Apa yang dimaksud dengan hasad?

Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain.

1 Like

Hasad, menurut Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah, adalah perasaan benci melihat orang lain mendapatkan nikmat dan menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang lain.

Berbeda dengan ghibthoh, dimana kita ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat pada orang lain itu hilang. Menurut beberapa ulama, ghibthoh ini dapat dibenarkan.

Bahkan beberapa ulama mengatakan bahwa kita boleh iri terhadap beberapa hal, yaitu :

  • Seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah Ta’ala, lalu ia menginfakkannya siang dan malam.
  • Seseorang yang diberi Allah berupa ilmu dan kebijaksanaan lalu ia menunaikannya dan mengajarkannya.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

  • “Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim )

Bahkan dalam hal kebaikan, sebaiknya kita berlomba-lomba dengan orang lain untuk menjadi yang terbaik

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26)

Yang perlu digarisbawahi adalah, apakah keinginan mendapatkan nikmat seperti yang didapat orang lain itu masih sebatas menginginkan atau sudah membenci dan apakah berharap nikmat yang didapat orang lain itu hilang.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sikap hasud dapat menghancurkan kebaikan seperti api membakar kayu bakar.”

“Ingatlah bahwa nikmat-nimat Allah itu ada musuhnya” seorang bertanya, “siapa mereka itu?” Nabi menjawab, “yaitu orang yang dengki kepada orang lain terhadap karunia yang diberikan Allah kepada mereka.” (H,R. At-Tabrani).

Kata dengki atau iri hati dalam Bahasa Arab adalah hasad. Dengki merupakan keinginan lenyapnya nikmat dari seseorang yang memilikinya disertai usaha untuk menghilangkan nikmat tersebut dengan mengharapkan supaya nikmat tersebut berpindah tangan kepadanya maupun tidak.

Orang yang memiliki dengki dalam hatinya merasa tidak senang jika orang lain mendapat nikmat dan keberuntungan. Seseorang yang memiliki hati yang dengki selalu mengharapkan dan berusaha supaya nikmat yang diperoleh seseorang yang didengki tersebut hilang sama sekali, baik jatuhnya nikmat tersebut kepada orang yang mendengki atau kepada orang lain.

Menurut Mutawalli al-Sha’rawi, dengki merupakan suatu keinginan yang buruk, yakni keinginan meghilangkan nikmat yang dimiliki seseorang meskipun pendengki tersebut tidak mendapatkan sesuatu apapun. Menurutnya, dengki adalah perbuatan putus asa yang lebih jahat dari kekuatan g}aib yang mendatangkan keburukan (madarat) kepada manusia. Dengki merupakan kekuatan yang tidak tampak, namun berpengaruh besar dan mampu mendatangkan bencana.

Jadi, dengki adalah keinginan hilangnya suatu nikmat yang telah dimiliki orang lain dari Allah, baik disertai dengan tindakan untuk menghilangkan nikmat tersebut atau tidak, serta berpengaruh pada pendengki maupun tidak.

Dengki termasuk kategori penyakit hati yang berbahaya, karena akan membawa keburukan bagi dirinya maupun orang lain. Setiap manusia sudah mempunyai benih-benih dengki dalam dirinya, namun ada yang bisa mencegah hatinya untuk tidak bersikap dengki dan ada yang membiarkannya melakukan kedengkian terhadap orang lain.

Nurcholis Madjid menyatakan bahwa hasad atau dengki merupakan salah satu penyakit rohani yang paling berbahaya bagi kehidupan manusia. Seseorang dapat dianggap memiliki hati yang dengki jika tanpa alasan yang jelas tiba-tiba tidak senang kepada segala kelebihan atau keutamaan yang dimiliki orang lain. Kedengkian seringkali mencelakakan atau memberi keburukan pada sasaran dengki.

Dengki yang terburuk adalah menentang yang disertai dengan usaha merampas kenikmatan seseorang dengan tindakan. Berbeda dengan al-ghibtah, yang berarti iri dalam makna positif, yakni kenginan seseorang untuk mendapatkan nikmat sebagaimana yang dimiliki orang lain tanpa diiringi dengan keinginan kenikmatan itu hilang dari orang lain. Keinginan tersebut juga tidak disertai dengan rasa benci.

Abdullah Yusuf Ali, sebagaimana Muhammad Abduh mengemukakan bahwa perlindungan kepada Allah dibutuhkan oleh seseorang apabila ada orang lain yang berupaya untuk mewujudkan kedengkian kepadanya, baik kedengkian itu tertuju kepada materi maupun non materi. Tindakan ini berwujud negatif dan sulit diketahui. Seringkali berwujud dalam tindakan- tindakan yang menjadikan sasaran kedengkian itu jatuh ke dalam kemudharatan.

