Cara Bologis
        Sebelum masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba mengalami siklus perkembangbiakkan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu (calon penderita) melalui gigitan.

    • Food Borne
      Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu (calon penderita), yaitu melalui saluran cerna.

    • Water Borne
      Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk saluran cerna atau yang lainnya.

    • Air Borne
      Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau bersin, bicara atau bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu merupakan partikel yang dapat terbang bersama partikel lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.

Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan berinterksi dengan mikroba patogen yang secara alamiah akan melewati 4 tahap:

  1. Tahap Rentan

    Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relatif sehat namun peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/kebiasaan hidup, sosial ekonomi, dan lain-lain. Faktor predisposisi tersebut mempercepat masuknya mikroba patogen untuk berinteraksi dengan pejamu.

  2. Tahap Inkubasi

    Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen mulai bereaksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak. Saat mulai masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit disebut inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya, ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang bertahun-tahun.

  3. Tahap Klinis

    Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Jika bertambah parah, penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari.

  4. Tahap Akhir Penyakit

    Perjalanan penyakit dapat berakhir dengan 5 alternatif, yaitu:

    • Sembuh sempurna
      Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala.

    • Sembuh dengan cacat
      Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.

    • Pembawa ( carrier )
      Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejalan penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan.

    • Kronis
      Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah.

    • Meninggal dunia
      Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi–fungsi organ.

Sifat-sifat penyakit infeksi


Sebagai agen penyebab penyakit, mikroba patogen memiliki sifat–sifat khusus yang sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya.8 Sebagai makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri-ciri kehidupan, yaitu :

  • Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembang biak.
  • Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya.
  • Bergerak dan berpindah tempat.

Ciri–ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat–sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara menyerang/invasi ke pejamu/ manusia melalui tahapan sebagai berikut :

  1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen hidup dan berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda–benda lain).

  2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya mekanisme penyebaran.

  3. Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen memerlukan pintu masuk (port d’entrée) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen melalui port d’entrée sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen berbeda-beda.

  4. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang oleh mikroba patogen, namun berbeda mikroba patogen secara selektif hanya menyerang organ–organ tubuh tertentu dari pejamu/target organ.

  5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut:

    • Infeksivitas
      Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu.

    • Patogenitas
      Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.

    • Virulensi
      Besarnya kemampuan merusak mirkoba patogen terhadap jaringan pejamu.

    • Toksigenitas
      Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, di mana toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.

    • Antigenitas
      Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh/antibodi pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons pejamu menjadi sakit.

Faktor yang mempengaruhi infeksi


Sejumlah faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi dibagi menjadi 4, yaitu:

  • Faktor intrinsik: seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum, resiko terapi, adanya penyakit lain, tingkat pendidikan dan lamanya waktu kerja.

  • Faktor ekstrinsik: seperti dokter, perawat, penderita lain, bangsal/lingkungan, peralatan, material medis, pengunjung/keluarga, makanan dan minuman.

  • Faktor keperawatan: lamanya hari perawatan, menurunnya standar perawatan, padatnya jumlah penderita.

  • Faktor mikroba patogen: kemampuan invasi/merusak jaringan, lamanya pemaparan.

Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi


Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara.

Kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.

Sebagai sumber penularan atau reservoir adalah orang/penderita, hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah, ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain-lain. Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin, diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat ditekan seminimal mungkin.

Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup dengan berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari reservoir lainnya yang baru dengan cara menyebar atau berpindah. Penyebaran mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, lebih-lebih bagi orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit. Orang yang sehat akan menjadi sakit dan orang yang sedang sakit serta sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit akan memperoleh “tambahan beban penderita” dari penyebaran mikroba patogen ini.

Secara garis besar, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan ( suspectable host ) dapat terjadi melalui dua cara:

  1. Transmisi langsung ( direct transmission )

    Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk ( port d’entrée ) yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.

  2. Transmisi tidak langsung ( indirect transmission )

    Penularan mikroba pathogen melalui cara ini memerlukan adanya “media perantara” baik berupa barang / bahan, udara, air, makanan / minuman, maupun vektor.

    • Vehicle-borne

      Dalam kategori ini, yang menjadi media perantara penularan adalah barang / bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrumen bedah / kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus / transfusi.

    • Vector-borne

      Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut:

      • Cara mekanis

        Pada kaki serangga yang menjadi vektor melekat kotoran / sputum yang mengandung mikroba patogen, lalu hinggap pada makanan / minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.

      • Cara biologis

        Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus perkembangbiakan dalam tubuh vektor / serangga, selanjutnya mikroba berpindah tempat ke tubuh pejamu melalui gigitan.

    • Food-borne

      Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup efektif untuk menjadi saran penyebaran mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui pintu masuk ( port d’entrée ) saluran cerna.

    • Water-borne

      Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama untuk kebutuhan rumah sakit, adalah suatu hal yang mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan telah bebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi manusia. Jika tidak, sebagai salah satu media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk ( port d’entrée ) saluran cerna maupun pintu masuk lainnya.

    • Air-borne

      Udara bersifat mutlak diperlukan bagi setiap orang, namun sayangnya udara yang telah terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk dapat dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai / tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan / bangsal / kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.