Selain pada individu, sifat dengki juga bisa muncul pada komunitas masyarakat atau bangsa. Seperti halnya Yahudi, yang terkenal dengan sifat dengkinya terhadap umat dan bangsa lain yang mendapat anugerah materi, kemenangan atau berbagai bentuk kenikmatan duniawi lainnya. Begitu juga pada kaum Nasrani.

Pada mulanya agama tersebut mengajarkan toleransi dan berbuat baik pada sesama, namun karena dengki, kaum Nasrani mengobarkan api Perang Salib yang pada akhirnya Allah memberian kemenangan pada Shalahuddin al-Ayyubi. Shalahuddin al-Ayyubi berhasil meruntuhkan tiang-tiang kerajaan Bait al-Maqdis serta berhasil menyatukan Islam.

Sikap dengki adalah wujud dari ketidakbersihan batin seseorang dan bisa dimiliki oleh siapa saja. Sikap ini dapat diwujudkan dengan dengki terhadap karunia yang diperoleh oleh orang lain. Pada non-muslim, terkadang diwujudkan dalam bentuk menghalangi seseorang untuk beriman kepada Allah. Sifat dengki jika diwujudkan akan mendorong pelakunya melancarkan
fitnah atau berita buruk tentang orang yang di dengki dan sasarannya seringkali menjadi tidak berdaya untuk membela diri.

Sifat dengki bisa disebut juga sebagai pertarungan sepihak tanpa diketahui oleh lawannya. Bahkan terkadang si pendengki mengamati tanpa sepengetahuan target yang menjadi sasaran dengki. Akhirnya, pendengki akan sibuk dengan kedengkiannya dan lupa dengan kebaikan yang seharusnya dilakukan untuk dirinya serta kebaikan kepada sasaran kedengkiannya.

Karena itu Nabi Muhammad bersabda,

"Telah menceritakan kepada kami ‘Uthman bin Shalih al-Baghdadi. Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amir yakni Abd al-Malik bin ‘Amr. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal, dari Ibrahim bin Abi Asid, dari kakeknya, dari Abi Hurairah. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jauhilah olehmu sifat dengki, karena dengki memakan segala kebaikan sebagaimana api membakar kayu yang kering atau semak belukar (rumput kering).”

Dari hadis itu jelas sekali bahwa jika mendengki pada seseorang, maka seluruh kebaikan itu habis dimakan oleh kedengkian. Di dalam hati yang terdapat perasaan dengki dengan sendirinya memiliki niat tersembunyi untuk mencelakakan orang lain. Jadi, kedengkian itu merupakan bukti bahwa seseorang yang memiliki perasaan tersebut tidak memiliki keyakinan serta perbuatan yang baik kepada orang lain secara tulus. Kedengkian itu justru menjadi bukti nyata bagi kepalsuan perbuatan baik yang dilakukan. Oleh karena itu, seluruh perbuatan baik itu musnah, ibarat rumah kertas yang dilahap habis oleh api kedengkian sendiri.

Jadi, dengki itu dapat menghapuskan kebaikan yang dimiliki seseorang, baik yang bersifat materi maupun non materi. Tegasnya, dengki berarti sebuah penyakit yang berasal dari diri sendiri dan memakan dirinya sendiri atau merugikan dirinya sendiri.

Orang yang hasad disebut hasid. Para ulama sering mendefinisikan dengki dengan karahiyah al-ni’mah li al-ghair atau merasa tidak senang dengan datangnya nikmat bagi orang lain. Sebagian ulama membagi dengki menjadi tiga:

  1. Dengki yang ada pada seseorang dengan mengharap terlepasnya nikmat yang telah diperoleh orang lain disertai dengan mengharap agar nikmat tersebut beralih kepadanya.

  2. Dengki yang ada pada seseorang dengan mengharapkan terlepasnya nikmat dari orang lain walaupun tidak berharap memperolehnya.

  3. Dengki yang ada pada seseorang dengan tidak mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain, namun tidak rela jika terungguli dari segi keberuntungan dan kedudukan dan ridha bila setingkat.

Lawan dari sifat dengki adalah hubb al-khair (mencintai kebaikan) atau al-ithar (mementingkan orang lain). Seseorang dengan sifat alithar ini tidak hanya memberikan kepada orang lain apa yang dibutuhkannya, akan tetapi ia juga meberikan kepada orang yang membutuhkan walaupun ia sendiri membutuhkan.

Secara tersirat, dengki mengandung pengertian mementingkan diri sendiri dan berlawanan dengan alithar. hal itu terlihat pada harapan orang- orang dengki agar nikmat yang diterima orang lain itu hanya diterima oleh dirinya. Hal ini dapat difahami dari firman Allah:

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan kepadanya. (al-Nisa 4: 54)”

Dengki adalah penyakit hati yang besar. Tidak mudah menghilangkannya kecuali dengan meningkatkan ilmu dan amal. Ilmu yang dapat bermanfaat untuk menghilangkannya adalah mengetahui bahwa dengki itu mendatangkan keburukan dari sisi agama dan kehidupan. Dari sisi agama, dengki berarti mengingkari kepastian dan keadilan Allah yang telah memberikan nikmat kepada orang yang berhak.

Dari sisi kehidupan, dengki menyebabkan pemiliknya selalu merasa sakit karena melihat nikmat yang ada pada orang lain dan melupakan nikmat yang telah diterimanya.

hasad atau dengki adalah mengharapkan hilangnya nikmat yang telahdimiliki orang lain. Seseorang yang memiliki sifat hasad/dengki akan merasa susah jika orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah. Dan sebaliknya, ia akan merasa senang jika nikmat yang dimiliki olehorang tersebut hilang. Al-Ragib, pengarang Mu’jam al-Mufradat li alfaz al-Qur’an, mengatakan bahwa dengki adalah berangan-angan agar nikmat itu lenyap dari orang yang menerimanya bahkan harapan itu bisa bersamaan dengan perbuatan untuk melenyapkan nikmat tersebut.

Penyakit hasad/ dengki ini termasuk salah satu penyakit hati yangberbahaya dalam kehidupan manusia. Seseorang yang memiliki sifat hasad/ dengki bisa merasa tidak senang terhadap kelebihan atau keutamaan yang dimiliki orang lain begitu saja, tanpa ada alasan yang jelas. Kelebihan yang dimaksud itu bisa bersifat kebendaan, seperti kekayaan dan harta; atau bisa juga yang bersifat nonkebendaan, seperti kedudukan, kecakapan, kehormatan, dan lain-lain.
Jika dalam hati telah dihinggapi rasa dengki kepada seseorang, tidak diragukan lagi pendengki tersebut juga akan secara diam-diam akan membenci seseorang yang didengki atau bahkan menginginkan orang itu celaka. Apabila sudah seperti itu, keinginan untuk mencelakai orang yang didengki itu lambat laun akan terlaksana menjadi tindakan buruk yang nyata.7 Nabi Muhammad bersabda bahwa tidak diperkenankan memiliki sifat iri hati kecuali pada orang yang diberi harta kemudian menggunakannya dalam kebenaran dan pada orang yang diberi
ilmu kemudian diamalkan serta diajarkan.

Menurut Mutawalli al-Sha’rawi, hasad/ dengki merupakan suatu keinginan yang buruk, yakni keinginan meghilangkan nikmat yang dimiliki seseorang meskipun pendengki tersebut tidak mendapatkan sesuatu apapun. Menurutnya, hasad/ dengki adalah perbuatan putus asa yang lebih jahat dari kekuatan g}aib yang mendatangkan keburukan (mad}arat) kepada manusia. Dengki merupakan kekuatan yang tidak tampak, namun berpengaruh besar dan mampu mendatangkan bencana. Jadi, hasad/ dengki adalah keinginan hilangnya suatu nikmat yang telah dimiliki orang lain dari Allah, baik disertai dengan tindakan untuk menghilangkan nikmat tersebut atau tidak, serta berpengaruh pada pendengki maupun tidak.

Orang yang h}asad disebut hasid. Para ulama sering mendefinisikan dengki dengan karahiyah al-ni’mah li al-ghair atau merasa tidak senang dengan datangnya nikmat bagi orang lain. Sebagian ulama membagi dengki menjadi tiga:

  1. Dengki yang ada pada seseorang dengan mengharap terlepasnya nikmat yang telah diperoleh orang lain disertai dengan mengharap agar nikmat tersebut beralih kepadanya.
  2. Dengki yang ada pada seseorang dengan mengharapkan terlepasnya nikmat dari orang lain walaupun tidak berharap memperolehnya.
  3. Dengki yang ada pada seseorang dengan tidak mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain, namun tidak rela jika terungguli dari segi keberuntungan dan kedudukan dan ridha bila setingkat.