    Mekanisme transmisi mikroba patogen atau penularan penyakit infeksi pada manusia sangat jelas tergambar dalam uraian di atas, dari reservoir ke pejamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka (suspectable host) akan berinteraksi dengan mikroba patogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap.

    1. Tahap Rentan

      Pada tahap ini pejamu masih berada dalam kondisi yang relatif sehat, namun kondisi tersebut cenderung peka atau labil, disertai faktor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku / kebiasaan hidup, sosial-ekonomi, dan lain-lain. Faktor– faktor predisposisi tersebut akan mempercepat masuknya agen penyebab penyakit (mikroba patogen) untuk dapat berinteraksi dengan pejamu.

    2. Tahap Inkubasi

      Setelah masuk ke tubuh pejamu, mikroba pathogen akan mulai beraksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak (subklinis). Saat mulai masuknya mikroba patogen ke tubuh pejamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit dikenal sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya; ada yang hanya beberapa jam, dan ada pula yang sampai bertahun-tahun.

    3. Tahap Klinis

      Merupakan tahap terganggunya fungsi-fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptomps) dari suatu penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita masih mampu melakukan aktivitas sehari–hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan. Pada tahap lanjut, penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah baik secara objektif maupun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari–hari dan jika berobat, umumnya harus melakukan perawatan.

    4. Tahap Akhir Penyakit

      Perjalanan semua jenis penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif.

    • Sembuh sempurna
      Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel / jaringan / organ tubuh kembali seperti semula saat sebelum sakit.

      • Sembuh dengan cacat
        Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial.

      • Pembawa (carrier)
        Perjalanan penyakit seolah–olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada tahap ini agen penyebab penyakit masih ada dan masih memiliki potensi untuk menjadi suatu sumber penularan.

      • Kronis
        Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah (stagnan).

      • Meninggal dunia
        Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi- fungsi organ yang menyebabkan kematian.

Infeksi merupakan reaksi yang timbul jika luka tidak segera ditangani. Luka infeksi adalah luka dengan replikasi mikroorganisme lebih dari 10 pangkat lima per gram jaringan, dapat diketahui melalui kultur cairan (Arisanty, 2013). Infeksi biasanya terjadi karena mikro organisme.

Infeksi pada luka ditandai dengan bengkak pada area lokal, kemerahan, panas, nyeri dan demam (suhu tubuh lebih dari 38 0C), bau yang tidak sedap atau keluarnya cairan purulen, berubahnya warna cairan yang mengindikasikan infeksi. Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma , selama pembedahan atau setelah pembedahan . Pada luka sayat, resiko infeksi akan terjadi dalam 5 sampai 7 hari setelah operasi (Treas dan Wilkinson, 2013).

Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Infeksi

Tindakan atau upaya pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya. Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara. Jadi, kunci untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya, khususnya yang menggunakan media perantara.

Sebagai sumber penularan atau reservoir adalah orang/penderita, hewan, serangga (arthropoda) seperti lalat, nyamuk, kecoa, yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Contoh lain adalah sampah, limbah, ekskreta/sekreta dari penderita, sisa makanan, dan lain–lain. Apabila perilaku hidup sehat sudah menjadi budaya dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari–hari, serta sanitasi lingkungan yang sudah terjamin, diharapkan kejadian penularan penyakit infeksi dapat ditekan seminimal mungkin.

Faktor –faktor yang terlibat dalam infeksi rumah sakit

Kejadian, dan berbagai efek infeksi rumah sakit pada dasarnya bergantung pada mikroorganisme, tuan rumah (pasien dan staf), lingkungan, dan pengobatan.

  1. Mikroorganisme agen infeksi
    Walaupun sebenarnya setiap infeksi dapat diperoleh dari pasien atau staf rumah sakit ada beberapa organisme patogen tertentu yang terutama berkaitan dengan infeksi rumah sakit, dan beberapa jarang menyebabkan infeksi dalam lingkungan lain. Peranan mereka sebagai penyebab infeksi rumah sakit bergantung pada patogenitas atau virulensi (kemampuan dari spesies atau strain menyebabkan penyakit), dan jumlah mereka juga bergantung pada ketahanan pasien. Dan karena banyak pasien di dalam rumah sakit yang resistensinya kurang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan mereka. Organisme yang relatif tidak berbahaya pada orang sehat dapat menyebabkan penyakit dalam rumah sakit.

  2. Tuan rumah (pasien atau anggota staf)
    Kerentanan tuan rumah, dan virulensi (derajat patogenitas suatu mikroorganisme). Seseorang pasien dapat memiliki resistensi umum yang lemah, misalnya pada bayi sebelum antibodi terbentuk, dan apabila jaringan yang menghasilkan antibodi belum sempurna dikembangkan atau resistensi lemah mungkin berhubungan dengan suatu penyakit (seperti diabetes atau leukemia yang tidak terkendali atau luka bakar yang parah), atau dengan gizi yang buruk, atau dengan bentuk pengobatan tertentu seperti penggunaan obat-obatan imunosupresif yang diberikan untuk mencegah penolakan organ yang ditransplantasi atau kemoterapi kanker. Resiko infeksi diantara anggota staf melalui kontaminasi dengan darah, dan eksudat (campuran serum, sel atau sel yang rusak keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan biasanya akibat radang), pasien dengan hepatitis B (HBV), dan HIV.